Warning: Trying to access array offset on false in /home/vokasi.unair.ac.id/public_html/wp-content/plugins/elementor-pro/modules/dynamic-tags/tags/post-featured-image.php on line 39

Warning: Trying to access array offset on false in /home/vokasi.unair.ac.id/public_html/wp-content/plugins/elementor-pro/modules/dynamic-tags/tags/post-featured-image.php on line 39

Warning: Trying to access array offset on false in /home/vokasi.unair.ac.id/public_html/wp-content/plugins/elementor-pro/modules/dynamic-tags/tags/post-featured-image.php on line 39

Warning: Trying to access array offset on false in /home/vokasi.unair.ac.id/public_html/wp-content/plugins/elementor-pro/modules/dynamic-tags/tags/post-featured-image.php on line 39
Mahasiswi Fakultas Vokasi UNAIR Meneliti Pengobatan Alternatif Dispepsia dengan Akupunktur - Fakultas Vokasi Universitas Airlangga

Mahasiswi Fakultas Vokasi UNAIR Meneliti Pengobatan Alternatif Dispepsia dengan Akupunktur


Warning: Trying to access array offset on false in /home/vokasi.unair.ac.id/public_html/wp-content/plugins/elementor-pro/modules/dynamic-tags/tags/post-featured-image.php on line 39

VOKASI NEWS – Dispepsia atau yang secara umum dikenal dengan ‘Maag’ merupakan kumpulan sindrom gangguan pencernaan bagian atas. Gangguan ini ditandai dengan rasa nyeri atau tidak nyaman di epigastrium, sendawa, mual, kembung, muntah, rasa penuh dan cepat kenyang. 

Dikutip dari jurnal of complementary therapies in medicine, sindrom Dispepsia dapat menganggu aktivitas sehari-hari. Hal tersebut dapat menyebabkan penurunan kualitas hidup, penanganan sejak awal dapat mencegah peningkatan penyakit komorbid yang berkaitan dengan Maag.

Menurut Pramardika dkk (2022), diantara faktor resiko yang meningkatkan terjadinya Maag adalah Stres, pola makan, makanan atau minuman iritatif, Obat Anti Inflamasi Non-Steroid (OAINS), alkohol, merokok dan Helicobacter pylori.

Prevalensi Kasus Dispepsia 

Secara global, kasus Dispepsia dijumpai sekitar 20%-40%, sedangkan di Indonesia kasus Dispepsia mencapai 40%. Kasus ini masuk ke dalam 10 besar kasus spesifik (Bayupurnama dalam Syah et al., 2022). Berdasarkan data Profil Kesehatan Indonesia, sindrom ini menempati peringkat ke-10 untuk kategori penyakit terbanyak pasien rawat inap di Rumah Sakit dengan jumlah pasien 34.029 atau sekitar 1,59%.

BACA JUGA: Pengaruh Pemberian Aromaterapi Cinnamomum Burmani Nees Terhadap Nyeri Haid

Saat ini, banyak ditemukan kasus Dispepsia yang dialami oleh kaum muda terutama mahasiswa. Dilansir dari jurnal ilmu keperawatan di temukan data setidaknya dari 283 mahasiswa 54,4% mengalami stress dan 17,3% diantaranya mengalami gejala Dispepsia. Dilansir dari penelitian yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan RI Tahun 2015, angka kejadian sindrom di Surabaya 31,2 %.

Manfaat Akupunktur untuk Dispepsia

Selama ini dalam mengatasi Dispepsia ada 2 metode yang sering dilakukan yaitu pengobatan secara farmakologi menggunakan obat-obatan dan metode non-farmakologi berupa terapi komplementer seperti terapi pijat, akupuntur, dan relaksasi (Billa et al, 2023). Perawatan akupuntur merupakan salah satu terapi pengobatan komplementer dan alternatif yang paling dicari. Akupuntur sering digunakan untuk mengobati genjala Dispepsia Fungsional.

Manfaat akupuntur diantaranya sebagai berikut:

  • Mengatasi nyeri epigastrium dan rasa terbakar di ulu Hati
  • Meningkatkan motilitas Lambung dan Duodenum
  • Melancarkan pencernaan
  • Mengurangi mual dan kembung
  • Menyeimbangkan energi tubuh (Qi)
  • Mengurangi stress dan kecemasan
  • Menghindarkan dari ketergantungan penggunaan obat-obatan
  • Meningkatkan kualitas hidup

Penelitian Akupunktur untuk Dispepsia

Penelitian dilakukan secara kuantitatif eksperimental dengan rancangan Pre-Post Control Group Design yang melibatkan 34 responden penelitian, yang dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok perlakuan dan kelompok kontrol, responden merupakan mahasiswa dengan jenis kelamin perempuan yang berusia 18-25 tahun.

Intervensi yang diberikan pada kelompok perlakuan adalah terapi akupuntur pada titik ST34 (Liangqiu) dan PC6 (Neiguan) selama 15 menit dengan manipulasi rotasi selama 2 menit, sedangkan pada kelompok kontrol intervensi yang dilakukan adalah penusukan pada titik non-akupuntur (NP4) selama 15 menit tanpa manipulasi. Penelitian dilakukan selama 30 hari dengan 12 kali sesi terapi.

Hasil Penelitian

Hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh yang positif dari terapi pada kelompok perlakuan, diketahui rerata skor sebelumnya adalah 13,41 (sedang) turun menjadi 7,53 (ringan) dengan rerata penurunan sebesar -5,88. Sebaliknya pada kelompok kontrol tidak terdapat perbedaan rerata yang signifikan. Rerata skor sebelumnya adalah 10,53 (sedang) yang kemudian menjadi 10,88 (sedang) pada post-test.

Terapi akupuntur juga menunjukkan respon perbaikan gejala pada responden penelitian diantaranya adalah penurunan intensitas kekambuhan, perbaikan pencernaan, mempermudah untuk tidur, meringankan rasa nyeri, menghilangkan mual dan kembung, serta mengurangi rasa cemas.

***

Penulis: Lutfiyah Alfi Masithoh

Editor: Puspa Anggun Pertiwi