VOKASI NEWS – Penyelesaian SP2DK PPh 23 dengan pembayaran pajak dan pembetulan SPT, menegaskan pentingnya ketelitian pelaporan untuk hindari sanksi.
Surat Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan (SP2DK) merupakan sarana pengawasan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) terhadap wajib pajak yang tidak patuh dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. SP2DK dikeluarkan berdasarkan hasil analisis kepatuhan material yang menunjukkan adanya ketidaksesuaian pelaporan.
Salah satu kasus kepatuhan pajak terjadi pada PT X, perusahaan di bidang perdagangan besi dan baja, yang menerima SP2DK dari otoritas pajak.
Indikasi Ketidakpatuhan dan Respons PT X
Pada tahun 2024, PT X menerima SP2DK dari Kantor Pelayanan Pajak (KPP) untuk tahun pajak 2020. SP2DK tersebut terdapat dua indikasi. Pertama, adanya bukti potong PPh Pasal 23 yang belum diterbitkan faktur pajak keluaran. Lalu, yang kedua, adanya objek pajak PPh Pasal 23 yang belum dilakukan pemotongan pajak. PT X merespons SP2DK dengan berkonsultasi kepada konsultan pajak dan mengadakan pertemuan langsung dengan Account Representative (AR).
Setelah melakukan pertemuan diketahui bahwa PT X mengalami kelalaian administratif serta menghadapi kendala dari pihak lawan transaksi yang tidak memiliki NPWP dan tidak bersedia dipotong pajaknya. Hal ini mengganggu pelaksanaan kewajiban perpajakan.
Evaluasi dan Perbaikan Prosedur Internal
PT X menyelesaikan kewajiban perpajakannya terkait bukti potong PPh Pasal 23 yang belum diterbitkan faktur pajak keluaran. Perusahaan melakukan pembayaran kurang bayar PPN sebesar Rp17.052.500 secara digunggungkan karena data pelanggan tidak lagi tersedia. Selain itu, perusahaan juga membenarkan SPT Tahunan Badan dan SPT Masa PPN sebagai bentuk tanggung jawab. Terkait dengan objek pajak PPh Pasal 23 yang belum dipotong, PT X membayar kekurangan sebesar Rp67.851.154 dan menyampaikan SPT Masa PPh 23.
Akibat dari penyelesaian SP2DK tersebut PT X mendapatkan Surat Tagihan Pajak berupa sanksi administrasi akibat keterlambatan pelaporan dan pembayaran. Berdasarkan Pasal 7 dikenakan denda sebesar Rp100.000 dan bunga berdasarkan Pasal 9 ayat (2a) sebesar Rp3.765.192 untuk PPN serta Rp15.144.377 untuk PPh 23.
[BACA JUGA: PPh 23 Tak Dipotong? SP2DK Bisa Terbit, Ini Solusinya]
Studi ini menunjukkan bahwa ketelitian dalam pelaporan dan administrasi pajak sangat penting untuk mencegah terjadinya kelalaian. Setiap transaksi jasa, terutama yang menjadi objek PPh Pasal 23 dan PPN, harus disertai dokumentasi lengkap seperti faktur pajak dan bukti potong. PT X juga disarankan untuk melakukan verifikasi NPWP terhadap mitra kerja serta meningkatkan kontrol internal agar kejadian serupa tidak terulang kembali.
Dengan menerapkan prinsip kehati-hatian dan kepatuhan terhadap regulasi perpajakan, perusahaan dapat menghindari sanksi administratif yang merugikan. Kasus PT X menjadi contoh pembelajaran penting bagi wajib pajak lainnya dalam memahami dan melaksanakan kewajiban perpajakan secara benar.
***
Penulis: Rainy Noor Frida Habsari
Editor: Habibah Khaliyah