VOKASI NEWS – Perbedaan pelaporan biaya gaji antara SPT Masa PPh 21 dan SPT Tahunan PPh Badan disebabkan oleh penghasilan di bawah PTKP yang tidak wajib dilaporkan dalam SPT Masa.
Dalam kehidupan sehari-hari, pajak memiliki peran yang sangat penting meskipun sering kali tidak disadari langsung oleh masyarakat. Pajak merupakan kewajiban warga negara kepada pemerintah yang hasilnya digunakan untuk membiayai berbagai kebutuhan publik. Contohnya seperti pendidikan, fasilitas kesehatan, hingga pembangunan infrastruktur yang menunjang aktivitas ekonomi.
Seiring dengan pentingnya fungsi pajak, maka setiap warga negara yang telah memenuhi syarat sebagai wajib pajak juga memiliki kewajiban untuk melaksanakan kepatuhan perpajakannya secara tepat waktu dan benar. Kepatuhan ini mencakup pelaporan, pembayaran, serta pemotongan atau pemungutan pajak sesuai ketentuan. Hal ini menjadi bagian dari tanggung jawab dalam mendukung sistem perpajakan yang adil dan berkelanjutan.
Penyebab Selisih Pelaporan Biaya Gaji antara SPT Masa PPh 21 dan SPT Tahunan PPh Badan
Dalam praktik pelaporan perpajakan, tidak jarang ditemukan adanya selisih antara jumlah penghasilan bruto yang dilaporkan. Hal ini disetorkan dalam SPT Masa PPh Pasal 21 dan jumlah biaya gaji yang dicatat dalam SPT Tahunan PPh Badan. Salah satu penyebab umum dari selisih ini adalah adanya penghasilan yang diberikan kepada pegawai, namun tidak dilaporkan dalam SPT Masa PPh 21 karena tidak menimbulkan PPh terutang atau berstatus nihil.
BACA JUGA: [Mengoptimalkan Pengalaman Belanja Online Melalui Pengembangan PWA E-Commerce “PikaBuy” di Punggawa Studio]
Dalam hal ini biasanya terjadi dalam kasus penghasilan pegawai tetap atau tidak tetap yang berada di bawah Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Dengan begitu, meskipun perusahaan tetap mencatatnya sebagai biaya gaji dalam laporan keuangan, penghasilan tersebut tidak wajib dilaporkan dalam SPT Masa. Hal ini berlaku juga jika diakui sebagai beban dalam SPT Tahunan PPh Badan.
Pentingnya Rekonsiliasi dan Dokumentasi dalam Menyikapi Perbedaan
Seperti yang diketahui bahwa kewajiban pelaporan PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26 yang dipotong tidak berlaku jika PPh terutangnya nihil. Hal ini tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 9/PMK.03/2018 Pasal 10 ayat (2). Artinya, perusahaan tidak wajib menyampaikan SPT Masa PPh 21 atas penghasilan yang tidak menimbulkan kewajiban pemotongan pajak. Akibat dari ketentuan ini, perusahaan tetap mengakui biaya gaji tersebut secara fiskal dalam SPT Tahunan. Meskipun begitu, tidak mencantumkan penghasilan terkait dalam laporan SPT Masa PPh 21 karena tidak ada kewajiban pemotongan.
Hal inilah yang menyebabkan terjadinya selisih antara laporan SPT Masa dan SPT Tahunan. Meskipun hal ini sesuai dengan ketentuan yang berlaku, wajib pajak tetap perlu melakukan rekonsiliasi internal dan dokumentasi yang baik. Hal ini penting dilakukan agar dapat menjelaskan sumber perbedaan tersebut apabila dilakukan klarifikasi oleh Direktorat Jenderal Pajak. Contohnya seperti dalam bentuk penerbitan SP2DK atau permintaan data lainnya.
Kepatuhan terhadap peraturan serta dokumentasi yang transparan merupakan bagian penting dari pengelolaan pajak yang baik dan bertanggung jawab. Kepatuhan terhadap peraturan perpajakan yang berlaku, disertai dengan penyusunan dokumentasi yang lengkap, akurat, dan transparan, merupakan hal paling penting dalam membangun sistem pengelolaan pajak yang baik, profesional, dan bertanggung jawab.
Hal ini tidak hanya membantu wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya secara tepat waktu dan benar, tetapi juga berfungsi sebagai bentuk antisipasi terhadap potensi pemeriksaan atau permintaan klarifikasi dari otoritas pajak. Dengan begitu, dapat menciptakan hubungan konstruktif antara wajib pajak dan fiskus serta mendukung terciptanya kondisi sistem perpajakan yang adil, transparan, efisien dan berkelanjutan
***.
Penulis: Alya Surya Rasendriya
Editor: Oky Sapto Mugi Saputro