Kartu Kredit di Surabaya, Manfaat Menggoda, Risiko Membayangi

VOKASI NEWS – Saat ini, kartu kredit tak lagi sekadar alat pembayaran, tetapi bagian dari gaya hidup modern masyarakat kota besar seperti Surabaya. Dari kemudahan transaksi nontunai, promo cashback, hingga cicilan ringan manfaat kartu kredit begitu menggoda. Namun, di balik semua itu, ada risiko finansial yang kerap diabaikan. Lalu, bagaimana sebenarnya masyarakat memutuskan untuk menggunakan kartu kredit? Apakah mereka cukup paham risikonya, atau justru tertarik karena keuntungannya?

Surabaya, Kota dengan Transaksi Kartu Kredit Tinggi

Dalam laporan Statistik Sistem Pembayaran dan Infrastruktur Pasar Keuangan (SPIP) 2024, Jawa Timur menempati posisi ketiga tertinggi nasional dalam hal volume transaksi kartu kredit, tepat di bawah DKI Jakarta dan Jawa Barat. Surabaya sebagai ibu kota provinsi menjadi penyumbang dominan. Konsumsi rumah tangga yang menyumbang lebih dari 60% dari total PDRB Surabaya memperlihatkan tingginya tingkat belanja dan aktivitas ekonomi masyarakat kota ini.

Tidak heran, gaya hidup konsumtif masyarakat urban menjadi salah satu faktor pendorong utama pertumbuhan transaksi kartu kredit. Bahkan, Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Surabaya menyebut sektor perdagangan dan reparasi tumbuh pesat, seiring meningkatnya investasi dan aktivitas e-commerce.

Manfaat Membuat Orang Tergoda

Tak bisa dimungkiri, kartu kredit memang menawarkan banyak kemudahan. Cicilan ringan, cashback, poin reward, hingga layanan eksklusif membuat siapa pun mudah jatuh cinta. Bagi masyarakat aktif dengan mobilitas tinggi, kartu ini terasa sangat membantu. Bahkan, tak jarang kartu kredit dijadikan alat pengatur keuangan, cadangan dana darurat, atau cara mengakses promo belanja.

Tapi di balik semua kemudahan itu, timbul pertanyaan penting: apakah masyarakat benar-benar paham cara kerjanya?

Literasi Keuangan Masih Jadi PR

Banyak pengguna kartu kredit tidak benar-benar tahu apa yang terjadi setelah mereka “gesek”. Tidak sedikit yang mengira cukup bayar minimum sudah bebas dari tagihan, atau tidak menyadari bagaimana bunga berjalan menghantam saldo setiap bulan. Celah inilah yang membuat pengguna rawan terjebak dalam utang jangka panjang.

Literasi keuangan bukan hanya soal menabung dan berhemat. Ini soal pemahaman: bagaimana membaca lembar tagihan, mengenali bunga efektif, hingga tahu kapan sebaiknya menggunakan kartu kredit, dan kapan harus menahan diri. Tanpa bekal ini, kartu kredit lebih menyerupai bom waktu daripada alat bantu.

Risiko yang Sering Dianggap Sepele

Kartu kredit juga punya sisi gelap. Tagihan yang membengkak, data yang bocor, hingga godaan belanja impulsif adalah ancaman nyata. Namun, banyak pengguna yang menganggap remeh risiko ini. Mereka merasa selama kartu belum diblokir, semuanya masih terkendali.

Padahal, risiko tidak selalu terlihat di awal. Ketika kartu digunakan berulang kali tanpa strategi pembayaran yang jelas, pengguna mulai kehilangan kendali. Dan pada titik itu, manfaat kartu berubah menjadi beban yang berat.

Saatnya Masyarakat Lebih Kritis

Surabaya yang dikenal sebagai kota metropolitan kedua setelah Jakarta, menyimpan potret nyata bagaimana masyarakat modern menghadapi teknologi finansial. Banyak yang bergerak menggunakan kartu kredit karena promosi, namun belum tentu paham bagaimana mengelolanya.

Itulah mengapa penting bagi masyarakat untuk mulai menilai penggunaan kartu kredit secara lebih kritis. Jangan hanya tergiur manfaat di depan mata, tapi juga pertimbangkan konsekuensi jangka panjangnya.

Manfaat vs Resiko: Siapa yang Menang?

Pertarungan antara manfaat dan resiko terjadi dalam kepala setiap pengguna. Yang satu menawarkan kenyamanan instan, yang lain menuntut kehati-hatian. Di tengah gaya hidup konsumtif masyarakat perkotaan, keputusan untuk menggunakan kartu kredit harus dibuat dengan kesadaran penuh.

Kartu kredit tidak salah. Tapi cara kita menggunakannya bisa menjadi masalah. Jika hanya terpaku pada manfaat, tanpa memperhitungkan resikonya, kita justru mengundang masalah keuangan di masa depan.

Gunakan dengan Kendali

Di tengah pesatnya pertumbuhan penggunaan kartu kredit di Surabaya, artikel ini mengingatkan pentingnya memahami manfaat dan risiko secara seimbang. Literasi keuangan tetap penting, tapi persepsi masyarakat tentang manfaat dan resiko memiliki dampak langsung pada keputusan mereka.

Bagi lembaga keuangan, ini bisa menjadi bahan evaluasi untuk mendesain edukasi literasi yang lebih menyentuh sisi emosional dan sosial. Bagi masyarakat, gesekan kartu kredit bukan sekadar alat pembayaran, tetapi keputusan finansial yang harus disertai perhitungan matang.

Kartu kredit bisa menjadi alat yang cerdas, selama kita yang mengendalikannya bukan sebaliknya. Manfaatnya menggoda, tapi jika tidak dikelola dengan bijak, resikonya siap menjerat. Maka sebelum menggesek kartu untuk kebutuhan berikutnya, pastikan kita paham apa yang sedang kita bayar dan apa yang akan ditanggung bulan depan.

BACA JUGA: [Modifikasi Jin’s 3 Needle Menjadi Akupunktur Efektif Turunkan Ukuran Tubuh Penderita Obesitas]

***

Penulis: Galuh Candrakirana Putrirahayu

Editor: Oky Sapto Mugi Saputro