VOKASI NEWS – Mengetahui permasalahan dan cara penyelesaian yang kerap terjadi selama proses pajak, salah satunya sengketa pajak. Seperti yang diketahui, setiap tahun wajib pajak memiliki kewajiban untuk melaporkan pajak penghasilan kepada otoritas pajak pada Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak (SPT Tahunan Pajak). Di Indonesia, proses dari pelaporan SPT Tahunan Pajak menggunakan sistem self- assessment.
Sistem pelaporan SPT Tahunan Pajak dengan self-assessment bertujuan untuk membuat wajib pajak lebih mandiri dan bertanggung jawab. Hal tersebut untuk memastikan bahwa kepatuhan perpajakan telah terlaksana sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku. SPT Tahunan pajak berisi mengenai informasi atas pendapatan wajib pajak yang diperoleh selama satu tahun pajak.
Kelebihan dan Kekurangan Sistem Self-Assessment
Terdapat sisi kelebihan dan kekurangan berkenaan dengan pelaksanaan pelaporan pajak menggunakan sistem self-assessment di Indonesia. Sisi kelebihan yang akan terjadi adalah wajib pajak akan lebih percaya dengan mekanisme perpajakan di Indonesia. Dengan begitu, wajib pajak dapat mempertanggung jawabkan hasil perhitungan dan pelaporan pajaknya dengan tepat. Sedangkan sisi kekurangannya wajib pajak tidak memiliki pengetahuan yang cukup mengenai perhitungan perpajakan yang dapat menimbulkan tunggakan pajak atau kecurangan dalam melaporkan perpajakannya. Oleh karena itu, DJP (Direktur Jenderal Pajak) melakukan pemeriksaan terhadap pelaksanaan sistem self-assessment di Indonesia.
Pengertian pemeriksaan pajak telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 184/PMK.03/2015 Pasal 1 ayat (2). Pasal tersebut menyebutkan serangkaian kegiatan untuk mengumpulkan dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilakukan secara objektif dan profesional. Hal tersebut harus berdasar pada standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan atau tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang – undangan perpajakan. Adapun tujuan dari pemeriksaan oleh Direktur Jenderal Pajak (DJP) yaitu meningkatkan kepatuhan dari wajib pajak.
BACA JUGA: Lebih Bayar PPN, Pilih Restitusi Biasa Atau Pengembalian Pendahuluan?
Proses pemeriksaan terdiri atas pemeriksaan kantor dan pemeriksaan lapangan. Untuk pelaksanaan wajib pajak akan diberikan surat panggilan untuk hadir dalam proses pemeriksaan. Hasil dari pemeriksaan harus disampaikan oleh Tim Pemeriksa melalui Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP) dengan dilampiri daftar temuan dan dasar hukum yang mendasari hasil temuan. Proses pemeriksaan diakhiri dengan diterbitkannya Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) dan produk hukum berupa Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB). Selain itu juga berupa Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB), Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN) dan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT).
Pengajuan Keberatan Atas Sengketa Ketetapan Pajak
Atas hasil produk hukum dari proses pemeriksaan berupa Surat Ketetapan Pajak, wajib pajak memiliki hak untuk mengajukan keberatan. Pengajuan keberatan dilakukan oleh wajib pajak kepada Direktur Jenderal Pajak (DJP). Wajib pajak hanya dapat mengajukan keberatan atas isi dari surat ketetapan pajak (SKP) atas pemotongan atau pemungutan pajak atau perbedaan perhitungan pajak antara wajib pajak dan hasil Surat Ketetapan Pajak (SKP).
Dalam proses keberatan wajib pajak harus bisa untuk membuktikan pendapatnya dengan dokumen fisik dan berdasar pada dasar hukum. Namun dalam proses pengajuan keberatan wajib pajak juga dapat mencabut pengajuannya sebelum tanggal diterimanya Surat Pemberitahuan Untuk Hadir. Hasil dari proses keberatan yaitu Surat Keputusan. Jika pengajuan wajib pajak ditolak atau dikabulkan sebagian, maka wajib pajak dapat dikenai sanksi administratif berupa denda sebesar 30%.
Namun, apabila wajib pajak masih belum puas atau tidak setuju dengan Surat Keputusan Keberatan, wajib pajak dapat mengajukan Banding. Proses banding diajukan wajib pajak ke Badan Peradilan Pajak. Biasanya dalam proses banding dokumen yang menjadi bukti atau pendukung pendapat wajib pajak harus lebih banyak dan harus tetap berdasar pada peraturan perpajakan. Wajib pajak dapat melakukan pencabutan proses banding sebelum melalui proses penetapan atau putusan. Hasil dari proses banding yaitu Putusan Pengadilan Pajak.
Alur penyelesaian sengketa pajak yang terakhir jika wajib pajak masih tidak puas dengan Putusan Pengadilan Pajak yaitu Peninjauan Kembali. Peninjauan kembali dapat diajukan kepada Mahkamah Agung melalui Pengadilan Pajak. Pengajuan untuk Peninjauan Kembali ini hanya dapat diajukan satu kali. Hasil dari proses peninjauan kembali merupakan Putusan Peninjauan Kembali
***
Penulis: Diany Nursaufika Fitri
Editor: Puspa Anggun Pertiwi