VOKASI NEWS – Bahaya bakteri MRSA (Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus) saat menginfeksi darah.
Bakteri Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus (MRSA) merupakan salah satu patogen dari jenis bakteri Staphylococcus aureus. Patogen tersebut merupakan yang paling sering terisolasi dari spesimen klinik pasien rawat inap. MRSA memiliki resistensi terhadap methicillin dan beberapa antibiotik beta-lactam. MRSA merupakan penyebab utama dari infeksi nosokomial. Yaitu suatu infeksi yang didapatkan di rumah sakit berupa infeksi saluran pernapasan, infeksi pasca operasi, infeksi saluran urine dan infeksi peredaran darah. Infeksi aliran darah oleh bakteri MRSA merupakan masalah dalam rumah sakit yang sulit ditangani. Hal itu disebabkan bakteri ini mampu menyebar ke organ tubuh, menciptakan lokus infeksi multipel.
Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus dibagi menjadi 2 kelompok yaitu Hospital Acquired (HA-MRSA) dan Community Associated (CA-MRSA). HA-MRSA merupakan infeksi MRSA yang didapat ketika berada di rumah sakit. HA-MRSA biasanya muncul pada orang yang berusia lanjut, pasien yang memiliki daya tahan tubuh lemah, dan pasien yang menggunakan kateter vena. Sedangkan CA-MRSA adalah MRSA yang berada dalam lingkungan masyarakat. Sumber penyebarannya dapat terjadi melalui kontak kulit ke kulit seperti penggunaan benda pribadi seperti handuk dan alat cukur.
[BACA JUGA: Angin Duduk, Penyakit Mematikan yang Wajib Diwaspadai]
Kejadian Bakteri MRSA Menginfeksi Darah
Dalam waktu kurang dari 50 tahun, Staphylococcus aureus (MRSA) memberikan dampak yang luar biasa di seluruh dunia. Di Asia, prevalensi infeksi MRSA kini mencapai 70%, sementara di Indonesia pada tahun 2006 prevalensinya berada pada angka 23,5%. Pada kasus MRSA yang menginfeksi darah, MRSA menyumbang hingga 50% dari infeksi aliran darah di beberapa bagian Asia. Sedangkan Indonesia memiliki estimasi prevalensi kasus MRSA menginfeksi darah sebesar 25% – 50%.
Bahaya Bakteri MRSA
Ada beberapa faktor risiko terhadap kejadian MRSA. Antara lain kepatuhan meminum antibiotik, ketidakmampuan pasien membeli obat, jenis operasi, gizi buruk. Selain itu, ada juga obesitas, terapi steroid lama, pasca radiasi, multipel trauma, penyakit komorbid (diabetes melitus, keganasan, HIV/AIDS), teknik operasi, HA-MRSA, CA-MRSA, dan prosedur invasif. Faktor lain yang memberikan kontribusi sangat besar dalam meningkatkan kejadian MRSA adalah pengaruh dari penetapan dosis (90,4%), ketepatan pengobatan (90,2%), penyediaan antiseptik (84,9%), protap pemasangan kanula infus (74,6%) dan fasilitas cuci tangan (66,3%).
Gejala MRSA yang Menginfeksi Darah
Menifestasi gejala infeksi MRSA adalah benjolan merah kecil yang menyerupai jerawat, gigitan laba-laba, atau bisul yang mungkin disertai dengan demam dan kadang-kadang ruam. Setelah beberapa hari, benjolan menjadi lebih besar, lebih menyakitkan, dan akhirnya menembus ke dalam jaringan dan menjadi nanah bisul. MRSA yang menginfeksi aliran darah memiliki gejala yang lebih parah seperti nyeri otot, nyeri dada, nyeri kepala, menggigil, lemas, demam, sesak nafas, serta bisa terjadi infeksi paru-paru atau necrotising fasciitis (kerusakan jaringan).
Pemeriksaan Laboratorium
Deteksi Infeksi MRSA pada darah dapat dilakukan dengan beberapa pemeriksaan laboratorium medis dan pemeriksaan penunjang seperti foto rontgen, CT scan, serta Ekokardiografi. Pada pemeriksaan laboratorium digunakan sampel darah yang kemudian dilakukan pemeriksaan darah lengkap. Pada kadar leukosit, C-reactive protein (PCR), dan Laju Endap Darah (LED) mengalami peningkatan apabila positive terinfeksi MRSA.
Pemeriksaan laboratorium selanjutnya dengan pemeriksaan Kultur Darah yaitu melakukan pemeriksaan apakah terdapat bakteri pada sampel darah. Dengan cara mengultur sampel darah kemudian dilakukan pemeriksaan dengan menggunakan alat otomatis Vitek2Compact. Alat Vitek2 Compact akan mengidentifikasi jenis bakteri yang menginfeksi secara spesifik. Selain itu, akan menganalisis jenis antibiotik apakah yang paling sesuai untuk mengobati akibat infeksi tersebut. Pemeriksaan laboratorium lain yang dapat digunakan untuk diagnosis apabila hasil pemriksaan kultur darah mengalami error/tak terdeteksi yaitu dilakukan pemeriksaan DNA polymerase Chain Reaction (PCR), yang mana pemeriksaan ini memiliki sensitifitas paling tinggi.
***
Nama Penulis : Ahmad Syaiful Affan
Nama Pembimbing : Aliyah Siti Sundari
Program Studi : D-III Teknologi Laboratorium Medis
Editor : Oky Sapto Mugi Saputro – Tim Branding Fakultas Vokasi UNAIR