VOKASI NEWS – Angka mortalitas yang tinggi sering kali ditemukan pada kejadian acute coronary syndrome (ACS). Studi yang dilakukan di berbagai negara juga menunjukkan tingginya angka mortalitas pasien ACS secara signifikan dalam masa perawatan. Selain itu juga didapatkan hasil bahwa pasien yang terdiagnosis ST elevation myocardial infarction (STEMI) mengalami peningkatan angka kematian. Hal tersebut mencapai total tiga kali lipat dalam 30 hari dibandingkan dengan mereka yang menderita non ST elevation myocardial infarction (NSTEMI) (Fanta et al., 2021).
Data prevalensi mengenai angka kejadian ACS secara global saat ini masih belum ditemukan. Namun, berdasarkan data World Health Organization (WHO) tahun 2019 menunjukkan bahwa kejadian ACS menjadi penyebab kematian tertinggi di dunia. ACS menyumbang sebesar 7,4 juta kematian dari total 31% atau 17,5 juta kematian di seluruh dunia akibat penyakit kardiovaskuler (World Health Organization, 2019). Prevalensi kejadian ACS di Indonesia berdasarkan diagnosis dokter sebesar 1,5%, atau sebanyak 15 dari 1.000 orang dengan peringkat prevalensi tertinggi yaitu Provinsi Kalimantan Utara 2,2%, DIY 2% dan Gorontalo 2%. Di Indonesia kejadian ACS menjadi penyebab utama kematian, yaitu sebesar 26,4% dari seluruh kematian (P2PTM Kemenkes RI, 2019).
Terjadinya ACS disebabkan karena terhentinya aliran darah koroner secara tiba-tiba, sehingga aliran darah ke miokardium terganggu. Hal ini disebabkan oleh plak aterosklerosis yang menyebabkan gangguan keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen sehingga menyebabkan iskemia dan infark miokard (Suling et al., 2018). Penyebab ini juga dihubungkan dengan berbagai faktor risiko yang terbagi menjadi faktor yang dapat diubah (modifiable) seperti hipertensi, diabetes melitus, merokok, dan obesitas. Sedangkan faktor yang tidak dapat diubah (nonmodifiable) yaitu usia, jenis kelamin, dan riwayat keluarga
Desain Penelitian Mahasiswa
Jenis penelitian ini adalah kuantitatif dengan desain penelitian observasional analitik dan rancangan cross sectional. Penelitian ini dilaksanakan di Ruang Jantung RSUD Dr. Soegiri Lamongan dan di dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juni 2024. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh pasien yang terdiagnosis ACS di Ruang Jantung RSUD Dr. Soegiri Lamongan. Sampel yang didapatkan sebanyak 60 responden. Adapun metode sampling yang digunakan yaitu nonprobability sampling dengan teknik consecutive sampling yaitu teknik pemilihan sampel dengan menentukan subjek yang memenuhi kriteria inklusi dan dimasukkan dalam penelitian sampai kurun waktu tertentu. Penelitian ini menggunakan instrumen berupa kuesioner (daftar pertanyaan) yang bersifat survey dengan total 18 pertanyaan.
Hasil Penelitian Acute Coronary Syndrome
Berdasarkan analisis bivariat dengan uji chi-square didapatkan hasil bahwa usia tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kejadian ACS dengan nilai p value = 0,143. Ada pengaruh antara jenis kelamin terhadap kejadian ACS dengan nilai p value = 0,025. Selain itu, terdapat juga pengaruh antara riwayat keluarga terhadap kejadian ACS dengan nilai p value = 0,044. Antara hipertensi terhadap kejadian ACS dengan nilai p value = 0,020, terdapat pengaruh di antara keduanya.
Terdapat pengaruh antara diabetes melitus terhadap kejadian ACS dengan nilai p value = 0,014. Tidak ada pengaruh secara signifikan antara merokok terhadap kejadian ACS dengan nilai p value = 0,310, tidak ada pengaruh secara signifikan antara obesitas terhadap kejadian ACS dengan nilai p value = 0,205. Berdasarkan uji chi–square terlihat bahwa diabetes melitus menunjukkan nilai p value terkecil. Hal ini menunjukkan bahwa diabetes melitus merupakan faktor risiko yang paling berpengaruh terhadap kejadian ACS di RSUD Dr. Soegiri Lamongan.
***
Penulis: Audrey Rhefi Yuanca
Editor: Puspa Anggun Pertiwi