VOKASI NEWS – Harapan akan kemandirian hidup pada anak-anak dengan kebutuhan khusus, seperti cerebral palsy spastik, bukanlah hal yang mustahil. Salah satu faktor penentunya adalah kemampuan motorik kasar yang dimiliki anak. Namun, seberapa besar pengaruhnya terhadap kualitas hidup mereka?
Cerebral Palsy
Cerebral palsy (CP) merupakan gangguan neurodevelopmental non-progresif yang berdampak pada gerakan dan postur tubuh. Gangguan ini disebabkan oleh kerusakan otak yang terjadi saat masa prenatal, perinatal, maupun postnatal. Salah satu jenis CP yang paling umum adalah spastik, yang ditandai dengan kekakuan otot dan gangguan koordinasi motorik. Akibatnya, anak-anak dengan CP spastik sering kali kesulitan untuk duduk, berdiri, berjalan, bahkan berpartisipasi dalam aktivitas sehari-hari (Kautsar, 2024).
Klasifikasi Cerebral Palsy
Secara umum, CP dapat dibagi menjadi dua tipe berdasarkan jenis gangguan motorik, yaitu tipe piramidal dan tipe ekstrapiramidal. Tipe piramidal disebabkan oleh kerusakan pada area kortikospinalis dan dikenal juga sebagai tipe spastik. Sedangkan ekstrapiramidal, yang mencakup tipe ataksia, athetoid, distonia, flaccid (kelemahan otot), dan rigid (kekakuan) (Velde et al., 2019). Pada tipe spastik, terdapat salah satu CP yang sering terjadi yaitu CP dipegia spastik.
Diplegia spastik merupakan jenis CP yang paling sering terjadi pada bayi prematur. Kondisi ini ditandai dengan kekakuan otot (spastisitas) yang biasanya memengaruhi tungkai bawah, sehingga menyebabkan kesulitan dalam berjalan koordinasi motorik, serta keseimbangan (Perpetuini et al., 2022).
Gejala Klinis Cerebral Palsy
Gejala klinis cerebral palsy meliputi gangguan gerak dan postur seperti spastisitas (kekakuan otot), ataksia (gangguan keseimbangan), tremor, hipotonia (otot lemas), hingga gerakan involunter (diskinetik). Selain itu, CP sering disertai dengan gangguan refleks, gangguan stabilitas postural, serta gangguan sekunder seperti kelainan visual, pendengaran, komunikasi, epilepsi, dan keterlambatan dalam aktivitas sehari-hari (Ramadhani & Romadhoni, 2021).
Hubungan Motorik Kasar Dengan Kualitas Hidup Berdasarkan Kajian Artikel
Penelitian ini menganalisis 10 artikel ilmiah dengan desain cross-sectional yang diperoleh dari berbagai database seperti PubMed, ScienceDirect, dan Google Scholar. Pada 10 artikel ini menunjukkan adanya hubungan signifikan antara kemampuan motorik kasar dan kualitas hidup anak dengan CP spastik. Seluruh studi dalam review ini menunjukkan bahwa anak-anak dengan kemampuan motorik kasar yang lebih baik—terutama pada tingkat GMFCS I–III—memiliki kualitas hidup yang lebih tinggi, baik secara fisik, psikologis, maupun sosial.
Anak dengan GMFCS level rendah (I–III) cenderung lebih mandiri dalam aktivitas sehari-hari seperti berpakaian, makan, dan berpindah tempat, yang pada akhirnya berdampak pada kepercayaan diri dan partisipasi sosial mereka. Sebaliknya, keterbatasan pada anak dengan GMFCS level IV–V membuat mereka sangat bergantung pada bantuan orang lain, sehingga berdampak negatif terhadap kualitas hidup.
[BACA JUGA: Terapi Auriculopressure Berikan Efek Penurunan Nyeri Hingga Siklus Haid Berikutnya]
Hasil studi ini memperkuat pentingnya fisioterapi sebagai intervensi utama dalam meningkatkan kemampuan motorik kasar anak CP. Pendekatan seperti Gross Motor Function Measurement (GMFM) atau terapi dapat membantu memperbaiki postur, keseimbangan, dan gerak fungsional. Selain itu, peran orang tua dan lingkungan juga sangat penting dalam mendukung perkembangan motorik anak.
***
Penulis: Cindy Lira Fil Rizky
Dosen Pembimbing: dr. Nurul Kusuma Wardani, Sp.KFR(Ped-K), Yulia Trisnawati, SST.Ft., Ftr
Program Studi: D4 Fisioterapi
Editor: Fatikah Rachmadianty