VOKASI NEWS – Film Ngeri-Ngeri Sedap menyoroti dinamika komunikasi keluarga Batak, pengaruh budaya patriarki, dan pesan moral tentang pentingnya keterbukaan serta saling menghargai.
Film Ngeri-Ngeri Sedap karya Bene Dion Rajagukguk, yang tayang perdana pada 2 Juni 2022, menggambarkan dinamika komunikasi keluarga Batak dengan latar budaya patriarki. Cerita berfokus pada pasangan Pak Domu dan Mak Domu yang memiliki empat anak. Tiga anak laki-laki merantau ke Jawa dan enggan pulang, sedangkan anak perempuan tinggal di rumah. Konflik memuncak ketika orang tua berpura-pura bercerai demi memaksa anak-anak pulang untuk menghadiri acara adat. Keputusan ini memunculkan permasalahan komunikasi yang menyoroti perbedaan harapan, kejujuran, dan keterbukaan antaranggota keluarga.
Dalam film ini, komunikasi keluarga ditampilkan sebagai kunci menjaga keharmonisan. Pak Domu digambarkan dominan dan jarang menunjukkan kasih sayang pada anak laki-laki, sementara anak perempuan lebih mendapat perhatian. Hal ini menciptakan ketidakseimbangan emosional. Perbedaan pandangan antara orang tua dan anak mengenai karier, pasangan hidup, serta tanggung jawab rumah tangga menambah ketegangan. Pola komunikasi yang digunakan cenderung konsensual, tradisional, dan otoriter.
Pengaruh Budaya Batak terhadap Pola Komunikasi
Budaya Batak dalam film ini memperlihatkan sistem patriarki yang menempatkan ayah sebagai pengambil keputusan utama. Ibu lebih sering mengikuti meski memiliki pendapat berbeda, sehingga anak sulit mengungkapkan keinginan atau pandangan yang bertentangan. Hal ini terlihat ketika Domu ingin menikahi gadis Sunda, Gabe memilih menjadi komedian, dan Sahat lebih nyaman tinggal di perantauan. Perbedaan aspirasi ini menegaskan perlunya ruang dialog yang setara antara generasi.
Dalam konteks komunikasi interpersonal, keberhasilan interaksi memerlukan saling pengertian, kepercayaan, dan dukungan emosional. Tokoh Pak Pomo, yang bukan anggota keluarga, menjadi pendengar yang baik bagi Sahat, sehingga menciptakan kenyamanan emosional. Sebaliknya, komunikasi yang mengabaikan kebutuhan emosional dapat melemahkan ikatan keluarga.
[BACA JUGA: ASLS Optimalkan Foot Pressure Distribution pada Kelompok Sedenter]
Pesan Moral dan Relevansi bagi Kehidupan Nyata
Film ini memuat pesan moral bahwa orang tua perlu menjadi pendengar yang baik dan memahami bahwa anak memiliki hak menentukan jalan hidupnya. Keputusan bersama sebaiknya diperoleh melalui diskusi, bukan paksaan atau manipulasi emosional. Hubungan yang sehat dibangun atas dasar kejujuran, pengakuan kesalahan, dan apresiasi terhadap pencapaian anak. Sikap orang tua yang jarang menunjukkan kasih sayang dapat menular pada hubungan antar saudara.
Kisah ini juga menegaskan bahwa menjadi orang tua adalah proses belajar sepanjang hayat. Perubahan zaman menuntut orang tua lebih fleksibel dan adaptif terhadap perbedaan generasi. Dengan komunikasi yang terbuka, jujur, dan saling menghargai, keluarga dapat menciptakan lingkungan yang aman untuk berbagi, berpendapat, dan menyelesaikan masalah bersama.
***
Penulis: M. Anugrah Brilliantsyah