Dilema Keuangan Generasi Z Antara Kemudahan Pay Later dan Kesadaran Finansial

VOKASI NEWS – Shopee Pay Later menjadi favorit Generasi Z Indonesia karena kemudahan pembayaran, namun fitur ini juga mendorong belanja impulsif dan risiko konsumtif.

Transformasi digital dalam sektor ritel telah menciptakan ekosistem belanja daring yang semakin masif. Di Indonesia, Shopee menjadi platform e-commerce dengan tingkat kunjungan tertinggi pada kuartal akhir 2023, mencapai lebih dari 240 juta kunjungan per bulan. Popularitas ini turut didorong oleh fitur unggulan Shopee Pay Later yang memungkinkan konsumen berbelanja tanpa membayar langsung. Fitur buy now pay later tersebut secara khusus menarik perhatian generasi muda, terutama Generasi Z, yang dikenal sebagai pengguna aktif platform digital. 

Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (2024), nilai transaksi Pay Later mencapai Rp 26,37 triliun hingga Agustus 2024. Mayoritas pengguna berasal dari kelompok usia 18–35 tahun, dengan proporsi pengguna usia 18–25 tahun mencapai 26,5 persen (Kredivo & Katadata Insight Center, 2024). Kemudahan akses dan fleksibilitas pembayaran menjadikan PayLater sebagai solusi praktis dalam bertransaksi. Namun, tren ini juga mengindikasikan pergeseran perilaku ke arah konsumsi yang tidak sepenuhnya rasional.

Shopee Pay Later, Diskon, dan Dorongan Belanja Impulsif

Berbagai penelitian menunjukkan bahwa kemudahan fitur pembayaran, seperti Shopee PayLater, mendorong peningkatan keputusan belanja secara impulsif. Studi empiris yang dilakukan di Kota Madiun menunjukkan bahwa kemudahan penggunaan Shopee Pay Later memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap keputusan belanja Generasi Z, dengan nilai signifikansi 0,004.

Fenomena ini terjadi seiring dengan budaya konsumsi yang berkembang. Hal ini dilihat dari banyak individu terdorong membeli barang demi mengikuti tren media sosial atau karena efek Fear of Missing Out (FOMO). Diskon, promosi waktu terbatas, serta pengaruh konten influencer menjadi pemicu utama pengambilan keputusan tanpa pertimbangan kebutuhan mendesak.

Kecenderungan ini sejalan dengan pendapat Kotler dan Keller (2012:152), yang menyebut bahwa perilaku konsumtif merupakan tindakan membeli berdasarkan keinginan sesaat, bukan kebutuhan riil. Jika tidak dikendalikan, perilaku konsumtif semacam ini berisiko menimbulkan beban keuangan jangka panjang.

Literasi Keuangan: Antara Pengetahuan dan Perilaku

Di tengah pesatnya adopsi Pay Later, kemampuan literasi keuangan menjadi sorotan penting. Survei OECD/INFE (2023) menunjukkan bahwa tingkat literasi keuangan Indonesia masih tergolong rendah. Hal ini dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya, terutama dalam aspek pengetahuan dasar dan sikap terhadap pengelolaan keuangan.

Penelitian yang dilakukan di Kota Madiun juga mengungkap bahwa literasi keuangan memiliki pengaruh signifikan terhadap keputusan belanja, meskipun tidak sepenuhnya mampu menekan perilaku konsumtif. Artinya, pemahaman finansial saja belum cukup jika tidak dibarengi dengan kontrol perilaku dan kebiasaan konsumsi yang sehat.

Meningkatkan literasi keuangan bukan sekadar menyampaikan informasi, melainkan mendorong terbentuknya sikap bijak dalam mengambil keputusan konsumsi. Hal ini mencakup kemampuan mengelola anggaran, memahami konsekuensi dari utang konsumtif, serta memilah antara keinginan dan kebutuhan.

Jalan Tengah: Bijak Berbelanja di Era Digital

Shopee Pay Later dan layanan sejenis bukanlah musuh dalam kehidupan finansial modern. Fitur ini dapat menjadi solusi yang efisien jika digunakan secara tepat. Namun, tanpa kontrol diri dan kesadaran finansial, kemudahan tersebut dapat menjadi jebakan konsumtif yang berujung pada krisis utang.

Di era belanja digital yang kian instan, kedewasaan dalam mengambil keputusan menjadi aset yang tidak kalah penting dibanding fitur teknologi. Edukasi finansial, transparansi platform, dan promosi gaya hidup hemat perlu berjalan seiring. Hal ini agar generasi muda tidak hanya menjadi pengguna aktif teknologi, tetapi juga konsumen yang cerdas dan bertanggung jawab.

BACA JUGA: [Solusi Praktis Atasi Selisih Biaya Gaji pada SP2DK Pajak]

***

Penulis: Lintang Maharani Winarto

Editor: Oky Sapto Mugi Saputro