VOKASI NEWS – Yuk telusuri proses penerbitan dan penyelesaian SP2DK terkait pemotongan PPh Pasal 23 yang belum dilakukan wajib pajak secara tepat waktu.
Terdapat 3 jenis sistem pemungutan pajak yang digunakan di Indonesia, salah satunya adalah Withholding Assessment System. Dalam sistem ini, pihak ketiga memiliki peranan utama dan berwenang untuk menentukan jumlah pajak yang harus disetorkan oleh wajib pajak. Dalam penerapan sistem pemungutan pajak, seringkali muncul anggapan bahwa wajib pajak mungkin belum sepenuhnya melaksanakan kewajiban perpajakannya secara benar. Selain itu, para wajib pajak juga sering beranggapan terdapat ketidaksesuaian pada data yang telah disampaikan.
Untuk itu, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memiliki peran penting dalam hal pengawasan. Salah bentuk pengawasan tersebut adalah dengan menerbitkan Surat Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan (SP2DK). SP2DK merupakan dokumen resmi yang dikeluarkan oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) kepada wajib pajak sebagai bagian upaya klarifikasi. PT A mendapat SP2DK pada tanggal 4 September 2024 untuk tahun pajak 2020 atas indikasi belum dilakukan pemotongan PPh Pasal 23 sehubungan dengan jasa pihak ketiga.
Hasil Penelitian SP2DK atas Objek PPh 23
Penelitian ini bertujuan untuk memahami penyebab diterbitkannya SP2DK atas Pajak Penghasilan Pasal 23 yang belum dilakukan pemotongan oleh PT A. Selain itu juga dapat mengetahui penyelesaian atas permintaan data dan keterangan terkait yang disampaikan KPP. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus, pengumpulan data bersumber dari wawancara, observasi, dan dokumentasi. SP2DK yang diterima PT A menunjukkan bahwa terdapat indikasi jasa yang dikenakan PPh 23 yang belum dipotong dengan total dasar pengenaan pajak sebesar Rp6.651.936.237. Dengan begitu, PT A perlu melakukan klarifikasi data dan tanggapan.
Dalam penyelesaian ini PT A melakukan analisa terhadap objek yang menjadi indikasi belum dipotongnya PPh Pasal 23. Hasil yang diperoleh ditulis dalam surat tanggapan yang disampaikan oleh PT A kepada pihak KPP. Dalam surat tersebut disampaikan bahwa objek yang masih belum dilakukan pemotongan PPh Pasal 23 dengan dasar pengenaan pajak sebesar Rp4.027.061.802 dan potensi kurang bayar sebesar Rp161.082.472 harus dilakukan pemotongan PPh Pasal 23 oleh PT A. Selanjutnya, PT A melakukan pemotongan dan penyetoran atas objek PPh pasal 23 sebagai penyelesaian dari SP2DK yang diterimanya.
BACA JUGA: [Mekanisme Pemotongan dan Pelaporan PPh Pasal 23 yang Wajib Diketahui]
***
Penulis: Juliannisa Arfi Setya Wardhani
Editor: Oky Sapto Mugi Saputro