Bukan Cuma Modal: Inilah Faktor Penentu Laba Bank di Era Digital

Bukan Cuma Modal: Inilah Faktor Penentu Laba Bank di Era Digital_Dokumen Istimewa

VOKASI NEWS – Faktor penentu laba bank di era digital tidak lagi sebatas modal. Adaptasi teknologi, efisiensi internal, dan respon terhadap fintech jadi kunci daya saing.

Bank menghadapi tekanan baru, baik dari sisi internal maupun eksternal. Tantangan ini membuat kekuatan modal saja tak lagi cukup. Di era keuangan modern, besarnya aset tidak menjamin keuntungan. Dengan persaingan yang semakin kompleks dan inovasi digital yang terus berkembang, bank membutuhkan strategi untuk tetap bertahan dan meraih laba. 

Secara internal, sejumlah faktor berperan besar dalam membentuk kinerja keuangan bank. Skala usaha, kekuatan permodalan, pengelolaan risiko kredit dan likuiditas menjadi elemen penting. Efisiensi manajemen serta diversifikasi pendapatan juga tidak kalah berpengaruh. Bank yang mampu menjaga keseimbangan antar faktor ini cenderung lebih stabil dalam menghadapi berbagai siklus ekonomi. 

Di sisi lain, tekanan dari luar tak kalah penting Kondisi makroekonomi seperti pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan tingkat suku bunga membawa dampak langsung terhadap permintaan kredit dan perilaku nasabah. Di saat yang sama, hadirnya fintech lending mempercepat perubahan lanskap pembiayaan.  Fintech lending bukan hanya menciptakan alternatif pembiayaan, tetapi juga menggerus pangsa pasar bank konvensional, terutama pada sektor kredit konsumsi.

Lonjakan Fintech dan Fluktuasi Laba Bank 

Dalam kurun waktu tujuh tahun terakhir (2018-2024), industri perbankan Indonesia sempat mengalami tekanan besar.  Masa pandemi COVID-19, terutama tahun 2020, menjadi momen krisis bagi banyak bank. Saat itu, kinerja keuangan bank mengalami penurunan cukup tajam. Meski begitu, secara bertahap sektor ini mulai menunjukkan tanda-tanda pemulihan seiring membaiknya kondisi ekonomi nasional.

Menariknya, di saat yang sama, penyaluran kredit oleh fintech lending justru meningkat tajam. Ketika bank berjuang untuk bangkit, fintech tumbuh agresif mengisi celah pembiayaan, terutama di segmen yang belum sepenuhnya terjangkau oleh bank.

Fenomena ini mencerminkan adanya pergeseran dalam lanskap pembiayaan. Fintech tidak hanya hadir sebagai pelengkap, tetapi juga sebagai kekuatan baru yang memperkaya ekosistem keuangan. Kecepatan, aksesibilitas, dan fleksibilitas yang ditawarkan menjadikan fintech sebagai pilihan alternatif yang semakin diperhitungkan.

[BACA JUGA: Menyiapkan Karir Global Mahasiswa Perbankan UNAIR Melalui Kolaborasi SUIC 2025]

Strategi Adaptif Jadi Kunci Bertahan di Era Digital

Perkembangan ini tidak hanya menjadi perhatian bagi praktisi perbankan, tetapi juga penting bagi regulator dan investor. Regulator seperti OJK dan Bank Indonesia didorong untuk menyusun kebijakan yang mendukung kolaborasi antara bank dan fintech, bukan semata membatasi. Sementara itu, investor tidak lagi menilai bank dari angka keuangan semata. Kemampuan beradaptasi dengan teknologi dan dinamika pasar kini menjadi pertimbangan penting.

Bank yang mampu menyelaraskan strategi efisiensi internal dengan respons terhadap tantangan eksternal memiliki peluang lebih besar untuk mempertahankan laba. Digitalisasi layanan, penguatan model bisnis berbasis data, serta kemitraan strategis dengan pelaku fintech menjadi beberapa langkah penting yang bisa diambil.

Transformasi Jadi Jalan Untung

Di era keuangan modern, laba bank bukan lagi semata ditentukan oleh besarnya modal yang dimiliki. Justru laba ditentukan oleh kemampuan bank dalam mengelola struktur internal dan merespons perubahan eksternal dengan cepat. Keseimbangan antara dua sisi inilah yang akan menentukan daya tahan dan daya saing bank ke depan.

Transformasi tidak lagi menjadi pilihan, melainkan kebutuhan yang mendesak. Inovasi layanan, digitalisasi proses operasional, serta adopsi teknologi berbasis data harus menjadi bagian dari strategi jangka panjang. Bank yang tetap bertahan dengan pola lama berisiko tertinggal dari tren industri dan kehilangan relevansi di mata nasabah.

Di sisi lain, bank yang proaktif bertransformasi memiliki peluang lebih besar untuk menjangkau segmen pasar yang lebih luas. Kolaborasi dengan pelaku fintech, pengembangan produk keuangan digital, serta pemanfaatan kecerdasan buatan dalam analisis risiko bisa membuka potensi pertumbuhan baru. Dengan strategi yang tepat, transformasi bukan hanya menjawab tantangan, tetapi juga menciptakan peluang keuntungan yang berkelanjutan.

***

Penulis: Evita Nur Haliza – D-IV Perbankan dan Keuangan

Editor: Habibah Khaliyah