VOKASI NEWS – Diabetes Melitus atau DM merupakan penyakit metabolik yang terjadi karena meningkatnya kadar glukosa di dalam darah manusia. Penyakit ini terjadi karena gangguan pada kerja sel beta pankreas dan terjadinya resistensi pada hormon insulin. Selain itu, Penderita DM juga mengalami gangguan pada metabolisme lemak/lipid atau dislipidemia. Dislipidemia berkaitan dengan peningkatan pada kadar Trigliserida (TG) dan Low-density lipoprotein (LDL), serta terjadinya penurunan pada High-density lipoprotein (HDL). Berdasarkan data dari International Diabetes Federation (IDF) pada tahun 2021 menyatakan bahwa sebanyak 537 juta masyarakat dengan rentang usia 20-79 tahun hidup dengan menyandang penyakit DM. Indonesia menempati peringkat kelima kasus DM setelah Tiongkok, India, Pakistan, dan Amerika Serikat. Pada tahun 2021, jumlah penduduk Indonesia yang menderita DM sekitar 19,47 juta (Arfania dkk, 2022). Kasus DM menurut Dinkes Jatim pada tahun 2022 di daerah jawa timur sebanyak 863.686 penduduk.
HbA1c dan Triasilgliserol pada Pasien Diabetes Melitus
Hemoglobin A1c atau HbA1c merupakan pemeriksaan yang dilakukan untuk menegakkan diagnosis pasien diabetes melitus. Nilai tes ini digunakan untuk mengetahui kontrol glukosa darah pasien apakah dapat terkontrol dengan baik atau tidak. HbA1c ini menggambarkan kadar glukosa darah selama 90-120 hari atau selama 2 hingga 3 bulan yang lalu. Tak hanya itu saja, biasanya pada pasien diabetes melitus juga dilakukan pemeriksaan kimia klinik, yang meliputi pemeriksaan TG, HDL, LDL, dan Kolesterol Total. Hal ini dikarenakan pada penderita diabetes melitus mengakibatkan terjadinya obesitas dan apabila terjadi komplikasi maka diperlukan tes laboratorium lainnya. Pada penelitian ini, hanya menggunakan kadar TG untuk dilakukan penelitian. Triasilgliserol atau biasa disebut Trigliserida (TG) merupakan jenis lipid yang berada di dalam darah dan organ tubuh. Trigliserida dibentuk oleh lemak dan gliserol yang terdapat pada makanan yang dikonsumsi oleh manusia secara berlebihan.
Proses analisis data ini dilakukan selama 2 bulan, yakni di bulan april dan mei tahun 2024 dengan menggunakan data sekunder pasien DM dari Laboratorium Patologi Klinik di Rumah Sakit Umum Daerah Haji Surabaya. Penelitian ini telah dinyatakan lulus uji laik etik oleh RSUD Haji pada tanggal 30 april 2024. Jumlah sampel yang digunakan sebanyak 100 sampel dari 180 sampel yang dilakukan pemilihan secara acak menggunakan simple random sampling. Kemudian, data tersebut dilakukan analisis deskriptif untuk mengetahui gambaran karakteristik usia, jenis kelamin, kadar HbA1c, dan kadar Trigliserida, kemudian dilakukan uji normalitas Kolmogorov-Smirnov dan uji korelasi spearman.
Hasil Analisis
Berdasarkan hasil analisis, rata-rata kadar HbA1c sebesar 9,5% dan rata-rata trigliserida yakni 210,74 mg/dL. Rata-rata berdasarkan usia tertinggi berada di rentang usia 26-35 tahun dengan nilai rata-rata HbA1c 10,9% dan rentang usia 36-45 tahun dengan rata-rata nilai HbA1c 10,8%. Rata-rata TG tertinggi pada usia 56-65 dengan nilai 223,4 mg/dL. Sedangkan, untuk nilai rata-rata kadar HbA1c dengan Trigliserida baik pada laki-laki maupun perempuan tidak jauh berbeda. Hal ini dikarenakan pada penelitian ini tidak ditinjau dari beberapa hal seperti tidak dibedakan antara kadar HbA1c yang terkontrol dan tidak terkontrol, indeks masa tubuh pasien, konsumsi insulin dan obat-obatan penurun lemak.
Selanjutnya, dilakukan uji normalitas Kolmogorov-Smirnov dan didapatkan hasil nilai nilai sign 0,001 dan untuk sampel Trigliserida menunjukkan nilai sign 0,000041. Nilai kedua angka tersebut menunjukkan nilai p-value <0,05 sehingga berdasarkan pembacaan interpretasi hasil Uji Kolmogorov-Smirnov bahwa data HbA1c dan Trigliserida ini tidak berdistribusi normal. Dengan demikian, data ini dapat dilanjutkan dengan menggunakan uji korelasi spearman untuk mengetahui hubungan antara kadar HbA1c dengan Trigliserida. Namun, setelah dilakukan uji korelasi spearman, didapatkan hasil bahwa nilai signifikansi 0,157 yang berarti nilai p-value > 0,05. Nilai koefisien korelasi (r) bernilai positif yakni 0,143 dan jika dilihat pada tabel derajat hubungan, menunjukkan hubungannya yang sangat lemah karena berada di antara rentang 0,00 – 0,199.
Berdasarkan hasil tersebut , dapat diartikan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara kadar HbA1c dengan Trigliserida. Hal ini dikarenakan HbA1c dapat dipengaruhi oleh faktor lainnya seperti genetik, kehamilan, asupan serat, asupan energi, dan aktivitas fisik pada pasien. Sedangkan, faktor-faktor yang tidak terkontrol terhadap kadar TG seperti pola makan pada penderita, aktivitas fisik berupa olahraga, obat-obatan yang dikonsumsi oleh pasien, berat badan pasien (obesitas), dan konsumsi alkohol serta merokok.***
Penulis: Nikmah Ummi Amalia
Editor: Galuh Candrawati