VOKASI NEWS – Evaluasi kepatuhan pajak atas hadiah yang tidak dilaporkan oleh PT X, tinjauan atas penerbitan SP2DK.
Dalam sistem perpajakan Indonesia, kepatuhan wajib pajak merupakan fondasi penting dalam menjamin penerimaan negara. Namun, kenyataan di lapangan menunjukkan masih banyak wajib pajak, baik orang pribadi maupun badan, yang belum sepenuhnya memenuhi kewajiban perpajakannya. Hal ini dapat disebabkan oleh kurangnya pemahaman, kelalaian, atau kurangnya ketelitian dalam pencatatan dan pelaporan pajak. Salah satu bentuk pengawasan terhadap potensi ketidakpatuhan tersebut dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak melalui penerbitan SP2DK.
Penanganan SP2DK oleh PT X atas Hadiah yang Tidak Dilaporkan
Contoh kasus pada studi ini membahas kasus penerbitan SP2DK kepada PT X, sebuah perusahaan yang bergerak di bidang perdagangan kertas. Pada tahun 2020, PT X menerima SP2DK dari KPP karena terindikasi menerima hadiah berupa uang tunai dari pihak ketiga yang belum dilaporkan dalam SPT PPh Badan. Hadiah tersebut telah dipotong Pajak Penghasilan Pasal 23 oleh pihak ketiga. Namun tidak dimasukkan dalam laporan keuangan PT X sehingga menyebabkan terjadinya kurang bayar.
Setelah menerima SP2DK, PT X segera melakukan koreksi ulang terhadap laporan keuangan dan SPT Tahunannya. Perusahaan mengakui bahwa penghasilan dari hadiah memang belum dimasukkan karena kelalaian internal dalam proses penyusunan laporan. Menyadari kesalahan tersebut, PT X menyampaikan surat balasan secara tertulis kepada petugas pajak dan segera melakukan pembetulan SPT Tahunan sesuai dengan ketentuan UU KUP Pasal 8 ayat (1) dan (2). Akibat pembetulan ini, PT X membayar pajak kurang bayar sebesar Rp12.143.285. Beserta sanksi administrasi berupa bunga sesuai tarif yang berlaku saat itu, yakni 0,96% berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 25/KM.10/2021.
[BACA JUGA: Konsekuensi Misklasifikasi Pajak Penghasilan SP2DK Studi Kasus dari Firma Optima Solution]
Pentingnya Kepatuhan Perpajakan
Kasus ini menunjukkan bahwa kelalaian dalam pelaporan pajak, meskipun tidak disengaja, tetap berpotensi menimbulkan beban finansial dan risiko pemeriksaan pajak. Namun, tindakan cepat dan kooperatif dari PT X dalam merespons SP2DK mampu mencegah dilakukannya pemeriksaan oleh KPP. Hal ini sejalan dengan prinsip self-assessment dalam sistem perpajakan Indonesia, di mana wajib pajak diberikan kesempatan untuk mengoreksi sendiri kesalahannya sebelum dilakukan pemeriksaan.
Dari kasus ini, dapat disimpulkan bahwa penting bagi perusahaan untuk memiliki sistem pelaporan pajak yang akurat dan diawasi secara berkala. Penghasilan non-operasional seperti hadiah dari pihak ketiga sering kali luput dari perhatian, padahal tetap menjadi objek pajak sesuai dengan ketentuan PPh Pasal 23. Selain itu, hubungan yang baik antara perusahaan dengan konsultan pajak serta komunikasi yang aktif dengan pihak otoritas pajak dapat menjadi kunci untuk menjaga kepatuhan dan menghindari sanksi lebih lanjut.
Sebagai bentuk pencegahan, perusahaan disarankan untuk melakukan evaluasi berkala terhadap seluruh dokumen pajak, meningkatkan kompetensi tim keuangan, dan selalu memastikan seluruh penghasilan, baik operasional maupun non-operasional, tercantum dalam laporan pajak. Respons cepat dan akurat terhadap SP2DK juga menjadi bagian penting dalam menciptakan kepatuhan pajak yang baik serta menghindari pemeriksaan mendalam yang berisiko merugikan perusahaan.
***
Penulis: Silvia Nadika
Editor: Habibah Khaliyah