Ketahui Chronic Kidney Disease (Penyakit Gagal Ginjal Kronis) Patologis hingga Manifestasi Klinis

VOKASI NEWS – Penyakit ginjal kronik (CKD) adalah salah satu masalah kesehatan global dengan prevalensi terus meningkat setiap tahunnya. CKD didefinisikan sebagai kerusakan ginjal yang berlangsung lebih dari tiga bulan. Hal ini ditandai adanya kelainan struktur maupun fungsi ginjal yang terdeteksi melalui pemeriksaan laboratorium, pencitraan, atau gejala klinis. Kondisi ini sering tidak disadari pada tahap awal karena gejalanya ringan, namun bila tidak ditangani dapat berkembang menjadi gagal ginjal terminal yang memerlukan dialisis atau transplantasi. Menurut KDIGO (2021), sekitar 10% populasi dunia mengalami CKD, dan di Indonesia angkanya juga meningkat terutama pada usia produktif, sehingga berdampak pada kualitas hidup serta beban ekonomi.

Penyebab utama dari CKD adalah hipertensi dan diabetes melitus, di mana tekanan darah tinggi kronis maupun hiperglikemia merusak glomerulus secara bertahap. Penyebab lain meliputi glomerulonefritis, penyakit ginjal polikistik, penggunaan obat nefrotoksik, obstruksi saluran kemih, hingga faktor usia dan gaya hidup tidak sehat. Faktor risiko tersebut sering kali saling memperberat, sehingga kontrol sejak dini sangat penting untuk mencegah progresivitas penyakit.

BACA JUGA: [Mengenal Histori Plaza Surabaya Melalui Video Storytelling]

Secara patofisiologis, kerusakan nefron pada CKD dapat menyebabkan hiperfiltrasi kompensasi yang justru mempercepat kerusakan glomerulus. Progresi diukur melalui laju filtrasi glomerulus (eGFR), dimana penurunan <15 mL/min/1,73m² menandakan gagal ginjal terminal. Dampaknya mencakup akumulasi toksin (uremia), gangguan elektrolit seperti hiperkalemia, anemia akibat defisiensi eritropoietin, hingga osteodistrofi ginjal karena gangguan metabolisme mineral.

Manifestasi klinis dari penyakit gagal ginjal kronik meliputi kelelahan, mual, edema, hipertensi sulit terkontrol, sesak, pruritus, hingga gangguan mental pada stadium lanjut. Diagnosis ditegakkan melalui pengukuran kreatinin serum, eGFR, urinalisis, elektrolit, hemoglobin, serta pencitraan ginjal.

Manajemen CKD bertujuan untuk memperlambat progresi, mengendalikan gejala, dan mencegah komplikasi. Pendekatannya mencakup modifikasi gaya hidup sehat, terapi obat (ACEi/ARB, diuretik, eritropoietin, pengikat fosfat), serta terapi pengganti ginjal pada stadium akhir. Pencegahan dan monitoring rutin menjadi kunci, terutama pada individu berisiko tinggi. Dengan manajemen komprehensif, pasien gagal ginjal kronik diharapkan dapat mempertahankan kualitas hidup lebih baik dan menekan risiko komplikasi jangka panjang.

***

Penulis: Anissa Nur Yunita

Editor: Puspa Anggun Pertiwi