Implementasi Tiga Tahapan Utama pada Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23

VOKASI NEWS – Pajak Penghasilan Pasal 23 merupakan salah satu jenis pajak yang dikenakan atas penghasilan yang diterima oleh Wajib Pajak (WP) dalam negeri. Penghasilan ini bisa berasal dari dividen, bunga, royalti, hadiah, penghargaan, sewa, dan jasa lainnya. Pelaksanaan PPh Pasal 23 terdiri atas tiga tahapan utama yaitu pemotongan, penyetoran, dan pelaporan. Ketiga tahapan tersebut harus dilakukan sesuai ketentuan perundang-undangan agar tidak menimbulkan sanksi administratif.

Mekanisme Pajak Penghasilan Pasal 23

Pemotongan PPh Pasal 23 dilakukan oleh pihak pemberi penghasilan. Untuk tarif pemotongan terbagi menjadi dua jenis, yaitu 15% dari jumlah bruto atas dividen, bunga, royalti, dan hadiah, penghargaan, bonus, dan sejenisnya selain yang telah dipotong PPh Pasal 21 dan 2% dari jumlah bruto atas jasa seperti teknik, manajemen, konstruksi, dan jasa profesional lainnya. Jika penyedia jasa belum memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), maka tarif pajak dikenakan dua kali lipat dari tarif normal. Pemotongan harus dilakukan secara tepat agar tidak terjadi kekeliruan dalam penyetoran. 

Penyetoran PPh Pasal 23 dilakukan setelah pemotongan selesai. Proses ini dilakukan melalui ID-Billing yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak. Setelah memperoleh kode billing, pembayaran dilakukan melalui bank atau kanal pembayaran yang telah ditunjuk oleh pemerintah. Bukti setor berupa Surat Setoran Pajak (SSP) yang memuat Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN) harus disimpan sebagai arsip dan dasar pelaporan. Penyetoran dilakukan paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir. Keterlambatan dapat menimbulkan denda atau bunga sesuai ketentuan yang berlaku.

BACA JUGA: [Airvorse Mengabdi 2.0 Menjadi Wujud Nyata Tangani Stunting di Lamongan]

Pelaporan PPh Pasal 23 dilakukan melalui SPT Masa Unifikasi. Pelaporan wajib dilakukan paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir. Wajib Pajak harus menyertakan bukti pemotongan, bukti penyetoran, dan dokumen pendukung lainnya saat melaporkan. Sistem pelaporan dilakukan secara online melalui e-Bupot Unifikasi. Setelah pelaporan berhasil dilakukan, Wajib Pajak akan menerima Bukti Penerimaan Elektronik (BPE) sebagai tanda bahwa laporan telah berhasil dilakukan secara resmi.

Kendala dan Solusi Penyelesaian Masalah PPh

PPh Pasal 23 seringkali terdapat kendala dalam pemotongan, penyetoran, dan pelaporan. Kendala tersebut bisa berupa kesalahan dalam perhitungan tarif pajak, keterlambatan penyetoran atau pelaporan pajak, dan belum terpotongnya pajak. Hal ini dapat menimbulkan sanksi berupa bunga atau denda. Untuk menyelesaikan kendala tersebut, dapat dilakukan pemotongan ulang PPh Pasal 23. Pembuatan bukti potong sebagai dasar pelaporan yang diperbaiki. Setelah itu, membuat kode billing baru untuk melakukan penyetoran kembali jika terjadi kurang bayar. Penyetoran dilakukan melalui bank persepsi sesuai dengan ketentuan dalam PMK No. 242/PMK.03/2014. Setelah bukti setor diperoleh, proses pelaporan dilakukan melalui pembetulan SPT Masa Unifikasi PPh Pasal 23.

Solusi atas kendala diatas pasti perlunya ketelitian dalam penghitungan pajak  dan penginputan data. SOP internal perlu diperketat agar kendala serupa tidak terjadi di masa mendatang. Pelatihan kepada staff pajak perlu ditingkatkan guna memahami tata cara pemotongan, penyetoran, dan pelaporan secara menyeluruh. Evaluasi berkala atau tax review dapat membantu dalam mendeteksi potensi kesalahan sebelum dilakukan pelaporan resmi kepada otoritas pajak.

Implementasi PPh Pasal 23 yang baik akan membantu perusahaan dalam menjaga kepatuhan dan menghindari terkenanya sanksi. Penerapan sistem pelaporan yang sistematis dan dokumentasi yang rapi akan mendukung kelancaran proses administrasi pajak. Dengan memahami regulasi perpajakan, perusahaan dapat menjalankan kegiatan usahanya secara profesional dan bertanggung jawab di mata hukum.

***

Penulis: Widya Leilani Olga

Editor: Oky Sapto Mugi Saputro