VOKASI NEWS – Personal hygiene merupakan suatu praktik yang sangat penting dalam menjaga kebersihan dan kesehatan seseorang. Hal ini tidak hanya berdampak pada individu itu sendiri, tetapi juga pada orang lain baik secara fisik maupun psikis. Namun, ketika membahas personal hygiene pada pasien dengan gangguan jiwa berat, kompleksitasnya meningkat. Karena gangguan mental yang dialami dapat menghambat kemampuan mereka dalam merawat diri dengan baik.
Gangguan jiwa serius seperti skizofrenia sering kali menyebabkan pasien kehilangan motivasi dan rasa tanggung jawab terhadap kebersihan diri mereka. Stuart (2013) mengungkapkan bahwa pasien sering mengalami apati, menghindari kegiatan, dan mengalami gangguan dalam melakukan perawatan diri seperti kebersihan pribadi, nutrisi, eliminasi, berpakaian, dan kesehatan kulit. Kondisi ini tidak hanya berdampak pada kesehatan fisik mereka, tetapi juga memperburuk kondisi mental mereka yang sudah rapuh.
Masalah Personal Hygiene yang Kerap Dialami
Masalah personal hygiene yang kurang baik pada pasien gangguan jiwa dapat meningkatkan risiko infeksi, penyakit kulit, dan masalah kesehatan lainnya. Lebih dari itu, hal ini juga dapat menghambat interaksi sosial mereka dengan lingkungan sekitar dan memperburuk stigma yang mungkin mereka hadapi. Ini menjadi tantangan serius dalam perawatan pasien dengan gangguan jiwa, di mana pengetahuan dan keterampilan yang tepat diperlukan untuk memastikan mereka mendapatkan perawatan yang memadai.
Data dari berbagai fasilitas kesehatan di Indonesia menunjukkan adanya masalah yang signifikan terkait defisit perawatan diri pada pasien gangguan jiwa. Sebagai contoh, di RSJ Grhasia Yogyakarta, sekitar 22% dari total pasien mengalami defisit perawatan diri (Hastuti, Hendarsih, & Susana, 2018). Di Provinsi Jawa Timur, laporan dari Rumah Sakit Jiwa menunjukkan bahwa sekitar 4,06% dari pasien mengalami masalah serupa (RSJ Tampan, 2014). Masalah ini tidak hanya terbatas pada satu daerah, tetapi tersebar luas di berbagai rumah sakit jiwa di seluruh Indonesia.
Penelitian oleh Rindayati et al. (2020) menyoroti hambatan yang dihadapi oleh caregiver dalam merawat pasien dengan gangguan jiwa, termasuk kurangnya pengetahuan tentang cara menangani skizofrenia. Hasil studi yang dilakukan di RSJ Atma Husada Mahakam Samarinda oleh Afifah (2021) menunjukkan bahwa keluarga pasien sering merasa kurang siap dalam merawat pasien. Hal tersebut karena kurangnya pengetahuan dan keterampilan dalam menghadapi gangguan jiwa yang kompleks.
Perawatan dan Penanganan Pasien Gangguan Jiwa yang Tepat
Keluarga memainkan peran penting dalam proses perawatan pasien dengan gangguan jiwa. Keluarga berperan dalam mengenali masalah kesehatan, pengambilan keputusan, modifikasi lingkungan, dan memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan jiwa yang tersedia. Menurut Blandina & Atanilla (2019), keluarga juga berperan dalam memberikan asuhan yang sesuai untuk membantu pemulihan pasien.
Perawatan personal hygiene yang baik tidak hanya mempengaruhi kesehatan fisik pasien, tetapi juga membantu meningkatkan kualitas hidup mereka secara keseluruhan. Gangguan integritas kulit seperti gatal-gatal dan scabies, masalah kesehatan mulut seperti karies gigi, serta gangguan kebersihan pada kuku dapat dicegah dengan perawatan yang tepat. Selain itu, aspek psikososial seperti kenyamanan, harga diri, dan interaksi sosial juga dapat ditingkatkan dengan adanya perawatan yang baik.
Peningkatan pengetahuan tentang personal hygiene di kalangan keluarga dapat berdampak positif dalam pemenuhan kebutuhan perawatan diri pasien dengan gangguan jiwa. Perawat memiliki peran kunci dalam memberikan edukasi kepada keluarga tentang teknik dan praktik perawatan diri yang benar. Melalui pendekatan family-centered nursing, perawat dapat membantu keluarga memandirikan pasien mereka dalam mengontrol kesehatan pribadi mereka.
Dalam konteks Indonesia, tantangan dalam meningkatkan perawatan personal hygiene pada pasien gangguan jiwa membutuhkan pendekatan holistik. Hal tersebut melibatkan tidak hanya tenaga medis tetapi juga dukungan dari keluarga dan masyarakat. Program edukasi yang terstruktur dan strategi intervensi yang sesuai perlu diterapkan untuk memastikan bahwa pasien menerima perawatan yang komprehensif dan bermartabat.
Secara keseluruhan, pemahaman dan perhatian yang lebih besar pada pasien dapat membawa perubahan signifikan dalam kualitas hidup. Dengan meningkatkan kesadaran dan keterampilan dalam perawatan diri, diharapkan pasien dapat hidup lebih mandiri dan bermakna dalam masyarakat. Selain itu juga mengurangi stigma yang sering kali melekat pada mereka. Dengan demikian, upaya bersama dari keluarga, tenaga medis, dan masyarakat dapat membantu menciptakan lingkungan yang lebih mendukung bagi pemulihan dan kehidupan yang lebih baik bagi pasien dengan gangguan jiwa.
***
Penulis: Erina Rahmawati
Editor: Puspa Anggun Pertiwi