Bank dengan ESG Baik, Nilainya Naik! Fakta Menarik dari ASEAN

Aulia Firdaus_Bank dengan ESG Baik, Nilainya Naik! Fakta Menarik dari ASEAN - aulia firdaus

ESG Menjadi Indikator Baru Nilai Bank di Asia Tenggara

Dalam dunia perbankan Asia Tenggara, ukuran keberhasilan sebuah bank tidak lagi semata-mata ditentukan oleh besar kecilnya aset yang dimiliki. Para investor kini mulai menilai lembaga keuangan dari sudut pandang yang lebih luas, yaitu bagaimana institusi tersebut menjaga lingkungan, berkontribusi terhadap masyarakat, serta menerapkan tata kelola yang transparan dan etis. Ketiga elemen tersebut terangkum dalam kerangka Environmental, Social, and Governance (ESG).

Tren selama lima tahun terakhir (2019–2023) menunjukkan bahwa bank dengan skor ESG tinggi cenderung memiliki nilai pasar yang lebih tinggi. Data yang dirilis oleh Bloomberg mengonfirmasi bahwa dari ketiga pilar ESG, aspek tata kelola (governance) merupakan elemen yang paling kokoh diterapkan oleh bank-bank di kawasan ASEAN, dengan skor rata-rata mencapai 80. Sebaliknya, dimensi lingkungan hanya mencatat skor 28 dan aspek sosial berada pada angka 34. Kondisi ini menandakan bahwa masih banyak pekerjaan rumah dalam hal kontribusi sosial dan kepedulian terhadap lingkungan hidup.

Fakta lainnya menunjukkan bahwa ukuran bank tidak selalu sejalan dengan kesuksesan penerapan ESG. Beberapa bank besar hanya unggul dari sisi finansial, namun belum menunjukkan komitmen berarti terhadap keberlanjutan. Di sisi lain, sejumlah bank yang lebih kecil justru mampu mencatatkan skor ESG yang tinggi berkat konsistensi dalam integrasi nilai-nilai keberlanjutan ke dalam strategi bisnis mereka.

Ketimpangan Implementasi ESG di ASEAN dan Respons Investor

Dari perspektif kebijakan, negara-negara anggota ASEAN menunjukkan semangat reformasi yang mulai tumbuh. Singapura, misalnya, telah mewajibkan perusahaan menyusun laporan keberlanjutan sejak tahun 2016. Malaysia mendorong sektor swasta melalui indeks FTSE4Good. Sementara itu, tantangan masih dihadapi oleh negara seperti Myanmar dan Vietnam, yang belum memiliki kesiapan infrastruktur, pelatihan, dan literasi ESG yang memadai. Akibatnya, implementasi kebijakan ini masih belum merata di kawasan.

Sebagian bank memang unggul dalam pelaporan, namun belum banyak yang mampu mengintegrasikan ESG secara menyeluruh dalam model bisnis mereka. Hal ini menjadi sorotan utama di tengah meningkatnya perhatian investor terhadap faktor non-finansial. Saat ini, para investor tidak hanya menilai kinerja dari angka-angka laporan keuangan, tetapi juga mempertimbangkan nilai moral dan etika bisnis dari perusahaan yang mereka dukung.

Bank yang memiliki pendekatan proaktif terhadap ESG terbukti lebih resilien terhadap perubahan regulasi dan tekanan pasar global. Mereka tidak hanya menarik bagi investor jangka panjang, tetapi juga dipandang memiliki fondasi yang kuat untuk bertahan di tengah ketidakpastian ekonomi.

ESG: Pilar Kepercayaan di Era Keuangan Modern

Selama lima tahun terakhir, ESG terbukti bukan sekadar tren sesaat, melainkan arah masa depan industri keuangan. Keberlanjutan telah menjadi faktor krusial dalam menilai kredibilitas dan prospek jangka panjang suatu lembaga keuangan. Dalam konteks ini, nilai sebuah bank kini lebih dari sekadar harga saham atau laporan laba-rugi. Kredibilitas sebuah institusi juga diukur dari kontribusinya terhadap kelestarian lingkungan, kepedulian sosial, serta kualitas tata kelola yang dijalankan.

Dengan meningkatnya kesadaran investor dan publik terhadap keberlanjutan, ESG tidak hanya menjadi alat ukur, tetapi juga aset strategis. Kepercayaan, yang lahir dari komitmen terhadap prinsip ESG, kini menjadi mata uang yang paling berharga di dunia keuangan modern.

Penulis : Aulia Firdaus