IDX SRI-Kehati: Investasi Berkelanjutan, Tapi Bagaimana dengan Dividennya?

IDX Sri Kehati: Investasi Berkelanjutan, Tapi Bagaimana dengan Dividennya?_Canva

VOKASI NEWS – IDX Sri Kehati dikenal sebagai indeks investasi berkelanjutan, tapi bagaimana dengan dividennya?

Seiring meningkatnya kesadaran akan keberlanjutan, investor kini tidak hanya mempertimbangkan keuntungan finansial, tetapi juga tanggung jawab sosial dan lingkungan dari perusahaan tempat mereka menanamkan modal. Indeks IDX SRI KEHATI hadir sebagai tolok ukur penting bagi investor yang ingin berinvestasi secara berkelanjutan di pasar modal Indonesia. Indeks ini terdiri dari perusahaan-perusahaan yang dinilai unggul dalam aspek Lingkungan, Sosial, dan Tata Kelola (LST).

Di tengah tren ini, kebijakan dividen menjadi salah satu indikator penting yang mencerminkan komitmen perusahaan terhadap pemegang saham. Dividen Payout Ratio (DPR) sebagai ukuran besarnya laba yang dibagikan kepada investor menjadi pusat perhatian dalam analisis terhadap perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam IDX SRI KEHATI.

Penelitian ini menganalisis 25 perusahaan dalam Indeks IDX SRI KEHATI selama periode 2020–2023. Pendekatan yang digunakan bersifat kuantitatif dengan metode regresi data panel. Fokus utama analisis adalah melihat pengaruh enam faktor terhadap kebijakan dividen. Faktor-faktor tersebut meliputi struktur modal (Debt to Equity Ratio/DER), profitabilitas (Return on Assets/ROA), Free Cash Flow (FCF), kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, dan pertumbuhan perusahaan.

Temuan dan Implikasi Bagi Investor

Pemilihan Indeks IDX SRI KEHATI bukan tanpa alasan. Selain menjadi pionir indeks berbasis ESG di Indonesia, indeks ini menunjukkan kinerja yang menjanjikan. Data historis menunjukkan bahwa pada periode 2019–2024, indeks ini mencatat rata-rata return tahunan sebesar 12%. Angka ini lebih tinggi dibanding IHSG yang hanya mencapai 8%. Namun, pada tahun 2024, indeks ini justru turun sebesar 13,26%. Hal ini menunjukkan bahwa kinerja berkelanjutan belum tentu menjamin stabilitas finansial dalam jangka pendek.

Dari sisi dividen, hanya 9 dari 25 perusahaan yang secara konsisten membagikan dividen sepanjang periode penelitian. Sisanya mengalami fluktuasi bahkan tidak membagikan dividen di tahun tertentu. Contohnya, PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk (INTP) dan PT United Tractors Tbk (UNTR) tercatat mengalami penurunan nilai dividen yang signifikan, yang dipengaruhi oleh menurunnya laba bersih dan meningkatnya biaya operasional. Di sisi lain, PT Bank Tabungan Negara (BBTN) dan PT Jasa Marga (JSMR) sempat tidak membagikan dividen sama sekali pada tahun-tahun tertentu karena kebutuhan penguatan modal dan ekspansi.

Hasil analisis dalam penelitian ini menunjukkan bahwa hanya profitabilitas (ROA) yang terbukti berpengaruh positif dan signifikan terhadap kebijakan dividen. Artinya, perusahaan dengan kemampuan menghasilkan laba yang tinggi dari asetnya lebih cenderung membagikan dividen dalam jumlah besar kepada pemegang saham. Temuan ini sejalan dengan teori keagenan yang menyatakan bahwa laba bersih tinggi memberi ruang bagi manajemen untuk meningkatkan kesejahteraan pemegang saham melalui pembagian dividen.

Sementara itu, faktor kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional justru menunjukkan pengaruh negatif signifikan terhadap kebijakan dividen. Hal ini mengindikasikan bahwa semakin besar porsi saham yang dimiliki oleh manajer atau institusi, maka kecenderungan perusahaan untuk menahan laba dan tidak membagikan dividen justru meningkat. Diduga, pemilik saham mayoritas ini lebih fokus pada pertumbuhan jangka panjang atau efisiensi internal ketimbang pembagian laba langsung.

Kesimpulan

Menariknya, tiga variabel lain yaitu struktur modal (DER), free cash flow (FCF), dan pertumbuhan perusahaan tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap kebijakan dividen. Padahal secara teori, perusahaan dengan free cash flow (FCF) tinggi seharusnya lebih fleksibel dalam membagikan laba, dan pertumbuhan tinggi biasanya menekan distribusi dividen. Namun, hasil ini menunjukkan bahwa dalam konteks perusahaan berorientasi ESG, faktor-faktor keuangan tersebut bukanlah satu-satunya penentu utama dalam kebijakan dividen.

[BACA JUGA: Konsekuensi Misklasifikasi Pajak Penghasilan SP2DK Studi Kasus dari Firma Optima Solution]

Penelitian ini menegaskan bahwa kinerja keuangan internal, khususnya profitabilitas, masih menjadi faktor utama dalam pembagian dividen. Hal ini berlaku bahkan dalam konteks investasi berkelanjutan. Bagi investor yang ingin berinvestasi secara bertanggung jawab dan tetap memperoleh dividen, hasil penelitian ini memberi wawasan strategis dalam memilih saham berbasis ESG.

***

Penulis: Marshanda Ajeng Hera Saputri

Pembimbing: Eka Lestari Hafqi Putri

Program Studi: D4 Perbankan dan Keuangan

Editor: Fatikah Rachmadianty