VOKASI NEWS – Sektor konstruksi memiliki risiko terjadinya kecelakaan kerja paling tinggi dibandingkan dengan sektor lainnya. Bahkan bekerja di ketinggian menduduki posisi pertama yang paling berdampak pada terjadinya kematian. Kecelakaan kerja hingga saat ini menjadi masalah utama yang terus melekat pada dunia kerja karena timbul sesuai dengan adanya bahaya di tempat kerja. Pada sektor konstruksi, produktivitas dan kinerja para pekerja merupakan bagian penting yang didorong oleh keselamatan dan kesehatan kerja.
BACA JUGA: Pengaruh Buku Cerita Bergambar terhadap Inovasi Proses Pengembangan Anak Usia Dini
Akan tetapi, dari 289.000 kasus yang terjadi di Indonesia 32% diantaranya berasal dari sektor konstruksi setiap tahunnya. Kecelakaan kerja yang terjadi di konstruksi dapat terjadi karena Sumber Daya Manusia (SDM) yang kurang memiliki pengetahuan, pemahaman, dan keterampilan. Selain itu juga dapat melalui karakteristik manusia atau faktor individu. Contohnya seperti usia, jenis kelamin, masa kerja, tingkat pendidikan, dan perilaku selama bekerja berpengaruh dengan adanya kecelakaan kerja yang ada di tempat kerja.
Faktor yang Menyebabkan Kecelakaan Kerja di Sektor Konstruksi
Pada konstruksi tentu sering ditemukan adanya kecelakaan kerja ringan yang dialami oleh pekerja seperti tergores, tersayat, tersandung, terpeleset, maupun kemasukan benda asing. Beberapa kecelakaan tersebut juga tidak luput dari faktor individu atau perilaku pekerja itu sendiri selama bekerja. Perilaku pekerja yang telah sesuai dengan peraturan dan pedoman perusahaan tentu memiliki potensi terkena bahaya dan risiko yang kecil untuk mengalami kecelakaan kerja.
Terutama bagi pekerjaan pada tahapan perencanaan di sektor konstruksi yang memiliki risiko cukup tinggi. Contohnya seperti pekerjaan pembesian dan pekerjaan struktur. Kedua pekerjaan tersebut termasuk pekerjaan bekerja dalam ketinggian dan berperan penting dalam pembuatan rangka pembangunan gedung maupun pabrik. Sehingga diperlukan analisis khusus mengenai faktor individu pekerja tersebut yang berpengaruh terhadap terjadinya kecelakaan kerja.
Dari empat faktor individu (usia, tingkat pendidikan, masa kerja, dan perilaku tidak aman) yang dianalisis untuk mencari adanya hubungan dengan kejadian kecelakaan kerja, ditemukan terdapat dua faktor individu yang saling berhubungan dengan terjadinya kecelakaan kerja yaitu masa kerja dan perilaku tidak aman (unsafe action). Masa kerja mempengaruhi terjadinya kecelakaan kerja. Hal tersebut terjadi karena pekerja dengan masa kerja lama dipengaruhi oleh waktu yang mana semakin lama bekerja maka semakin banyak juga potensi bahaya tinggi yang akan dihadapi.
Berbeda dengan pekerja dengan masa kerja baru yang selama bekerja kemungkinan belum pernah menghadapi suatu bahaya yang tinggi. Akan tetapi, tidak menolak kemungkinan juga pekerja dengan masa kerja lama sering menyepelekan bahaya yang ada di tempat kerja. Hal tersebut dapat terjadi karena merasa telah terbiasa melakukan kegiatan setiap harinya dalam keadaan aman. Selain itu juga bisa karena menganggap bahwa APD (Alat Pelindung Diri) hanya alat yang bisa mengganggu efektifitas suatu pekerjaan.
Perilaku Tidak Aman Penyebab Kecelakaan Kerja
Selanjutnya, untuk perilaku tidak aman (unsafe action) juga merupakan faktor penyebab yang sering ditemukan hingga menyebabkan terjadinya kecelakaan kerja dengan memberikan dampak pada diri sendiri maupun orang lain. Pada sektor konstruksi banyak ditemukan pekerja yang melenceng atau melakukan perilaku tidak aman (unsafe condition) selama bekerja. Adapun contoh perilaku tidak aman yang kerap terjadi sebagai berikut:
- Bercanda dengan pekerja lain,
- Merokok saat bekerja,
- Menggunakan APD tidak layak pakai dan tidak sesuai,
- Bekerja dengan tergesa-gesa,
- Tidak fokus atau dalam keadaan mengantuk,
- Meninggalkan peralatan masih dalam keadaan menyala dan tergeletak sembarangan,
- Membuang sampah sembarangan, dan
- Bekerja tanpa adanya prosedur yang benar.
Setelah mengetahui faktor individu yang dapat mempengaruhi terjadinya kecelakaan kerja, perusahaan wajib memberikan adanya upaya pencegahan. Contohnya seperti meningkatkan pengawasan secara menyeluruh kepada pekerja dan dilakukan secara rata baik pekerja dengan masa kerja baru maupun pekerja dengan masa kerja lama. Lalu, mengadakan sosialisasi K3 bagi seluruh pekerja yang mana sosialisasi dapat dilakukan melalui Tool Box Meeting dan Safety Morning. Namun juga bisa melalui Safety Induction dengan menjabarkan kembali mengenai bahaya, peraturan, dan tindakan yang harus dilakukan di tempat kerja.
Selanjutnya, memberlakukan sistem reward dan punishment mengenai kepatuhan pekerja dalam berperilaku yang sesuai dengan peraturan yang berlaku. Terakhir, memberikan pelatihan K3 kepada seluruh pekerja dengan fokus utama mengajarkan mengenai pentingnya penggunaan alat keselamatan yang sesuai dan menjelaskan prosedur kerja yang aman sesuai pedoman untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja.
***
Penulis: Rosalin Angely Trinita Bessy
Editor: Puspa Anggun Pertiwi