VOKASI NEWS – Penelitian di Rumah Sakit UBAYA menunjukkan AIR Coil menghasilkan citra MRI lutut lebih jelas dibanding Flex Coil, dengan nilai SNR lebih tinggi dan visualisasi anatomi lebih detail.
Magnetic Resonance Imaging (MRI) menjadi salah satu modalitas pencitraan medis yang penting untuk mendeteksi kelainan pada lutut. Sendi lutut memiliki struktur kompleks yang terdiri dari tulang, ligamen, meniscus, dan tendon. Struktur tersebut rentan mengalami cedera sehingga membutuhkan pencitraan dengan kualitas tinggi agar detail anatomi dapat terlihat jelas.
Salah satu indikator kualitas citra MRI adalah Signal to Noise Ratio (SNR). Nilai SNR dipengaruhi oleh jenis Radiofrequency (RF) Coil yang digunakan. RF Coil berfungsi menerima sinyal dari jaringan tubuh, lalu mengubahnya menjadi citra diagnostik. Perbedaan desain dan teknologi RF Coil memengaruhi hasil kualitas citra, termasuk pada pemeriksaan lutut.
Perbandingan Flex Coil dan AIR Coil
Flex Coil sudah lama digunakan sebagai coil konvensional di berbagai rumah sakit. Fleksibilitas desainnya memungkinkan penyesuaian terhadap anatomi pasien, khususnya pada ekstremitas. Meski praktis, kualitas citra yang dihasilkan masih terbatas.
GE Healthcare kemudian mengembangkan Adaptive Image Receive Coil (AIR Coil) sebagai inovasi terbaru. Teknologi ini lebih fleksibel, sensitif, dan dapat ditempatkan lebih dekat ke anatomi pasien, sehingga meningkatkan efisiensi penerimaan sinyal.
Penelitian di Rumah Sakit UBAYA Surabaya melibatkan 16 pemeriksaan MRI Knee menggunakan AIR Coil dan Flex Coil pada mesin GE Signa Prime 1,5 Tesla. Penilaian dilakukan secara kuantitatif melalui pengukuran SNR, serta secara kualitatif oleh dokter radiologi berdasarkan visualisasi anatomi, ketidaktampakan noise, dan artefak.
Hasil Penelitian: AIR Coil Lebih Unggul
Hasil pengukuran menunjukkan nilai SNR AIR Coil lebih tinggi dibanding Flex Coil. Rata-rata SNR AIR Coil mencapai 65,79 ± 11,93, sedangkan Flex Coil hanya 45,78 ± 12,00. Perbedaan ini signifikan secara statistik berdasarkan uji Paired T-test (p-value 0.000). Waktu pemindaian tetap sama, yaitu 2 menit 30 detik.
Dua dokter radiologi juga menilai AIR Coil unggul pada hampir semua aspek visualisasi anatomi. Struktur tulang, ligamen, meniscus, dan tendon tampak lebih jelas. Rata-rata skor kualitas citra mencapai 3,61 ± 0,81 pada AIR Coil, lebih tinggi dibanding Flex Coil (3,15 ± 0,70). Perbedaan signifikan juga tercatat pada penilaian noise (p-value 0.015) dan artefak (p-value 0.034).
Implikasi bagi Layanan Kesehatan
Temuan ini menegaskan bahwa AIR Coil memberikan kualitas citra lebih baik dalam pemeriksaan MRI lutut. Keunggulan tersebut mendukung diagnosis kelainan lutut yang kompleks, sekaligus memperlihatkan peran penting desain RF Coil dalam teknologi MRI.
[BACA JUGA: Prodi Teknologi Veteriner UNAIR Sukses Gelar Acara Veterinary Technology of Competition (Vetcom)]
Peningkatan kualitas citra melalui AIR Coil menunjukkan bahwa inovasi pencitraan medis tidak hanya bergantung pada kekuatan magnet mesin MRI, tetapi juga perangkat pendukungnya. Dengan pemanfaatan teknologi ini, pemeriksaan lutut diharapkan semakin akurat, efisien, dan nyaman bagi pasien.
***
Penulis: Jamadul Azmi
Pembimbing: Rosy Setiawati, Aisyah Widayani
Editor: Fatikah Rachmadianty