VOKASI NEWS – Limbah B3 menurut ”Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2021 Pasal 1 Ayat 3 didefinisikan sebagai sisa-sisa material dari kegiatan atau proses produksi yang mengandung bahan yang memiliki sifat B3. Limbah tersebut berbeda dari limbah umumnya karena sifatnya yang tidak stabil.
Pemerintah telah mengeluarkan“Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Pasal 58 Ayat 1 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Dijelaskan bahwa setiap individu yang menghasilkan limbah B3 memiliki kewajiban untuk melakukan pengelolaan yang dihasilkannya. Kegiatan Perusahaan Tekstil dapat berpotensi menghasilkan limbah B3.
Kegiatan-Kegiatan yang Berpotensi Menghasilkan Limbah B3
Kegiatan untuk menunjang proses produksi dapat menghasilkan limbah B3 seperti perbaikan fasilitas gedung menghasilkan lampu sekitar 80 kg/tahun. Apabila tidak dikelola dengan benar seperti terhirup arsenik sehingga dapat mengakibatkan peradangan urat dan ginjal. Perbaikan alat aki dan baterai sekitar 80 kg/tahun yang berkarakteristik korosif dapat terhirup dan berpotensi tumpah akan mengiritasi kulit, mata, dan pernapasan.
Kegiatan perbaikan forklift dan mesin menggunakan oli dan majun menghasilkan limbah minyak pelumas bekas sekitar 6 ton/tahun dan majun bekas sekitar 120 kg/tahun. Berkarakteristik mudah menyala sehingga apabila tidak dikelola dengan benar seperti meletakkan disekitar api maka akan berpotensi terjadi kebakaran. Kurangnya prinsip first in first out dan first expired first out berdampak menghasilkan limbah B3 yaitu sekitar 650 kg/tahun. Selain itu juga limbah medis seperti obat-obatan kadaluarsa sekitar 3kg/tahun. Kemasan penggunaan bahan kimia untuk produksi dan cat pilox untuk penandaan mesin berpotensi menghasilkan limbah kemasan sekitar 500 kg/tahun.
Kegiatan pemeriksaan kesehatan kerja awal, berkala, dan khusus serta pengobatan para tenaga kerja di klinik juga dapat menghasilkan limbah klinis sekitar 8 kg/tahun. Perusahaan Tekstil sedang berinovasi pencampuran dengan bahan biodegradable sehingga menghasilkan residu sampel sebesar 1 ton/tahun. Limbah terkontaminasi B3 berasal dari cartridge, tinta printer bekas, dan polimer yang tercecer saat penggantian filter polimer menghasilkan sekitar 80 kg/tahun.
Cara Pengelolaan Limbah B3 di Perusahaan Tekstil
Pengelolaan yang ada di Perusahaan Tekstil yaitu pada tahap pengurangan limbah dengan cara pemilihan ink tank dari pada ink cartridge. Juga dapat pemilihan lampu LED dari pada lampu TL, segregasi tempat sampah, purifikasi oli, dan perbaikan lampu yang rusak serta pelaporan. Pengumpulan setempat (onsite) dilakukan setiap hari. Volume kemasan maksimal ¾ dari kapasitas kemasan, kantong limbah B3 medis menggunakan ikatan tunggal dan drum non medis menggunakan penutup yang kuat.
- Pengangkutan insitu limbah medis dan non medis menggunakan dorkas merk viar. Hal tersebut telah memenuhi persyaratan mudah dilakukan bongkar-muat, tahan terhadap goresan sisa medis benda tajam, dan mudah dibersihkan.
- Pelaksanaan penyimpanan limbah medis dan non medis Perusahaan Tekstil telah memenuhi rincian teknis. Menggunakan tempat penyimpanan berupa bangunan, pengemasan menggunakan drum, jerigen, kantong, dan safety box, pemberian simbol limbah B3. Selain itu juga pemberian label di penyimpanan dan waktu penyimpanan maximum 6 bulan.
- Pengangkutan eksitu bekerja sama dengan pihak ketiga yang telah memenuhi izin pengangkutan limbah B3 dan rekomendasi. Serta, telah melakukan pengangkutan sesuai dengan rekomendasi dan perizinan.
- Pemenuhan spesifikasi umum dan spesifikasi khusus telah terpenuhi serta telah melakukan pelaporan FESTRONIK dan SIRAJA. Pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan, penimbunan limbah B3 di Perusahaan Tekstil menggunakan pihak ketiga.
Kesalahan yang Kerap Terjadi Selama Pengelolaan Limbah
Pengelolaan limbah B3 perusahaan tekstil ditemukan adanya beberapa masalah dan ketidaksesuaian. Contohnya seperti pada lantai TPS di perusahaan tekstil yaitu lantai bergelombang. Lantai yang bergelombang apabila terjadi tumpahan limbah berkarakteristik korosif akan terhambat menuju bak penampung. Dengan begitu, hal tersebut akan menggenang pada gelombang dan akan terhirup oleh petugas yang dapat mengakibatkan iritasi pada pernapasan.
Ketidaksesuaian yang selanjutnya yaitu pada kegiatan penyimpanan beberapa limbah tidak dilengkapinya sebuah bahan kimia dengan labeling MSDS. Hal tersebut berpotensi terjadinya kecelakaan kerja karena pekerja tidak mengetahui faktor bahaya maupun pengendaliannya. Tidak dilengkapinya labeling MSDS apabila menangani NaOH karena petugas tidak mengetahui pengendaliannya. Petugas tidak memakai celemek plastik, tidak memakai sarung tangan yang tebal dan tidak menggunakan sepatu bot. Penggunaan APD yang tidak lengkap dan sesuai dapat berpotensi terjadi kecelakaan kerja seperti terkena cairan aki yang berkarakteristik korosif sehingga mengiritasi kulit.
BACA JUGA: Analisis Hasil Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja di Proyek Pembangunan Apartemen Westown View
Saran untuk yaitu melakukan improvement inovasi pengurangan limbah B3, memonitoring tanggal kadaluarsa B3. Selain itu mengganti warna kantong sesuai dengan peraturan, pemberian simbol pada limbah farmasi tidak diperlukan, melakukan desinfeksi, menggunakan alat pelindung, dan merubah rute pengangkutan insitu. Bagi tenaga kerja, perlunya sosialisasi kepada petugas limbah B3, menerapkan kegiatan monitoring dan evaluasi kegiatan pengangkutan eksitu.
***
Penulis: Khuluqin Nazidah Kirmawansyah
Editor: Puspa Anggun Pertiwi