Akankah Artificial Intelligence Merampas Peran Tenaga Kesehatan?

Akankah Artificial Intelligence Merampas Peran Tenaga Kesehatan?_AI

VOKASI NEWS – Kecerdasan buatan (AI) kini banyak digunakan dalam dunia kesehatan, mulai dari diagnosis hingga administrasi rumah sakit. Namun, bisakah AI menggantikan peran tenaga kesehatan?

Peran Artificial Intelligence dalam Pelayanan Kesehatan

Perkembangan teknologi kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI) menjadi topik hangat dalam beberapa tahun terakhir. AI dianggap mampu meningkatkan efektivitas dan efisiensi di berbagai bidang, termasuk sektor jasa seperti pelayanan kesehatan. Secara umum, AI merupakan simulasi kecerdasan manusia yang diterapkan pada sistem komputer atau perangkat lain, sehingga dapat meniru cara berpikir manusia. Menurut H. A. Simon (1987), kecerdasan buatan adalah cabang ilmu yang berkaitan dengan pemrograman komputer untuk melakukan tugas-tugas yang, bagi manusia, dianggap cerdas.

AI bekerja dengan menganalisis data melalui algoritma yang dirancang untuk belajar secara berkelanjutan. Sistem ini mampu menyelesaikan berbagai tugas layaknya manusia, mulai dari pengambilan keputusan hingga prediksi berdasarkan data historis. Hal ini membuat AI banyak diterapkan dalam sektor jasa yang membutuhkan efisiensi tinggi dan respons cepat.

Dalam bidang kesehatan, tenaga medis sering kali dituntut untuk menganalisis informasi secara cepat dan akurat. AI hadir sebagai alat bantu, bukan pengganti, untuk meningkatkan kualitas pelayanan. Contoh konkret adalah IBM Watson, sistem AI yang dapat menganalisis big data untuk memberikan rekomendasi pengobatan kanker berdasarkan profil genetik pasien. Selain membantu diagnosis, AI juga digunakan dalam pengelolaan administrasi rumah sakit, seperti otorisasi asuransi, pencatatan rekam medis, dan penagihan.

AI Tidak Dapat Menggantikan Sentuhan Manusia

Meski AI memiliki kemampuan luar biasa, muncul pertanyaan: apakah AI bisa menggantikan peran tenaga kesehatan sepenuhnya? Inovasi dari Jepang, seperti robot yang mampu berbicara, tertawa, hingga membantu penegakan protokol kesehatan, menunjukkan potensi AI yang terus berkembang. Namun, pelayanan kesehatan tidak hanya mengandalkan kemampuan teknis.

Tenaga kesehatan dituntut memiliki kemampuan komunikasi terapeutik, yakni komunikasi yang memberi rasa aman dan nyaman kepada pasien. Selain itu, empati merupakan aspek penting yang tidak bisa diprogramkan secara utuh ke dalam sistem robotik. Empati adalah kemampuan untuk merasakan dan memahami kondisi emosional pasien, sesuatu yang hanya dimiliki oleh manusia.

Kemungkinan AI suatu saat akan mampu meniru empati atau komunikasi terapeutik memang terbuka. Namun, pengalaman emosional yang dirasakan pasien tetap akan berbeda antara dilayani oleh manusia dan oleh mesin. Kualitas hubungan antara pasien dan tenaga medis sangat menentukan keberhasilan proses penyembuhan, dan ini bukan sesuatu yang mudah digantikan.

[BACA JUGA: Dampak Media Sosial TikTok terhadap Kesehatan Mental Remaja]

Oleh karena itu, AI seharusnya dilihat sebagai alat bantu kolaboratif yang memperkuat kinerja tenaga kesehatan, bukan sebagai ancaman. Integrasi AI dengan tenaga manusia justru akan menciptakan pelayanan yang lebih optimal. Kerja sama antara teknologi dan manusia merupakan kunci utama untuk meningkatkan kualitas layanan kesehatan di masa depan.

***

Penulis: Aliyah Alfita Salsabila

Editor: Fatikah Rachmadianty