Peran Ekualisasi dalam Menanggapi SP2DK atas Ketidaksesuaian Data Perpajakan

VOKASI NEWS – Mari selidiki pentingnya ekualisasi pajak dalam proses kasus  ketidaksesuaian data saat penerbitan SP2DK.

Dalam sistem perpajakan Indonesia yang menganut prinsip self-assessment, wajib pajak memiliki tanggung jawab penuh untuk menghitung, membayar, dan melaporkan kewajiban perpajakannya secara mandiri. Prinsip ini memberikan keleluasaan kepada wajib pajak. Namun juga mengandung risiko tinggi atas ketidaksesuaian pelaporan antara data yang disampaikan oleh wajib pajak dan yang tercatat pada sistem Direktorat Jenderal Pajak (DJP). 

Salah satu bentuk pengawasan dari DJP terhadap potensi ketidaksesuaian ini dilakukan melalui penerbitan SP2DK. Dokumen ini berfungsi sebagai peringatan awal kepada wajib pajak ketika ditemukan perbedaan atau ketidaksesuaian data, dan menuntut tanggapan serta klarifikasi dalam kurun waktu tertentu. Dalam konteks inilah, ekualisasi pajak memiliki peran strategis sebagai sarana validasi dan klarifikasi data perpajakan.

Ekualisasi merupakan proses rekonsiliasi atau pencocokan antara data yang dilaporkan oleh wajib pajak dalam Surat Pemberitahuan (SPT) dengan data pembanding. Contohnya seperti laporan keuangan, faktur pajak, atau data pihak ketiga yang dimiliki oleh DJP. Melalui ekualisasi, wajib pajak dapat mengidentifikasi dan menjelaskan selisih atau perbedaan yang muncul antara nilai-nilai tertentu. 

Salah satu contohnya seperti jumlah pembelian yang tercantum dalam SPT Masa PPN dengan data pembelian dalam SPT Tahunan PPh Badan. Ketidaksesuaian semacam ini seringkali disebabkan oleh perbedaan waktu pengakuan transaksi, pencatatan yang tidak konsisten, pengkreditan faktur pajak yang tidak sesuai masa. Selain itu juga bisa karena pengakuan biaya operasional dan aset tetap yang tidak masuk dalam komponen harga pokok penjualan.

Studi Kasus Ekualisasi Ketidaksesuaian Data PT. X

Pentingnya ekualisasi terlihat dalam studi kasus PT. X yang menerima SP2DK dari KPP Madya Surabaya pada tahun 2024. Perusahaan ini dilaporkan memiliki perbedaan antara nilai pembelian dalam SPT Tahunan PPh Badan tahun 2021 dan nilai perolehan dalam SPT Masa PPN 2021. Hal ini menghasilkan selisih yang menimbulkan dugaan ketidaksesuaian pelaporan dan mendorong DJP untuk menerbitkan SP2DK sebagai sarana klarifikasi. 

Dalam merespons surat tersebut, PT. X melakukan proses ekualisasi menyeluruh terhadap transaksi yang dilakukan sepanjang tahun 2021. Proses ini mencakup analisis terhadap faktur pajak masukan lintas tahun, pencatatan pembelian aset tetap.Selain itu juga termasuk faktur pajak atas biaya operasional seperti sewa, iklan, internet, dan pemeliharaan inventaris.

BACA JUGA: [Penerapan Perlakuan Perpajakan dan Pencatatan Pajak Penghasilan Pasal 25 Pada PT X]

Hasil dari ekualisasi menunjukkan bahwa sebagian besar selisih terjadi karena pengkreditan faktur pajak yang dilakukan di tahun berbeda dari transaksi aslinya. Sebagai contoh, terdapat faktur atas pembelian tahun 2021 yang baru dikreditkan dalam SPT Masa tahun 2022. Bisa juga karena faktur tahun 2020 yang dikreditkan di tahun 2021. 

Selain itu, selisih juga berasal dari pencatatan Pajak Masukan atas pembelian aset tetap dan beban operasional yang secara fiskal tidak dimasukkan ke dalam harga pokok penjualan pada SPT Tahunan PPh Badan, namun tetap dikreditkan dalam SPT Masa PPN. Dengan melakukan ekualisasi secara detail dan menyusun tanggapan tertulis kepada KPP, PT. X berhasil membuktikan bahwa tidak terdapat unsur penghindaran pajak, melainkan semata-mata terjadi karena perbedaan klasifikasi dan waktu pencatatan.

Pentingnya Ekualisasi Pajak Bagi Perusahaan

Ekualisasi dalam konteks ini berfungsi tidak hanya sebagai alat teknis, tetapi juga sebagai bukti kepatuhan wajib pajak. Ketika ekualisasi dilakukan secara sistematis dan disertai dokumentasi yang valid, wajib pajak dapat memberikan klarifikasi yang memadai kepada otoritas pajak. Hal ini mencerminkan transparansi dan itikad baik dalam menjalankan kewajiban perpajakan. Lebih lanjut, ekualisasi juga memungkinkan perusahaan untuk mengevaluasi kembali sistem pencatatan dan pelaporan internal. Dengan begitu, perusahaan dapat meningkatkan akurasi dan menghindari kesalahan di masa mendatang.

Keberhasilan PT. X dalam menyelesaikan SP2DK melalui proses ekualisasi juga menunjukkan bahwa pendekatan preventif dan kolaboratif antara wajib pajak dan fiskus menjadi kunci dalam menciptakan kepatuhan sukarela yang berkelanjutan. SP2DK yang awalnya dianggap sebagai tekanan administratif, justru dapat menjadi sarana edukasi bagi wajib pajak untuk meningkatkan kualitas pelaporan. Dengan demikian, peran ekualisasi tidak hanya terbatas pada pemenuhan kewajiban administratif, tetapi juga berkontribusi terhadap peningkatan integritas sistem perpajakan nasional.

Pada akhirnya, ekualisasi menjadi instrumen penting yang wajib dipahami oleh setiap praktisi perpajakan, khususnya dalam menghadapi pengawasan aktif dari DJP seperti penerbitan SP2DK. Dengan pengelolaan data yang rapi, dokumentasi yang lengkap, dan respons yang tepat waktu, wajib pajak tidak hanya mampu menanggapi SP2DK secara efektif, tetapi juga dapat membangun citra sebagai entitas yang patuh dan kredibel di mata otoritas pajak. Hal ini sejalan dengan tujuan jangka panjang pemerintah dalam menciptakan sistem perpajakan yang adil, transparan, dan berkelanjutan.

***

Penulis: Novaura Laila Ramadhani

Editor: Oky Sapto Mugi Saputro