VOKASI NEWS – Kelalaian PT A dalam pelaporan PPh Pasal 23 berujung pada penerbitan SP2DK oleh fiskus. Artikel ini membahas penyebab, proses pembetulan, dan langkah preventif agar wajib pajak lebih cermat dalam pemenuhan kewajiban perpajakan.
Pentingnya Kepatuhan dalam Pelaporan PPh Pasal 23
Pajak merupakan sumber utama pendanaan negara yang digunakan untuk membiayai berbagai program publik, seperti pembangunan infrastruktur dan layanan pendidikan. Agar sistem perpajakan berjalan efektif dan efisien, diperlukan kepatuhan dari setiap wajib pajak, baik perorangan maupun badan. Di antara berbagai jenis pajak di Indonesia, Pajak Penghasilan (PPh) menjadi salah satu yang signifikan. Salah satu bentuknya adalah PPh Pasal 23, yang dikenakan atas penghasilan dari modal, jasa, dan kegiatan tertentu, kecuali yang sudah dipotong PPh Pasal 21.
Dalam transaksi antar badan usaha, penyedia jasa memungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN), sementara pihak pengguna jasa wajib memotong PPh Pasal 23. Meski dikenakan dalam satu transaksi, dasar perhitungan dan tarif keduanya berbeda. Di Indonesia, mekanisme perpajakan dijalankan berdasarkan sistem self-assessment, yaitu sistem yang memberikan tanggung jawab penuh kepada wajib pajak untuk menghitung, membayar, dan melaporkan sendiri kewajibannya.
Studi Kasus PT A: Respons terhadap SP2DK dan Upaya Koreksi
PT A, sebuah perusahaan pelayaran yang bergerak di bidang keagenan kapal, mendapat Surat Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan (SP2DK) dari Direktorat Jenderal Pajak pada 31 Juni 2024. SP2DK tersebut diterbitkan karena terdapat ketidaksesuaian antara laporan SPT Masa PPh Pasal 23 tahun pajak 2022 dengan data faktur pajak masukan yang dimiliki otoritas pajak.
Hasil penelusuran menunjukkan bahwa terdapat sejumlah transaksi yang belum dipotong dan dilaporkan PPh Pasal 23-nya. Transaksi tersebut meliputi sewa aset selain tanah dan bangunan, jasa keagenan, jasa pengurusan dokumen, serta jasa laboratorium. Nilai Dasar Pengenaan Pajak (DPP) atas transaksi tersebut mencapai Rp596.691.846. Berdasarkan klarifikasi internal, kelalaian ini disebabkan oleh kesalahan manusia (human error) dalam proses administrasi.
[BACA JUGA: Pemeriksaan Pajak PT AFF: Dampak NPWP Non-Efektif]
PT A memberikan tanggapan tertulis pada 5 Juli 2024, sesuai batas waktu yang ditentukan. Setelah berkonsultasi dengan pihak konsultan pajak, perusahaan melakukan pembetulan atas SPT Masa PPh Pasal 23 Desember 2022. Pajak terutang sebesar 2% dari DPP, yaitu Rp11.933.837, telah disetorkan pada 15 Juli 2024 melalui sistem e-Filing.
***
Penulis: Navisha Putri Virdanis
Editor: Fatikah Rachmadianty