Implementasi PSAK 46 dalam Akuntansi Pajak Tangguhan

Implementasi PSAK 46 dalam Akuntansi Pajak Tangguhan_Canva

VOKASI NEWS – Ketahui pentingnya perlakuan akuntansi pajak tangguhan menurut PSAK 46 penting untuk memastikan transparansi laporan keuangan perusahaan.

Dalam era globalisasi ekonomi yang semakin kompleks, perusahaan di Indonesia menghadapi tantangan besar dalam menyajikan laporan keuangan yang akurat dan transparan. Salah satu aspek krusial yang sering menjadi perhatian adalah perlakuan akuntansi pajak tangguhan. Hal ini diatur dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 46.

Konsep Pajak Tangguhan dalam PSAK 46

PSAK 46 memiliki tujuan utama sebagai acuan untuk mengatur akuntansi terkait pajak penghasilan termasuk mengenai pajak tangguhan. Pajak tangguhan merupakan konsekuensi pajak yang muncul akibat perbedaan temporer. Salah satunya yaitu nilai tercatat aset dan liabilitas dalam laporan keuangan dengan dasar pengenaan pajaknya. Menurut PSAK 46, perbedaan ini dapat dikategorikan menjadi dua jenis:

  1. Perbedaan tetap (Permanent Differences):

Perbedaan yang bersifat permanen dan tidak akan menimbulkan konsekuensi pajak di masa depan. Contohnya adalah pendapatan yang tidak termasuk objek pajak menurut ketentuan perpajakan.

  1. Perbedaan Temporer (Temporary Differences)

Perbedaan yang akan berimplikasi pada kewajiban pajak di masa mendatang. Perbedaan ini menghasilkan konsep pajak tangguhan yang terdiri dari:

  1. Aset pajak tangguhan: Manfaat pajak yang dapat direalisasikan pada periode mendatang.
  2. Liabilitas Pajak Tangguhan: Pajak yang akan dibayarkan di masa depan.

Pengakuan dan Pengukuran Pajak Tangguhan

Pengakuan ini terjadi bersamaan dengan pengakuan transaksi atau peristiwa yang menimbulkan perbedaan temporer tersebut. Hal ini dapat terjadi pada saat penyusunan laporan keuangan ketika terdapat perbedaan antara laba komersial dan laba pajak. Pada saat terjadinya transaksi yang akan menimbulkan konsekuensi pajak di masa mendatang, maupun pada setiap tanggal pelaporan untuk menilai kembali dan menyesuaikan saldo pajak tangguhan

Berdasarkan PSAK 46 paragraf 30, pengukuran terhadap pajak yang ditangguhkan dilakukan dengan menggunakan tarif yang akan berlaku di masa yang akan datang. Tarif pajak yang digunakan untuk menentukan kewajiban dan aset pajak tangguhan harus sama dengan tarif pajak yang berlaku pada periode ketika kewajiban tersebut dibayarkan atau aset tersebut direalisasikan. Menurut Undang-Undang No.7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, tarif pajak yang saat ini berlaku adalah sebesar 22% yang akan berlaku mulai tahun pajak 2022.

Penyajian Pajak Tangguhan

Penyajian pajak ini sesuai dengan PSAK 46 aset serta kewajiban pajak tangguhan yang ditangguhkan wajib disajikan secara terpisah dari pajak kini, serta harus ditempatkan dalam kategori aset tidak lancar di neraca, bukan sebagai aset lancar. Selain itu, dalam laporan laba rugi, beban atau pendapatan dari pajak juga harus ditampilkan secara terpisah dari beban pajak periode berjalan. Tujuan pemisahan ini adalah untuk memberikan gambaran yang lebih transparan kepada pengguna laporan keuangan mengenai dampak pajak yang akan terjadi di kemudian hari, sehingga merekaa dapat membuat analisis dan keputusan yang lebih tepat berdasarkan informasi yang disajikan.

Pengungkapan Pajak Menurut PSAK 46

Perusahaan harus mengungkapkan elemen utama beban (penghasilan) pajak secara terpisah dalam laporan laba rugi atau dalam catatan atas laporan keuangan. Pengungkapan ini juga harus mencakup penjelasan mengenai hubungan beban atau penghasilan pajak berkorelasi dengan laba akuntansi, selain menyatakan tarif pajak yang relevan. Berikut ini merupakan beberapa komponen beban (penghasilan) pajak yang harus diungkapkan:

  1. Beban atau penghasilan pajak kini.
  2. Beban atau penghasilan pajak tangguhan yang terkait dengan munculnya  perbedaan temporer.
  3. Beban atau penghasilan pajak yang berkaitan dengan tarif pajak sesuai dengan Undang-Undang Perpajakan.
  4. Jumlah manfaat pajak yang timbul dari rugi fiskal, kredit pajak, dan beda waktu.

BACA JUGA: [Dampak dan Solusi Atas Tidak Terbitnya Faktur Pajak dalam Pajak Pertambahan Nilai (PPN)]

***

Penulis: Dinara Safina

Editor: Oky Sapto Mugi Saputro