Penyelesaian SP2DK Atas Pajak Penghasilan Kurang Bayar Pasal 25/29 Pada PT X

Penyelesaian SP2DK Atas Pajak Penghasilan Kurang Bayar Pasal 25/29 Pada PT X_Dokumen Istimewa

VOKASI NEWS – Studi kasus PT X menunjukkan proses penanganan SP2DK dan pengajuan pengurangan sanksi administrasi pajak. Simak langkah dan tanggapan perusahaan terhadap temuan DJP.

Studi Kasus Pengajuan Pengurangan Sanksi Administratif oleh PT X

Pajak merupakan instrumen vital dalam mendukung pembangunan nasional dan kesejahteraan masyarakat. Sesuai Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP), pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang bersifat memaksa tanpa imbalan langsung. Seluruh penerimaannya digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Ketentuan ini diperkuat oleh Pasal 23A UUD 1945 yang menegaskan legalitas dan pengaturan pajak dalam sistem hukum nasional.

Di Indonesia, pemungutan pajak menganut Self Assessment System, yaitu sistem di mana Wajib Pajak memiliki tanggung jawab penuh dalam menghitung, membayar, dan melaporkan kewajiban perpajakannya. Tujuannya adalah mendorong kepatuhan sukarela dan membangun kesadaran hukum di bidang perpajakan. Namun, penerapan sistem ini tetap diawasi oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP), salah satunya melalui Surat Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan (SP2DK), yang diterbitkan bila ditemukan ketidaksesuaian dalam pelaporan pajak.

Kasus PT X dan Respons terhadap SP2DK

PT X, sebuah perusahaan perdagangan handphone di Surabaya, menjadi contoh implementasi pengawasan dalam sistem perpajakan. Pada 2023, PT X menerima SP2DK untuk tahun pajak 2021. Hal ini disebabkan oleh ketidaksesuaian antara data SPT dan realisasi pembayaran PPh Pasal 25. Dalam laporan keuangannya, perusahaan mencatat setoran pajak sebesar Rp19 juta, sedangkan pembayaran yang sebenarnya hanya Rp13 juta.

Ketidaksesuaian tersebut menimbulkan kekurangan pembayaran pajak dan potensi sanksi administratif. Sebagai bentuk tanggung jawab, PT X memberikan klarifikasi kepada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) dan segera melunasi kekurangan tersebut dalam dua tahap, pada Agustus dan September 2023.

Meski pembayaran telah dilakukan, keterlambatan menyebabkan dikenakannya sanksi berupa bunga sebesar Rp939 ribu, sebagaimana diatur dalam Pasal 9 ayat (2b) UU KUP. Untuk mengurangi beban sanksi, PT X mengajukan Permohonan Pengurangan Sanksi Administrasi (PSA) pada Desember 2023. Permohonan tersebut disetujui oleh KPP, yang menetapkan pengurangan sebesar 50%, sehingga sisa sanksi yang harus dibayar menjadi Rp469 ribu.

[BACA JUGA: Langkah Korektif PT ABC Hadapi SP2DK atas PPh dan Penyusutan Aset]

Langkah ini menunjukkan komitmen PT X terhadap kepatuhan hukum serta mencerminkan sikap kooperatif dalam memenuhi kewajiban perpajakan. Kasus ini menjadi gambaran bagaimana perusahaan dapat bersikap responsif terhadap temuan otoritas pajak, sekaligus membangun citra positif sebagai entitas yang taat regulasi.

***

Penulis: Ananda Putri Octavia

Dosen Pembimbing: Rindah Febriana S, SE.,Ak.,M.Acc.,CA

Program Studi: D3 Perpajakan

Editor: Fatikah Rachmadianty