Kesalahan Interpretasi Tarif PPN Emas Perhiasan

Kesalahan Interpretasi Tarif PPN Emas Perhiasan_Dokumen Istimewa

VOKASI NEWS – Banyak Wajib Pajak keliru menggunakan tarif PPN 12% atas emas perhiasan, padahal yang berlaku adalah tarif efektif 1,65% sesuai PMK 11/2025.

Kekeliruan Wajib Pajak Akibat Interpretasi yang Tidak Tepat

Perubahan regulasi perpajakan di Indonesia, khususnya terkait Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas penyerahan emas perhiasan, telah membawa dampak besar bagi Wajib Pajak Orang Pribadi (WP OP). Reformasi perpajakan yang dilakukan pemerintah bertujuan untuk menciptakan sistem yang lebih adil, efisien, dan mendukung pembangunan nasional. Namun, dalam praktiknya, perubahan ini seringkali menimbulkan kebingungan di kalangan wajib pajak, terutama dalam hal interpretasi tarif PPN yang berlaku. Banyak WP OP yang masih belum memahami secara mendalam ketentuan terbaru, sehingga berisiko melakukan kesalahan dalam pelaporan dan pembayaran pajak. Hal ini diperparah dengan adanya sistem administrasi perpajakan elektronik baru, yaitu Coretax, yang menuntut adaptasi dan pemahaman teknis yang lebih tinggi dari para wajib pajak.

Pemerintah Indonesia menetapkan tarif efektif PPN atas emas perhiasan sebesar 1,65%. Ketentuan ini tertuang dalam PMK Nomor 11 Tahun 2025, yang merevisi PMK 48/2023. Penetapan tarif tersebut menggunakan perhitungan khusus dengan dasar pengenaan pajak (DPP) nilai lain sebesar 11/12. Oleh karena itu, tarif ini tidak otomatis mengikuti kenaikan tarif PPN umum menjadi 12%.

Namun, banyak Wajib Pajak Orang Pribadi (WP OP) masih menggunakan tarif 12% secara langsung. Mereka menyamakannya dengan objek pajak lain. Kekeliruan ini muncul karena anggapan bahwa tarif PPN umum berlaku untuk semua jenis barang. Padahal, emas perhiasan memiliki mekanisme perhitungan tersendiri. Tarif efektifnya tetap 1,65% dari harga jual, bukan 1,8%.

Perbedaan utama dalam perhitungan tarif PPN atas emas perhiasan terletak pada penggunaan DPP nilai lain. Jika tarif 12% digunakan secara langsung tanpa memperhitungkan DPP nilai lain, maka PPN yang terutang akan lebih besar dari yang seharusnya. Berikut adalah ilustrasi perbandingan perhitungan tarif:

Dampak Kesalahan Tarif: Beban Finansial hingga Masalah Restitusi

Kesalahan dalam memahami tarif PPN menyebabkan WP OP membayar pajak lebih besar dari yang seharusnya. Jika WP OP menggunakan tarif 12% secara langsung tanpa memperhitungkan DPP nilai lain, maka PPN yang dibayarkan akan lebih tinggi. Perbedaan tarif ini bisa menyebabkan selisih ratusan ribu rupiah dalam satu transaksi. Jika diakumulasi selama satu tahun pajak, nilainya menjadi beban finansial yang signifikan bagi WP OP.

Selain itu, kesalahan tarif juga berdampak pada pelaporan dan pengajuan restitusi. Data yang dilaporkan menjadi tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Akibatnya, proses pengembalian dana lebih rumit dan memakan waktu lebih lama karena harus melalui verifikasi dan validasi ulang dari otoritas pajak.

Sistem Coretax yang diimplementasikan oleh Direktorat Jenderal Pajak bertujuan untuk memodernisasi administrasi perpajakan. Sistem ini mengintegrasikan berbagai layanan perpajakan dalam satu platform digital, mulai dari pembuatan kode billing, penginputan data transaksi, hingga pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPN. Namun, dalam praktiknya, WP OP masih sering mengalami kendala, terutama dalam pemilihan kode akun pajak yang tepat. Kesalahan input kode akun pajak, seperti menggunakan kode PPnBM (411229) alih-alih kode PPN (411211), dapat menyebabkan pembayaran pajak tidak teralokasi dengan benar. Selain itu, proses pelaporan melalui Coretax yang mengharuskan penggunaan file XML juga menuntut ketelitian dan pemahaman teknis dari WP OP. Jika file XML tidak diisi dengan benar, maka pelaporan PPN bisa menjadi tidak akurat dan berpotensi menimbulkan masalah administratif di kemudian hari.

Tantangan Penggunaan Coretax dan Solusi Restitusi

Untuk mengatasi kelebihan pembayaran pajak akibat kesalahan interpretasi tarif dan input data, WP OP dapat mengajukan restitusi atau pengembalian pajak tidak terutang. Proses ini diatur dalam PMK Nomor 187 Tahun 2015 dan revisinya melalui PMK Nomor 81 Tahun 2024. Pengajuan restitusi kini dapat dilakukan secara elektronik melalui Coretax, yang mempercepat proses validasi dan pencairan dana. Namun, WP OP tetap harus melengkapi dokumen pendukung seperti formulir pengembalian, surat pernyataan, bukti pembayaran, dan data rekening bank. Proses validasi oleh otoritas pajak dilakukan maksimal tiga bulan sejak permohonan diterima, dan jika disetujui, dana akan dikembalikan ke rekening WP OP. Prosedur ini memberikan kemudahan akses dan kepastian hukum bagi WP OP dalam menyelesaikan permasalahan kelebihan pembayaran pajak akibat kesalahan administratif.

[BACA JUGA: Penerapan Tarif Efektif Rata-Rata PPh 21]

Kesalahan interpretasi tarif PPN dan tantangan implementasi Coretax merupakan isu krusial dalam pelaporan dan pembayaran pajak atas emas perhiasan. Dengan pemahaman yang benar terhadap regulasi dan optimalisasi penggunaan sistem administrasi perpajakan elektronik, WP OP dapat meningkatkan kepatuhan, mengurangi kesalahan administratif, dan menciptakan sistem perpajakan yang lebih efektif, efisien, serta berkeadilan bagi semua pihak terkait.

***

Penulis: Claritza Cynthia Putri Vernanda

Editor: Fatikah Rachmadianty