Warning: Trying to access array offset on false in /home/vokasi.unair.ac.id/public_html/wp-content/plugins/elementor-pro/modules/dynamic-tags/tags/post-featured-image.php on line 39

Warning: Trying to access array offset on false in /home/vokasi.unair.ac.id/public_html/wp-content/plugins/elementor-pro/modules/dynamic-tags/tags/post-featured-image.php on line 39

Warning: Trying to access array offset on false in /home/vokasi.unair.ac.id/public_html/wp-content/plugins/elementor-pro/modules/dynamic-tags/tags/post-featured-image.php on line 39

Warning: Trying to access array offset on false in /home/vokasi.unair.ac.id/public_html/wp-content/plugins/elementor-pro/modules/dynamic-tags/tags/post-featured-image.php on line 39
Mengenal Lebih Dalam Kesenian Tradisional Ludruk yang Hampir Hilang di Era Digital - Fakultas Vokasi Universitas Airlangga

Mengenal Lebih Dalam Kesenian Tradisional Ludruk yang Hampir Hilang di Era Digital


Warning: Trying to access array offset on false in /home/vokasi.unair.ac.id/public_html/wp-content/plugins/elementor-pro/modules/dynamic-tags/tags/post-featured-image.php on line 39

VOKASI NEWS – Kesenian ludruk merupakan salah satu kebudayaan tradisional Indonesia yang berkembang di Jawa Timur, terutama Kota Surabaya. Kebudayaan tradisional ini adalah pertunjukan yang menampilkan drama yang mengangkat kisah kehidupan sehari hari. Pertunjukan ludruk dibawakan oleh beberapa orang dengan menggunakan bahasa jawa atau bahasa khas Surabaya. Pada umumnya, dialog pada kesenian ludruk muncul secara spontan ketika pementasan hal tersebut dikarenakan dalam penampilannya tidak terdapat naskah dialog seperti pada pertunjukan drama atau teater lainnya. 

Mengenal Asal Mula Kesenian Ludruk

Mula nya, kesenian ludruk ini berawal dari lerok dan besutan. Kesenian ludruk sendiri baru muncul pada 1930 di Kota Surabaya. Penyebutan “ludruk” pada kesenian ini muncul karena istilah yang dibuat oleh masyarakat Kota Surabaya pada saat itu. Menurut Cak Robert selaku pendiri komunitas ludruk Luntas, kata ludruk merupakan singkatan dari “gela – gelo dan gedruk – gedruk.” 

Namun ada pula yang menyebutkan bahwa ludruk adalah singkatan dari “molo-molo dan gedruk-gedruk”. Sebenarnya ketiga kata tersebut merupakan istilah yang mewakili pertunjukan. Pada kata gela – gelo dalam bahasa indonesia memiliki makna menggelengkan kepala secara perlahan ketika berbicara. Lalu pada kata gedruk – gedruk menjurus kepada gerakan kaki tari ngremo yang ada pada pertunjukan ludruk. 

BACA JUGA: Ciptakan Kemudahan Akses Informasi Kesehatan, Mahasiswa D3 Perpustakaan Rancang Direktori Integrasi Rumah Sakit Surabaya

Sedangkan untuk kata molo – molo memiliki dalam bahasa Indonesia diumpamakan dengan cara berbicara yang terburu – buru dan menggebu – gebu. Pembuatan sebutan untuk kesenian ludruk yang berasal dari rakyat inilah yang membuatnya juga disebut sebagai kesenian rakyat karena muncul dari rakyat, dibawakan oleh rakyat dan disajikan untuk rakyat.

Mengetahui Sejarah dan Pelopor Kesenian Tradisional Surabaya

Di Kota Surabaya, kesenian ludruk dikembangkan oleh Cak Durasim bersama dengan komunitas Ludruk Organisatie (LO) yang didirikan langsung oleh Cak Durasim. Cak Durasim dan Ludruk Organisatie (LO) mulai terkenal karena salah satu kidungan jula – juli nya yang berbunyi “Pagupon omah’e doro, melok nippon soyo sengsoro.” 

Jika diterjemahkan dalam bahasa Indonesia memiliki arti yakni pagupon adalah rumah burung dara, ikut nippon (Jepang) semakin sengsara. Kidungan tersebut muncul sebagai sindiran pada keadaan pemerintahan dan juga kalimat penyemangat bagi masyarakat untuk merdeka ketika penjajahan Jepang. Sayangnya, kidungan jula – juli tersebut membuat Cak Durasim dan anggota Ludruk Organisatie (LO) ditangkap oleh Jepang.

Selain Cak Durasim terdapat tokoh seniman ludruk yang terkenal lainnya di Indonesia yaitu Cak Kartolo. Cak Kartolo bergerak bersama Grup Kartolo CS untuk mengembangkan kesenian ludruk di Kota Surabaya. Grup Kartolo CS terdiri dari Cak Kartolo, Ning Tini, Basman, Sokran, Munawar dan Sapari. Pada era Cak Kartolo dan Grup Kartolo CS kesenian ini sudah dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat Indonesia karena pada 1980 Cak Kartolo dan Grup Kartolo CS bekerja sama dengan Nirwana Record. 

Hingga saat ini Cak Kartolo bersama istrinya yaitu Ning Tini masih terus berkarya di dunia hiburan tanah air dengan bekerja sama dengan sutradara film Indonesia. Disisi lain, di Kota Surabaya sendiri kebudayaan ini masih berkembang hingga saat ini. Peran komunitas-komunitas tersebut sangat penting bagi eksistensi kesenian ludruk pada saat ini. 

Kurang lebih terdapat 13 komunitas yang masih aktif diantaranya komunitas Arboyo, komunitas Warna Budaya, komunitas Luntas, komunitas Putra Taman Hirra, dan komunitas Marsudi Latas. Komunitas – komunitas ini juga mengembangkan inovasi agar kesenian ludruk tidak dilupakan salah satunya dengan membuat media sosial. Melalui media sosial komunitas masyarakat dapat memperoleh informasi dengan mudah dan cepat. 

***

Penulis: Henny Mutiara Putri

Editor: Puspa Anggun Pertiwi