Perbedaan PPh 21 dan 23 pada Jasa Konsultan yang Perlu Dipahami

VOKASI NEWS – Saat menerima tagihan jasa dari pihak luar, sering menjadi pertanyaan: “Apakah harus dipotong PPh 21 atau PPh 23?”. Meski sekilas terlihat mirip, ternyata tidak semua jasa diperlakukan sama dalam dunia perpajakan. Kebingungan ini kerap terjadi dalam praktiknya. Banyak perusahaan yang sudah memotong pajak atas jasa konsultan, tetapi ternyata keliru dalam memilih pemotongan Pasal PPh yang dikenakan. Kesalahan ini bisa berujung pada salah tarif pemotongan dan sanksi administrasi yang dikenakan saat dilakukan pemeriksaan oleh otoritas pajak. Agar tidak terjadi kekeliruan, simak tuntas mengenai perbedaan antara PPh 21 dan PPh 23 atas jasa konsultan berdasarkan ketentuan perpajakan.

Aturan Umum Penghitungan Pajak Penghasilan (PPh 21 dan PPh 23)

Berdasarkan UU No.36 2008 tentang Perubahan Keempat Atas UU No 7 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.  PPh Pasal 21 merupakan pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain. Halini sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi subjek pajak dalam negeri. Sedangkan PPh Pasal 23 merupakan pajak penghasilan yang dikenakan atas penghasilan tertentu. Contohnya seperti bunga, dividen, royalti, sewa, dan jasa yang diterima oleh wajib pajak badan dalam negeri serta Bentuk Usaha Tetap (BUT) yang tidak termasuk dalam pemotongan PPh 21.

BACA JUGA: [Kena Pajak 800 Juta! 3 Kesalahan Bikin CV AS Diperiksa]

Dari uraian diatas, dapat dipahami bahwa jasa menjadi objek pajak yang diatur dalam dua pasal pajak penghasilan yang berbeda. Dalam UU PPh disebutkan bahwa penghasilan sehubungan dengan Jasa yang dilakukan oleh Wajib Pajak orang pribadi dikenakan pemotongan PPh Pasal 21. Sedangkan dalam UU PPh yang sama disebutkan juga bahwa penghasilan berupa penghasilan tertentu atas jasa yang diterima oleh Wajib Pajak badan akan dikenakan pemotongan PPh Pasal 23. Artinya, jasa konsultan bisa termasuk objek PPh 21 maupun PPh 23, tergantung siapa subjek pemberi jasanya.

Pandangan Jasa Konsultan Terhadap Kasus PPh 21 dan 23

Dalam konteks jasa konsultan, apabila jasa konsultan diberikan oleh orang pribadi, maka penghasilan yang diterima akan dipotong PPh Pasal 21. Tarifnya pun dikenakan Dasar Pengenaan Pajak sebesar 50% kemudian dikalikan dengan tarif progresif Pasal 17 mulai dari 5% hingga 35%. Berbeda dengan PPh 21, jika sebuah perusahaan konsultan berbentuk badan usaha memberikan jasanya, maka penghasilan yang diterimanya akan dikenai PPh Pasal 23 dengan tarif 2% dari jumlah bruto. Pemotongan ini dilakukan oleh pihak pemberi penghasilan kepada pihak pemberi jasa dengan menyerahkan bukti potong PPh 23 kepada pihak dipotong. Hal ini karena bukti potong menjadi tanda bahwa pihaknya telah melaksanakan kewajibannya dalam memotong pajak penghasilan ke kas negara. 

Sementara itu, pihak yang dipotong PPh Pasal 23 wajib menerima bukti potong dari pihak pemotong untuk menunjukkan bahwa pajak atas penghasilannya telah dipotong. Bukti potong ini berfungsi sebagai tanda bahwa penghasilan yang diterima telah dikenakan pemotongan pajak sesuai dengan tarif PPh 23. Selain itu, bukti potong juga memiliki peran penting dalam perhitungan kewajiban pajak tahunan. Pihak yang dipotong dapat menggunakan bukti potong ini sebagai kredit pajak saat melaporkan SPT Tahunan. Dengtan begitu, nantinya dapat mengurangi jumlah pajak terutang yang harus dibayarkan.

Kesimpulan

Meski sama-sama dikenakan atas jasa konsultan, PPh Pasal 21 dan PPh Pasal 23 memiliki perbedaan utama pada subjek pemberi jasa. Jika jasanya diberikan oleh orang pribadi, maka menjadi objek PPh Pasal 21. Namun, apabila jasa diberikan oleh badan usaha, maka menjadi objek PPh Pasal 23. Sebagai wajib pajak yang bijak baik perusahaan sebagai pemberi penghasilan maupun penyedia jasa harus memahami perbedaan ini. Jadi ini bukan hanya soal taat pajak, tetapi juga bagian dari kepatuhan terhadap pelaksanaan sistem self assessment. Oleh karena itu, sebelum melakukan pembayaran jasa konsultan, pastikan dulu siapa subjeknya agar tidak salah potong. Hal ini karena berbeda subjek pajak tentunya berbeda pula tarif pemotongan pajaknya. 

***

Penulis: Resa Ayu Oktavia

Editor: Oky Sapto Mugi Saputro