Pemanfaatan Pati Sagu (Metroxylon Sp) Sebagai Bahan Dasar Pembuatan Alternatif Gel Ultrasound

Pemanfaatan Pati Sagu (Metroxylon Sp) Sebagai bahan dasar Pembuatan Alternatif  Gel Ultrasound_Dokumen Istimewa

VOKASI NEWS – Uji coba penelitian mahasiswa D4 Teknologi Radiologi Pencitraan dengan memanfaatkan pati sagu (Metroxylon Sp) sebagai bahan dasar pembuatan alternatif gel ultrasound.

Indonesia dikenal sebagai salah satu penghasil pati sagu terbesar di dunia, dengan potensi produksi yang sangat tinggi khususnya dari wilayah Indonesia Timur seperti Papua dan Maluku. Namun, pemanfaatannya hingga kini masih terbatas pada sektor pangan tradisional. Padahal, sagu memiliki karakteristik kimia dan fisik yang memungkinkan untuk dikembangkan dalam berbagai aplikasi non-pangan, salah satunya dalam bidang kesehatan. Melalui penelitian inovatif ini, mahasiswa Universitas Airlangga mencoba menjawab tantangan ketergantungan terhadap bahan impor dalam industri medis dengan menciptakan alternatif gel ultrasound berbasis bahan alam lokal, yakni pati sagu.

Gel ultrasound yang umum digunakan saat ini sebagian besar berbahan dasar senyawa sintetis seperti Carbomer 940. Bahan ini memang efektif dalam fungsi utamanya. Namun, sifatnya kurang ramah lingkungan. Dalam beberapa kasus, penggunaan bahan ini juga dapat menimbulkan efek samping seperti iritasi pada kulit, terutama pada pasien yang memiliki sensitivitas tinggi.

Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan sediaan gel lokal yang lebih aman dan tetap efektif. Selain itu, gel ini juga diharapkan dapat mendukung prinsip kemandirian farmasi nasional dan keberlanjutan lingkungan.

Metode dan Hasil Penelitian

Penelitian dilakukan secara eksperimental dengan membandingkan tiga formulasi gel berbahan dasar pati sagu terhadap gel ultrasound komersial yang sudah beredar luas di pasaran. Pengujian karakteristik fisik dilakukan secara menyeluruh, meliputi pH, tekstur (organoleptik), daya sebar, dan daya lekat, yang semuanya berpengaruh pada kenyamanan dan efektivitas saat digunakan pada prosedur ultrasonografi. Selain itu, dilakukan pula uji kualitas citra menggunakan modalitas ultrasonografi (USG) dengan phantom CIRS 040GSE, untuk menilai kemampuan penetrasi (depth of penetration), sensitivitas kontras skala abu-abu (grayscale contrast sensitivity), serta keseragaman gambar (uniformity).

Hasil pengujian menunjukkan bahwa gel berbasis sagu memiliki pH yang sesuai dengan standar keamanan kulit manusia (pH netral), tekstur yang nyaman, daya lekat optimal, dan daya sebar yang memadai. Dalam uji pencitraan, gel sagu juga terbukti mampu menghasilkan kualitas citra setara dengan gel ultrasound komersial. Bahkan, dua dari tiga parameter menunjukkan kemiripan hingga 100%, sementara parameter uniformity mencapai kesesuaian di atas 95%.

[BACA JUGA: Upaya Cegah TBC pada Pasien dan Keluarga]

Kesimpulan

Gel ultrasound berbahan dasar pati sagu terbukti layak dan potensial sebagai alternatif pengganti gel impor. Selama ini, gel impor digunakan secara luas di berbagai layanan kesehatan. Inovasi ini memanfaatkan bahan baku lokal yang melimpah, dengan proses produksi yang relatif sederhana. Hasil uji efektivitasnya juga sangat menjanjikan.

Dengan keunggulan tersebut, produk ini berpotensi besar untuk memperkuat industri farmasi dalam negeri. Lebih dari sekadar solusi praktis, penelitian ini menjadi bukti kontribusi nyata terhadap pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs). Khususnya pada aspek kesehatan yang baik dan kesejahteraan (Goal 3), serta industri, inovasi, dan infrastruktur (Goal 9).

Pengembangan produk lokal seperti ini diharapkan dapat menjadi inspirasi. Terutama bagi penelitian selanjutnya yang berfokus pada pemanfaatan kekayaan hayati Indonesia.

***

Penulis: Brayen Najoan

Pembimbing : Anggraini Dwi S, Weni Purwanti

Program Studi : D4 Teknologi Radiologi Pencitraan

Editor: Fatikah Rachmadianty