VOKASI NEWS – Pajak Penghasilan Pasal 23 (PPh Pasal 23) merupakan pajak yang dikenakan atas penghasilan tertentu yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri. Jenis penghasilan yang dikenakan PPh antara lain adalah dividen, bunga, royalti, hadiah, penghargaan, dan sewa. Selain itu juga termasuk penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta. Pemotongan pajak ini dilakukan oleh pihak pemberi penghasilan dan wajib disetorkan ke kas negara.
Mekanisme dan Kewajiban Pemotongan PPh Pasal 23
PPh Pasal 23 dikenakan dengan mekanisme pemotongan oleh pihak pemberi penghasilan. Artinya, pihak yang memberikan penghasilan tersebut wajib memotong pajak sebesar tarif yang berlaku dan menyalurkannya ke kas negara. Hal tersebut berlaku ketika Wajib Pajak menerima penghasilan yang termasuk dalam objek PPh Pasal 23.
Pihak yang memotong pajak penghasilan wajib melaporkan pemotongan pajak tersebut ke Direktorat Jenderal Pajak melalui Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPh Pasal 23. Pelaporan ini dilakukan setiap bulan paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir.
Pihak yang wajib memotong pajak penghasilan adalah pemberi penghasilan, yang dalam hal ini bisa berupa perusahaan, organisasi, atau entitas lainnya. Pemotongan harus dilakukan pada saat pembayaran atau pada saat penghasilan tersebut terutang. Setelah pemotongan, pajak yang telah dipotong harus disetorkan ke kas negara paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya setelah bulan pemotongan.
Konsekuensi Keterlambatan Pemotongan dan Penyetoran
Keterlambatan dalam pemotongan dan penyetoran PPh Pasal 23 dapat menimbulkan berbagai konsekuensi bagi pihak yang bertanggung jawab. Beberapa di antaranya adalah:
- Sanksi Administrasi: Keterlambatan penyetoran akan dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% per bulan dari jumlah pajak yang kurang atau terlambat disetorkan, dihitung dari batas waktu penyetoran hingga tanggal pembayaran.
- Denda: Selain bunga keterlambatan, terdapat juga denda sebesar Rp 100.000,- untuk setiap SPT Masa PPh yang terlambat dilaporkan.
- Pemeriksaan Pajak: Keterlambatan atau ketidakpatuhan dalam pemotongan dan penyetoran dapat memicu pemeriksaan oleh Direktorat Jenderal Pajak, yang dapat berujung pada temuan pajak tambahan serta sanksi lainnya.
Penyebab Keterlambatan PPh Pasal 23
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan keterlambatan pemotongan dan penyetoran PPh Pasal 23 antara lain:
- Kurangnya Pemahaman: Pihak yang bertanggung jawab mungkin kurang memahami aturan dan batas waktu yang berlaku.
- Kendala Administratif: Proses administrasi internal yang kurang efisien dapat menyebabkan keterlambatan.
- Masalah Keuangan: Ketidakmampuan keuangan sementara dapat menghambat kemampuan perusahaan untuk menyetor pajak tepat waktu.
Solusi Mengatasi Keterlambatan
Untuk menghindari keterlambatan dan konsekuensi yang ditimbulkan, beberapa langkah yang dapat diambil adalah:
- Peningkatan Pemahaman: Pihak yang bertanggung jawab perlu terus meningkatkan pemahaman mengenai ketentuan perpajakan yang berlaku, termasuk batas waktu dan prosedur pemotongan serta penyetoran PPh Pasal 23.
- Peningkatan Efisiensi Administrasi: Menyusun sistem administrasi yang lebih efisien dan terintegrasi dapat membantu memastikan bahwa pemotongan dan penyetoran dilakukan tepat waktu.
- Pengelolaan Keuangan yang Baik: Mengelola arus kas dan keuangan perusahaan dengan baik sehingga dana untuk menyetor pajak selalu tersedia.
Keterlambatan dalam pemotongan dan penyetoran PPh Pasal 23 dapat menimbulkan berbagai konsekuensi negatif bagi perusahaan atau entitas yang bertanggung jawab, termasuk sanksi administrasi, denda, dan potensi pemeriksaan pajak. Oleh karena itu, penting untuk memahami dan mematuhi ketentuan yang berlaku serta mengelola administrasi dan keuangan dengan baik. Dengan demikian, kewajiban perpajakan dapat dipenuhi secara tepat waktu dan terhindar dari berbagai risiko serta sanksi yang merugikan.
BACA JUGA: [Mengatasi Overthinking di Kalangan Fresh Graduate Saat Memasuki Dunia Kerja]
***
Penulis: Ella Regita Ardia Febriani
Editor: Puspa Anggun Pertiwi



