VOKASI NEWS – Mengetahui mekanisme koping sebagai solusi dalam mengatasi dan menghadapi depresi yang dialami remaja.
Pernyataan (Saam, 2012) menyatakan penyebab utama terjadinya depresi merupakan kurang baik atau runtuhnya pertahanan diri yang dimiliki remaja. Menurut (fitriani, 2023) anak remaja memiliki perasaan terbebani seperti mengalami kegagalan dalam menempuh pendidikannya. Adanya perubahan tubuh yang diakibatkan hormon pertumbuhannya serta remaja mengalami kegagalan dalam pencarian jati diri. Adapun masalah pertemanan bullying akan membuat perasaan frustasi bagi remaja hingga berdampak pada kondisi depresi pada remaja (Thapar,dkk, 2012). Hormon pada remaja menunjukkan bahwa secara langsung mempengaruhi cara kerja kimia pada otak yang dapat mengontrol emosi dan suasana hati seseorang kemudian mempengaruhi kemunculan gejala depresi (Marela,2017).
Maka dari itu, remaja hendaknya mempunyai mekanisme koping yang adaptif sebagai solusi dalam penyelesaian masalah. Hal tersebut dapat mengarahkan remaja pada penyelesaian masalah dengan menyusun perencanaan, mencari solusi serta mencari pertolongan orang lain (Wea et al., 2018). Sedangkan pada remaja yang menggunakan mekanisme koping mal adaptif, mengakibatkan remaja tidak mampu mengontrol stress, tidak fokus pada solusi penyelesaian masalah. Contohnya remaja mengkonsumsi alkohol, merokok, mengurung di kamar, hingga menjadi depresi (Agustin et al., 2022) .
Apa itu Mekanisme Koping?
Mekanisme koping merupakan tindakan yang dilakukan individu dalam menghadapi permasalahan, proses beradaptasi, serta memberikan respon ketika berada dalam keadaan yang terancam (Keliat, 1999). Menurut Stuart (2012) terdapat dua jenis mekanisme koping yaitu
- Mekanisme Koping adaptif
Jenis mekanisme ini menunjang fungsi belajar, integrasi, untuk tercapainya tujuan, serta cara menyelesaikan masalah dengan efektif
- Mekanisme Koping Mal Adaptif
Mekanisme ini menghalangi fungsi integrasi, otonomi, serta penguasaan lingkungan sekitar. Contohnya seperti menghindar, over work, marah-marah, mudah tersinggung, makan berlebihan atau bahkan tidak makan. Selain itu juga melakukan perilaku yang menyimpang, tidak berusaha menyelesaikan masalah, dan menarik diri.
Adapun tingkatan depresi berdasarkan pendapat Kusumanto (2010), depresi terbagi atas tiga tingkatan yakni
- Depresi ringan
Gejala gangguan yang sifatnya sementara dan dapat ditandai dengan ketidaknyamanan, perubahan proses mental dalam interaksi sosial, dan rasa pedih.
- Depresi sedang
Gejala gangguan yang berjalan paling cepat 2 minggu dan dapat ditandai dengan rasa kesal, cemas, sering menangis, murung, dan marah.
- Depresi berat.
Gangguan yang berjalan paling cepat 2 minggu dan dapat ditandai dengan diam dalam waktu yang berkepanjangan, hiperaktif yang tidak terduga, kurangnya perawatan diri, tidak nafsu makan dan minum, menarik diri, dan kurangnya kepedulian terhadap lingkungan sekitar.
Skala kejadian Depresi pada Remaja
Menurut World Health Organization mencatat bahwa tahun 2019 sekitar 280 juta orang hidup dengan depresi, termasuk 23 juta anak-anak dan remaja mengalami depresi. Menurut Indonesia-National Adolescent Mental Health survey 2022 menunjukkan data remaja sebanyak 15,5 juta (34,9%) menderita gangguan kesehatan mental. Data Riskesdas 2018 bahwa situasi Kesehatan jiwa di jawa timur penduduk usia >15 tahun menunjukkan angka 1 juta mengalami depresi. Sedangkan dari data RSU Dr Soetomo kota Surabaya menunjukkan bahwa 27 remaja mengalami depresi pada tahun 2007 (Reyza, 2012).
BACA JUGA: Menerapkan Kebiasaan Berolahraga Guna Memperbaiki Kualitas Tidur Yang Lebih Baik
Metode dan Hasil Penelitian Mahasiswa
Metode penelitian ini menggunakan penelitian kuantitatif dengan pendekatan cross sectional merupakan pelaksanaan pengukuran observasi selama satu kali dalam satu waktu terhadap data variabel independen dan dependen (Nursalam,2020). Penelitian ini dilakukan di SMK Unitomo Surabaya pada bulan April hingga Mei tahun 2024. Populasi penelitian ini adalah siswa-siswi remaja yang bersekolah di SMK Unitomo Surabaya dengan jumlah 200 siswa. Sampel penelitian ini memanfaatkan teknik total sampling sehingga dapat mengambil seluruh populasi yakni 200 siswa remaja.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan menunjukkan hasil dari Uji Chi-square yang menggunakan SPPSS versi 16. Bahwa dari 200 responden, 177 responden siswa remaja menggunakan mekanisme koping yang Adaptif diantaranya remaja tidak mengalami depresi sebanyak 128 (72,3%) responden, namun sebagian kecil mengalami depresi ringan mencapai 36 (20,3%) responden. Sedangkan terdapat 23 responden masih menggunakan mekanisme koping Mal adaptif diantaranya remaja mengalami depresi sedang sebanyak 12 (52,2%) responden, serta sebagian kecil depresi ringan 6 (26,1%) responden.
Hasil analisis menunjukkan bahwa koefisien proporsi sebesar 0,000 dan r = 0,517. Dengan demikian p = 0,000 adalah lebih rendah dibandingkan dengan taraf α = 0,05 (p < 0,05), untuk hasil analisis coefficient contingency menunjukkan 0,517 yang berarti koefisien memiliki tingkat hubungan antar variabel yang kuat. Hal ini berarti hipotesis (H1) diterima, yaitu adanya hubungan Mekanisme Koping dengan Tingkat Depresi pada Remaja di SMK Unitomo Surabaya, 2024.
***
Penulis: Nur Nabilah Febriyanti
Editor: Puspa Anggun Pertiwi