VOKASI NEWS – Kepatuhan PPN dan PPh 23 penting untuk administrasi pajak yang tertib, menghindari sanksi, dan mendukung pembangunan nasional.
Memahami PPN dan PPh 23 dalam Aktivitas Bisnis
Dalam sistem perpajakan Indonesia, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan Pasal 23 (PPh 23) merupakan dua jenis pajak yang sering dijumpai dalam aktivitas bisnis. Keduanya berperan penting dalam mendukung penerimaan negara serta menciptakan sistem perpajakan yang adil.
PPN dikenakan atas penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan Jasa Kena Pajak (JKP) oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP), dengan tarif umum sebesar 11% dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP). Pajak ini bersifat tidak langsung, artinya dibebankan kepada konsumen akhir namun disetorkan ke negara oleh PKP. Setiap transaksi PPN wajib dilengkapi dengan Faktur Pajak, yang menjadi dasar pengkreditan pajak masukan bagi pembeli yang juga berstatus PKP.
Sementara itu, PPh 23 dikenakan atas penghasilan berupa imbalan jasa, bunga, dividen, royalti, dan penghasilan sejenis lainnya yang diterima oleh wajib pajak dalam negeri. Pemotongan dilakukan oleh pihak pemberi penghasilan, atau disebut pemotong pajak. Tarif PPh 23 bervariasi, misalnya sebesar 2% untuk jasa tertentu. Bukti potong atas transaksi ini wajib dilaporkan dan disetorkan oleh pemotong pajak. Penerima penghasilan dapat mengkreditkan bukti potong tersebut pada akhir tahun pajak.
[BACA JUGA: Penyelesaian SP2DK atas Pajak Penghasilan Pasal 25]
Kepatuhan Pajak dan Risiko Administratif
Dalam praktiknya, satu transaksi bisnis dapat melibatkan keduanya secara bersamaan. Contohnya, ketika perusahaan A menyewa jasa dari perusahaan B, perusahaan A wajib memotong PPh 23 atas imbalan jasa tersebut. Di sisi lain, perusahaan B yang berstatus PKP harus memungut PPN atas jasanya. Jika tidak dipahami dengan baik, pencatatan dan pelaporan kedua pajak ini berisiko menimbulkan kesalahan administratif.
Kesalahan tersebut dapat berakibat serius, seperti diterbitkannya Surat Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan (SP2DK), pengenaan bunga, hingga sanksi denda administratif. Oleh karena itu, setiap wajib pajak perlu memiliki sistem pencatatan yang tertib serta memahami ketentuan perpajakan yang berlaku.
Kepatuhan terhadap ketentuan PPN dan PPh 23 bukan hanya menghindarkan perusahaan dari risiko pemeriksaan pajak, tetapi juga mencerminkan kontribusi aktif dalam mendukung transparansi keuangan dan pembangunan nasional secara berkelanjutan.
***
Penulis: Nyimas Faizah Rahmaniyah
Editor: Habibah Khaliyah