Penerbitan Surat Permintaan Penjelasan Atas PPh Pasal 22 Kurang Bayar Pada Industri Rokok

VOKASI NEWS – Mengetahui sistem pemberian Surat Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan (SP2DK) atas kemungkinan salah hitung self assessment

Sebagaimana telah diketahui, Reformasi Perpajakan Tahun 1983, sistem perpajakan di Indonesia menganut sistem self assessment. Pada sistem tersebut Wajib Pajak memiliki kewajiban untuk melakukan perhitungan, penyetoran, dan pelaporan pajaknya sendiri yang terutang sesuai peraturan perundang-undangan perpajakan. Namun, sistem self assessment tersebut memiliki kelemahan. Salah satunya yaitu dapat menyebabkan adanya kemungkinan kesalahan hitung, data yang tidak sesuai, maupun kesalahan pelaporan SPT-nya. Apabila adanya dugaan ketidaksesuaian, maka dapat diterbitkannya Surat Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan (SP2DK).

Surat Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan (SP2DK)

Berdasarkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-05/PJ/2022 tentang Pengawasan Kepatuhan Wajib Pajak, Surat Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan (SP2DK) merupakan surat yang diterbitkan oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP). Surat ini diserahkan kepada Wajib Pajak dalam rangka pelaksanaan P2DK. P2DK sendiri adalah kegiatan untuk meminta penjelasan kepada Wajib Pajak atas Data dan/atau Keterangan berdasarkan Penelitian Kepatuhan Material. Penjelasan ini menunjukkan indikasi ketidakpatuhan dan kewajiban perpajakan yang belum dipenuhi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Industri rokok merupakan salah satu sektor yang memiliki potensi besar untuk menerima SP2DK. Pada sektor tersebut, apabila pembelian bahan baku untuk keperluan industri, Wajib Pajak Badan tersebut wajib memotong besarnya pungutan PPh 22. Akan tetapi, Wajib Pajak Badan masih saja ada yang belum melakukan pemotongan PPh 22 atas pembelian bahan baku berupa tembakau blend. Dengan demikian, hal tersebut dapat menyebabkan diterbitkannya SP2DK. Alasannya karena terdapat adanya potensi kurang bayar untuk Pajak Penghasilan Pasal 22 sebagaimana terlampir pada SP2DK tersebut.

Atas diterbitkannya SP2DK tersebut, maka terdapat batasan waktu untuk menanggapi SP2DK dengan memberikan penjelasan atau tanggapan kepada Account Representative (AR). Jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari kalender sejak tanggal surat diserahkan secara langsung atau sejak tanggal surat SP2DK dikirim. Penjelasan atas data dan/atau keterangan dapat dilakukan melalui penjelasan tertulis, tatap muka langsung, atau tatap muka melalui media audiovisual. Penjelasan secara tertulis dapat diberikan dengan mengirimkan surat atau penjelasan tertulis yang mengakui atau membantah atas keterangan yang terdapat pada SP2DK. Surat penjelasan tersebut harus disertai dengan bukti pendukung berupa dokumen, dan sebagainya.

Sanksi Administratif Akibat Salah Hitung

Selain mengakibatkan adanya kurang bayar, nantinya akan muncul potensi sanksi administratif berupa bunga yang terdapat dalam Surat Tagihan Pajak (STP). Surat Tagihan Pajak (STP) adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda. Hal tersebut dilihat berdasarkan Pasal 1 Ayat (20) UU RI No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Berdasarkan Pasal 14 Ayat (3) UU RI No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam Surat Tagihan Pajak apabila Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar dan dari hasil penelitian terdapat kekurangan pembayaran pajak. 

BACA JUGA: [Gambaran Faktor Resiko Pasien Tuberkulosis Paru di RSUD Ibnu Sina Gresik]

Hal tersebut sebagai akibat salah tulis dan/atau salah hitung ditambah dengan sanksi administratif berupa bunga sebesar tarif bunga per bulan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan. Total tersebut dihitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak sampai dengan diterbitkannya Surat Tagihan Pajak. Pajak tersebut dikenakan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan serta bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.

***

Penulis: Nabila Anindya Aulia Rahma

Editor: Puspa Anggun Pertiwi