Hyperostosis Meningioma Identifier: Inovasi Deep Learning untuk Deteksi Otomatis Citra MRI Otak

Hyperostosis Meningioma Identifier: Inovasi Deep Learning untuk Deteksi Otomatis Citra MRI Otak_Dokumen Isrimewa

VOKASI NEWS – Aplikasi Hyperostosis Meningioma Identifier berbasis deep learning memudahkan deteksi otomatis citra MRI otak dengan akurasi tinggi.

Meningioma merupakan jenis tumor yang tumbuh dari meninges, selaput pelindung otak dan sumsum tulang belakang. Dalam beberapa kasus, meningioma dapat menyebabkan hyperostosis, yaitu kondisi penebalan tulang di sekitar tumor. Hal ini bisa terjadi sebagai respons terhadap pembentukan tumor, baik dengan maupun tanpa invasi ke jaringan tulang. Pada kasus ini sangat penting dilakukan diagnosis dini untuk menghindari komplikasi lebih lanjut.

Salah satunya melakukan pemeriksaan MRI, karena memiliki tingkat sensitivitas yang sangat tinggi, sehingga memberikan informasi yang lebih baik dalam menghasilkan gambaran soft tissue tumor. Namun demikian, ahli radiologi dan bedah saraf seringkali kesulitan dalam mendeteksi terjadinya hyperostosis pada gambaran meningioma. Hal ini disebabkan karena perbedaan intensitas gambaran yang tidak begitu kontras antara gambaran hyperostosis dengan meningioma

Pengembangan Aplikasi Deteksi Otomatis Berbasis Deep Learning

Pengembangan sistem cerdas sebagai image prosesing sangat diperlukan untuk mendukung analisis citra medis secara otomatis. Deep learning hadir sebagai solusi pengolahan citra digital yang meniru cara kerja otak manusia dalam mengenali objek, sehingga mampu melakukan analisis citra medis secara lebih efisien. Fokus utama saat ini adalah bagaimana mengaplikasikan deep learning yang dapat digunakan kembali. Berangkat dari tantangan itu, sekelompok peneliti mengembangkan sebuah aplikasi berbasis web yang mampu mendeteksi hyperostosis meningioma secara otomatis. Dengan mengintegrasikan deep learning berbasis U-Net, aplikasi ini mampu mengidentifikasi area yang dicurigai sebagai hyperostosis pada citra MRI brain

Menariknya, aplikasi ini dibangun menggunakan Visual Studio Code dengan bahasa pemrograman JavaScript, lengkap dengan tampilan antarmuka yang userfriendly dan responsif. Yang tak kalah penting adalah keterkaitan erat antara user interface dan user experience. Antarmuka yang menarik tanpa pengalaman pengguna yang baik dapat membuat aplikasi sulit digunakan.

Dalam pengujiannya, sepuluh orang pengguna diminta mencoba semua fitur aplikasi, mulai dari login, unggah citra MRI, hingga mendapatkan hasil prediksi. Hasilnya? Semua fitur berjalan sesuai harapan. Aplikasi bahkan mampu mendeteksi citra dengan akurasi tinggi meski masih ada tantangan, seperti hasil prediksi yang terkadang kurang fokus dan sedikit meluas di luar target.

[BACA JUGA: Seduhan Daun Pegagan Turunkan Tekanan Darah pada Perempuan Hipertensi]

Peningkatan Kualitas Citra dan Manfaat Diagnostik AI

Tak hanya soal deteksi, kualitas citra hasil prediksi juga diuji secara objektif. Nilai signal to noise ratio (SNR) dan contrast to noise ratio (CNR) dari citra hasil prediksi menunjukkan kualitas citra lebih tinggi dibanding citra aslinya. Hal ini terlihat dari Nilai SNR meningkat dari 37,5 menjadi 48, sementara CNR melonjak dari 7 menjadi 14,6 pada citra hasil prediksi. Peningkatan ini mencerminkan efektivitas penerapan model deep learning dalam meningkatkan kualitas visual citra medis. Deep learning memiliki kemampuan dalam memperbaiki kualitas citra input dengan cara memulihkan detail struktural halus dan mengurangi gangguan akibat noise melalui proses denoising dan filtering tanpa menghilangkan detail dari struktur jaringan. Uji statistik Wilcoxon juga membuktikan bahwa terdapat perbedaan kualitas citra antara citra hasil prediksi dengan citra aslinya.

Aplikasi ini membuktikan bahwa teknologi kecerdasan buatan dapat membantu dalam proses diagnosis hyperostosis meningioma yang lebih cepat dan objektif. Meski masih perlu penyempurnaan, langkah ini merupakan bagian penting menuju masa depan deteksi penyakit berbasis AI yang bisa diakses dari mana saja.

***

Penulis: Sintia Dwi Anggraeni

Editro: Habibah Khaliyah