VOKASI NEWS – COVID-19 merupakan penyakit yang disebabkan oleh Coronavirus (SARS-CoV-2). Nama “Corona” berasal dari Bahasa Latin yang berarti “Mahkota”, diberikan nama tersebut karena memiliki kemiripan seperti mahkota. Bentuk mahkota ini ditandai oleh adanya Protein S yang tersebar dipermukaan virus. Coronavirus berbentuk bulat, beruntai tunggal, membungkus RNA dan ditutupi dengan glikoprotein. Coronavirus terdiri dari empat sub jenis yaitu alpha, beta, gamma dan delta serta setiap sub tipe nya memiliki banyak serotipe (Kumar et al., 2020).
Diabetes Melitus (DM) adalah penyakit metabolisme yang ditandai dengan adanya peningkatan kadar gula darah (hiperglikemi) akibat gangguan sekresi insulin (Kharroubi & Darwish, 2015). Diabetes melitus lebih dikenal sebagai penyakit yang membunuh manusia secara diam-diam atau “Silent killer”. DM juga dikenal sebagai “Mother of Disease” karena merupakan induk dari penyakit – penyakit lainnya seperti hipertensi, penyakit jantung, stroke, gagal ginjal, dan kebutaan. Menurut PERKENI (2015) diabetes mellitus dibagi menjadi 4 yaitu DM Tipe 1, DM Tipe 2, diabetes mellitus gestasional, diabetes mellitus tipe spesifik.
Prevalensi Kasus Positif COVID-19 pada Pasien Diabetes Mellitus
Laporan WHO menemukan kasus COVID-19 pertama kali di Kota Wuhan, Tiongkok/China pada tanggal 13 Desember 2019. Sedangkan, di Indonesia tanggal 28 September 2021 telah dilaporkan 4.211.460 kasus terkonfirmasi COVID-19 dengan total 141.709 kematian (Upadhana et al., 2022). Pada penelitian yang dilakukan di RSUD Haji Provinsi Jawa Timur periode Maret 2021-Maret 2022 dari populasi diabetes melitus sebesar 2.263 (98%) yang melakukan pemeriksaan HbA1c sebesar 42 (2%) di dapatkan persentase tertinggi pada pasien dengan usia lansia (≥60 Tahun) sebesar 52%, berjenis kelamin laki-laki sebesar 57%.
Faktor Risiko
Penyebab meningkatnya kejadian terinfeksi COVID-19 adalah komorbid diabetes mellitus disertai dengan faktor usia dan jenis kelamin. Pasien yang memiliki komorbid diabetes mellitus cenderung cepat membentuk badai inflamasi yang dapat menyebabkan perburukan COVID-19. Saat inflamasi berlanjut dan adanya hipoksia, molekul yang diinduksi hipoksia dapat mengaktifkan trombin secara langsung dan dapat menimbulkan keadaan hiperkoagulasi. Penderita COVID-19 dengan diabetes akan meningkatkan gagal ginjal dan menyebabkan peradangan sitokin yang berakibat kerusakan multi organ (Vani et al., 2022).
Pasien diabetes mellitus dengan usia ≥40 tahun akan mengalami penurunan fungsi secara progresif sebanyak 50% dari normalnya hingga mencapai usia 70 tahun. Hal ini juga sejalan dengan penelitian Liu et al. (2022) dimana usia rata-rata pasien yang mempunyai derajat sedang, berat hingga kritis yaitu usia 60 tahun yang disebabkan oleh penurunan sistem imun pada usia tua sehingga memiliki risiko gangguan pernafasan akut dan kematian yang lebih besar.
Pasien dengan jenis kelamin laki-laki lebih berisiko terinfeksi COVID-19 karena faktor kromosom dan faktor hormonal. Sedangkan, perempuan tidak terlalu berisiko terinfeksi COVID-19 dibandingkan pria karena memiliki kromosom X dan hormon seks seperti progesteron yang berperan penting dalam imunitas bawaan dan adaptif. Oleh karena itu, pasien diabetes melitus dengan positif COVID-19 pada usia lansia (≥60 Tahun) dan berjenis kelamin laki-laki lebih beresiko terinfeksi COVID-19.
Penulis: Laurencia Eva Angelina
Pembimbing: Aliyah Siti Sundari
Editor: Tim Branding Fakultas Vokasi