VOKASI NEWS – Kasus SP2DK PT XYZ menunjukkan selisih kompensasi PPN dan strategi penyelesaian untuk menjaga kepatuhan pajak.
Pajak merupakan pilar utama pembiayaan negara. Di Indonesia, sistem perpajakan mengandalkan mekanisme self-assessment, di mana wajib pajak diberikan kepercayaan penuh untuk menghitung, membayar, dan melaporkan sendiri kewajiban perpajakannya. Meski bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan kepatuhan, sistem ini tidak lepas dari tantangan, termasuk kesalahan pelaporan yang dapat berdampak serius bagi wajib pajak. Salah satu bentuk pengawasan dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk memastikan kepatuhan adalah penerbitan Surat Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan (SP2DK).
Permasalahan: SP2DK dan Kompensasi PPN
SP2DK biasanya diterbitkan ketika ditemukan adanya indikasi ketidaksesuaian dalam pelaporan pajak. Hal ini dialami oleh PT XYZ, sebuah perusahaan distribusi di Surabaya, yang menerima SP2DK pada 5 April 2024. SP2DK tersebut menyoroti selisih kompensasi kelebihan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang dilaporkan dalam SPT Masa PPN Januari 2020.
Dari dokumen SPT Masa Februari 2019, awalnya dilaporkan status kurang bayar sebesar Rp2.025.825. Namun, pada Oktober 2019 PT XYZ melakukan pembetulan yang mengubah posisi menjadi lebih bayar sebesar Rp597.103. Jumlah ini ditambah dengan pembayaran sebelumnya, menghasilkan kompensasi sebesar Rp2.622.928, yang kemudian diklaim dalam SPT Masa Januari 2020.
Masalah utama terletak pada kegagalan pelaporan pembetulan SPT secara resmi melalui sistem e-Faktur. Bukti dari layanan Online Pajak yang digunakan PT XYZ menunjukkan tidak adanya pelaporan pembetulan tersebut, meskipun internal perusahaan mengklaim telah melakukannya. Akibatnya, DJP tidak dapat memverifikasi kelebihan bayar dan menganggap adanya kekurangan bayar pada SPT Masa Januari 2020.
[BACA JUGA: Penyelesaian SP2DK atas Selisih Biaya Gaji]
Strategi Penyelesaian
Kemudian dalam merespons SP2DK, PT XYZ melalui bantuan konsultan pajak melakukan analisis internal, menyusun surat tanggapan, dan mengajukan pembetulan baru terhadap SPT Januari 2020. PT XYZ juga menyatakan kesediaan untuk melunasi kekurangan pajak sebagai bentuk itikad baik dan upaya menyelesaikan permasalahan administratif dengan DJP.
Studi ini menegaskan pentingnya ketelitian dalam setiap proses pelaporan pajak, termasuk penggunaan sistem elektronik yang harus diperiksa keabsahannya. Selain itu, perusahaan perlu membangun sistem pengingat internal agar tidak lalai dalam pelaporan pajak, serta melakukan audit berkala terhadap dokumen perpajakan.
Dari kasus PT XYZ dapat disimpulkan bahwa penerapan strategi kepatuhan yang tepat tidak hanya membantu menghindari sanksi administratif. Namun juga membangun kredibilitas perusahaan di mata otoritas pajak. Di tengah tuntutan digitalisasi, pengelolaan pajak yang akurat dan transparan menjadi fondasi penting bagi keberlangsungan bisnis.
***
Penulis: Muhammad Hamzah Kurniawan
Editor: Habibah Khaliyah