VOKASI NEWS – Permasalahan SP2DK PT X menunjukkan bagaimana pencatatan iuran BPJS-TK berpengaruh terhadap laporan pajak perusahaan.
Salah satu tantangan dalam administrasi perpajakan di Indonesia terletak pada ketelitian pelaporan pajak yang dilakukan oleh Wajib Pajak. Kasus yang dialami oleh PT X menjadi contoh konkret bagaimana perbedaan pencatatan akuntansi dan perpajakan dapat memicu penerbitan SP2DK oleh Kantor Pelayanan Pajak (KPP).
SP2DK tersebut diterbitkan karena ditemukan adanya perbedaan biaya gaji antara SPT Tahunan PPh Badan dan SPT Masa PPh Pasal 21 tahun pajak 2021. Dalam hal ini, KPP meminta klarifikasi terkait selisih nominal yang mencapai hingga ratusan juta rupiah. Penerbitan SP2DK ini merupakan bagian dari strategi pengawasan DJP. Hal ini bertujuan meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak melalui pendekatan preventif sebelum dilakukan pemeriksaan pajak lebih lanjut.
Menguraikan Proses Ekualisasi Pajak PT X
PT X sebagai Wajib Pajak Badan yang bergerak di bidang jasa rekreasi dan hiburan segera merespons SP2DK tersebut dengan menyusun proses ekualisasi pajak. Ekualisasi ini bertujuan mencocokkan data antara laporan SPT Tahunan PPh Badan dengan SPT Masa PPh Pasal 21.
Hasil ekualisasi menunjukkan bahwa selisih yang terjadi berasal dari pencatatan Iuran Jaminan Ketenagakerjaan (BPJS-TK). Dalam laporan SPT Masa PPh Pasal 21, PT X hanya melaporkan komponen BPJS yang menjadi objek pajak. Adapun dua objek tersebut yaitu Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKM). Sementara itu, dalam SPT Tahunan PPh Badan, seluruh komponen iuran BPJS, termasuk Jaminan Hari Tua (JHT) dan Jaminan Pensiun (JP), dicatat sebagai biaya perusahaan.
Perbedaan pencatatan ini sesuai dengan ketentuan dalam PER-16/PJ/2016 yang mengatur penghitungan PPh 21. Dengan demikian, selisih tersebut bukan merupakan kekeliruan, melainkan perbedaan perlakuan antara objek dan non-objek pajak dalam masing-masing jenis laporan.
Penyelesaian Kasus BPJS-TK dan Pentingnya Klarifikasi
Dalam rangka memenuhi kewajiban perpajakan, PT X menyampaikan surat tanggapan resmi disertai hasil ekualisasi kepada KPP sebagai bentuk klarifikasi. Surat tersebut menjelaskan bahwa selisih yang timbul disebabkan oleh perbedaan perlakuan atas komponen iuran BPJS. Hal ini telah sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku.
Setelah tanggapan tersebut diterima, KPP menyatakan bahwa penjelasan dari PT X dapat diterima. Dengan demikian, permasalahan dianggap selesai tanpa perlu berlanjut ke tahap pemeriksaan pajak. Kasus ini membuktikan bahwa ketelitian dan keterbukaan Wajib Pajak dalam memberikan penjelasan dapat menghindari risiko pemeriksaan lebih lanjut dari otoritas pajak.
Pelajaran Penting dari Proses Ekualisasi
Kasus ini menegaskan pentingnya pelaksanaan ekualisasi secara rutin oleh setiap Wajib Pajak, terutama perusahaan. Ekualisasi tidak hanya berfungsi sebagai alat monitoring internal untuk mendeteksi ketidaksesuaian pelaporan, tetapi juga sebagai sarana mitigasi risiko saat menghadapi pengawasan otoritas pajak.
Selain itu, pemahaman yang benar terhadap klasifikasi biaya sebagai objek maupun non-objek PPh Pasal 21 menjadi krusial. Perusahaan perlu memahami dengan baik ketentuan perpajakan agar dapat menyusun laporan secara akurat. Selain itu juga untuk menghindari temuan yang menimbulkan SP2DK serupa di kemudian hari.
BACA JUGA: [Analisis Prosedur Audit atas Akun Piutang Usaha pada PT X oleh KAP ABC]
***
Penulis: Nadia Shafa Zahira
Editor: Oky Sapto Mugi Saputro