VOKASI NEWS – Mengasuh anak berkebutuhan khusus menjadi tantangan tersendiri bagi orang tua yang sering kali menghadapi stres akibat kebutuhan perhatian yang lebih besar.
Menurut Rahayu (2024), kehadiran anak berkebutuhan khusus (ABK) sangat merepotkan orang tua. Hal ini terjadi akibat adanya tuntutan ibu untuk dapat memperhatikan ABK sepanjang hari. Hal tersebut karena ABK memiliki sifat yang dependen atau bergantung kepada orang lain terutama pada orang tua (Syah Roni, 2022). Alasan tersebut relevan dengan gejala anak penyandang disabilitas yang mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental, atau sensorik dalam jangka waktu lama.
Anak dengan kebutuhan ini cenderung mengalami hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasi dengan orang lain disekitarnya. Sehingga, sepanjang hari orang tua dengan ABK diliputi perasaan stres. Anak berkebutuhan khusus ialah anak yang memiliki suatu kondisi yang berbeda dibanding anak-anak lain pada umumnya. Perbedaan tersebut dapat berupa kekurangan maupun kelebihan terkait tumbuh kembang anak yang berkaitan dengan intelegensi, inderawi, maupun anggota gerak (Khairun Nisa et al., 2018).
BACA JUGA: [Strategi Komunikasi Pemasaran Efektif dalam Mengenalkan Identitas Merek Baru melalui Instagram]
Stres dapat diartikan sebagai respon yang tidak spesifik dari dalam tubuh terhadap tuntutan yang diterimanya dalam kehidupan sehari-hari yang tidak dapat dihindari saat seseorang tersebut mengalaminya (Murharyati et al., 2021). Jenis stres yang dialami orang tua akibat mengasuh anak disebut dengan stres pengasuhan. Stres pengasuhan adalah dimana kondisi aversif psikologis dan reaksi fisiologis yang muncul dari serangkaian situasi penuh tekanan pada pelaksa.
Prevalensi Stress pada Orang Tua dengan Anak Berkebutuhan Khusus
World Health Organization (WHO) memperkirakan ada sekitar 1,3 miliar penyandang disabilitas di seluruh dunia. Orang tua dengan anak gangguan perkembangan mental (tunagrahita) menunjukkan tingkat kemarahan dan stres sebanyak 44% lebih tinggi. Hal tersebut dibandingkan dengan orang tua dengan anak berkebutuhan tanpa gangguan perkembangan, yaitu sebanyak 12% dan orang tua dengan anak normal sebanyak 11%.
Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei 2024 di SLB Negeri Cerme Gresik dengan mengatakan teknik purposive sampling. Sampel penelitian yang digunakan yaitu 54 ibu dengan anak berkebutuhan yang bersekolah di SLB Negeri Cerme Gresik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar tingkat stres pada ibu ABK adalah stres sedang sebanyak 35 responden (64,8%). Sebagian kecil tingkat stres pada ibu anak berkebutuhan khusus adalah stres berat sebanyak 1 responden (1,9%). Jadi dapat disimpulkan bahwa tingkat stres yang dialami ibu anak berkebutuhan khusus di SLB Negeri Cerme Gresik sebagian besar ibu yang memiliki anak berkebutuhan mengalami stres sedang.
***
Penulis : Nafisah Amatullah
Editor: Puspa Anggun Pertiwi