VOKASI NEWS – Bank perlu strategi tepat agar Gen Z mengadopsi layanan digital seperti mobile banking, internet banking, dan QRIS dengan mudah serta relevan dengan gaya hidup mereka.
Di era digitalisasi, peran bank tidak lagi sebatas penyedia layanan keuangan, melainkan juga sebagai inovator teknologi. Berbagai Self-Service Technology (SST) seperti mobile banking, internet banking, hingga QRIS kini menjadi ujung tombak transformasi layanan perbankan modern.
Generasi Z, yang tumbuh bersama teknologi digital, menjadi target utama dalam pengembangan layanan tersebut. Meski demikian, tidak semua inovasi otomatis diterima begitu saja oleh mereka. Penerimaan layanan sangat dipengaruhi oleh sejumlah faktor penting yang memengaruhi perilaku penggunaan teknologi baru.
Faktor Penentu Adopsi
Berdasarkan teori Innovation Diffusion (IDT), terdapat lima faktor utama yang memengaruhi keputusan Gen Z dalam mengadopsi SST. Relative advantage menekankan pada manfaat layanan baru dibandingkan metode lama, sedangkan compatibility berhubungan dengan kesesuaian layanan dengan gaya hidup dan kebutuhan pengguna. Complexity mencerminkan tingkat kerumitan teknologi, sementara trialability memberi kesempatan bagi pengguna untuk mencoba sebelum menggunakan secara penuh. Observability, di sisi lain, menekankan pada sejauh mana manfaat layanan dapat diamati dari pengalaman orang lain.
Temuan Penelitian di Surabaya
Penelitian yang dilakukan terhadap 127 responden Gen Z di Surabaya mengungkap bahwa compatibility dan observability merupakan faktor paling berpengaruh dalam meningkatkan adopsi layanan SST. Menariknya, complexity tidak dianggap sebagai hambatan, bahkan sering dilihat sebagai tanda kecanggihan teknologi, asalkan tetap mudah digunakan. Trialability tidak berpengaruh langsung, tetapi dapat memicu rasa ingin tahu. Sementara itu, relative advantage hanya memberikan dampak signifikan apabila manfaat yang dijanjikan benar-benar terbukti dalam praktik.
Temuan tersebut memberikan pesan penting bagi industri perbankan. Generasi Z tidak hanya mengejar efisiensi, melainkan juga menginginkan layanan yang relevan dengan gaya hidup mereka dan manfaat yang benar-benar nyata. Oleh karena itu, inovasi digital harus hadir dalam kehidupan sehari-hari mereka serta mampu menunjukkan hasil yang dapat diamati secara langsung.
Strategi Bank dalam Meningkatkan Adopsi
Untuk menembus batas digital, bank perlu menerapkan strategi yang lebih terarah. Integrasi layanan dengan gaya hidup digital menjadi langkah utama, misalnya melalui fitur pembayaran QRIS, split-bill, atau top-up e-wallet yang sudah akrab dengan keseharian anak muda. Manfaat layanan juga harus dikomunikasikan secara jelas melalui testimoni, cerita sukses, dan bukti nyata dari pengalaman nasabah. Dari sisi desain, aplikasi perlu dibuat sederhana namun tetap menonjolkan kecanggihan teknologi agar dapat digunakan dengan mudah tanpa kehilangan daya tarik modern. Selain itu, kolaborasi dengan komunitas anak muda maupun influencer dapat membantu memperluas jangkauan adopsi SST secara lebih efektif.
Transformasi digital perbankan bukan hanya soal menghadirkan teknologi terbaru, tetapi juga tentang bagaimana bank memahami generasi penggunanya. Generasi Z menginginkan layanan yang sesuai dengan gaya hidup, mudah diamati manfaatnya, serta memberikan pengalaman nyata. Bank yang mampu memenuhi ekspektasi tersebut akan memiliki posisi kuat sebagai pemenang dalam persaingan digital di masa depan.
[BACA JUGA: Pengaruh Stres Kerja, Reward System, dan Jenjang Karir terhadap Kinerja Pegawai Perbankan]
***
Penulis: Miranda Nathania Setiawan