VOKASI NEWS – Mengetahui strategi koping, solusi mengurangi dan mengatasi kadar stres pada mahasiswa keperawatan tingkat akhir.
Mahasiswa keperawatan tingkat akhir memiliki tuntutan akademis dan emosional yang diberikan pada mereka (Maisa et al., 2021). Selain itu mahasiswa keperawatan tingkat akhir menghadapi ujian akhir semester, ujian praktik, tugas-tugas semester akhir dan tuntutan untuk menyelesaikan skripsi sebagai syarat kelulusan sehingga mengalami stres yang lebih berat (Fahmi & Soekardjo, 2022). Faktor yang dapat menyebabkan terjadinya stress antara lain tuntutan fisik, lingkungan, dan situasi sosial yang tidak terkontrol (Ambarwati et al., 2019). Sehingga selama menjalani proses pembelajaran, mahasiswa keperawatan tingkat akhir mengalami perasaan stres.
Prevalensi Kasus Stres pada Mahasiswa
Menurut data yang terbitkan oleh The American College Health Associations National College Assessment (NCHA), terdapat 53% mahasiswa melaporkan mengalami stress sedang hingga stress berat dalam 12 bulan terakhir. Hasil tersebut didapatkan dari penelitian pada 157 institusi dan melibatkan 98.050 mahasiswa. Sedangkan pada mahasiswa di Indonesia sebanyak 36,7- 71,6% yang mengalami stress (Bao et al., 2022). Penelitian yang dilakukan (Fitri Handayani & Fithroni, 2022) dengan responden sebanyak 39 mahasiswa menunjukkan sebanyak 10% yang mengalami tingkat stres rendah. Sedangkan 85% mahasiswa yang mengalami tingkat stress rendah, dan sebanyak 5% mahasiswa yang mengalami tingkat stres berat.
BACA JUGA: Kadar Bilirubin Total pada Penderita Tuberkulosis Paru Selama Pengobatan di RSUD Jombang Tahun 2023
Stres akademik terjadi pada mahasiswa yang disebabkan adanya pengaruh proses pembelajaran atau perkuliahan di kampus (Anindhita, 2019). Faktor yang dapat mempengaruhi stres akademik seperti faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal termasuk didalamnya pola berpikir, kepribadian, dan keyakinan. Sedangkan faktor eksternal termasuk didalamnya pembelajaran yang padat, tekanan untuk berprestasi dan dorongan sosial. Stres juga diakibatkan oleh adanya ketidaksesuaian antara harapan dan kenyataan, adanya ketimpangan antara tuntutan dari lingkungan dan kemampuan individu itu sendiri yang dapat berpotensi membahayakan, mengancam atau mengganggu individu tersebut (Yuda et al., 2023)
Strategi Koping Sebagai Solusi Mengatasi Stress
Terdapat berbagai reaksi yang timbul dalam menghadapi stres. Koping merupakan tindakan secara kognitif dan perilaku yang dilakukan setiap waktu dalam lingkungan keluarga, masyarakat. Tindakan ini biasa digunakan untuk mengatasi, mengurangi dan tahan terhadap segala bentuk tuntutan (Monalisa & Santosa, 2022). Strategi koping dilakukan untuk mengurangi atau mengatasi situasi dan tuntutan yang dianggap menekan, menantang, membebani dan melebihi kemampuan yang dimiliki. Terdapat dua jenis strategi koping yang kerap dilakukan manusia, yaitu
- Koping yang berpusat pada masalah (problem focused form of coping mechanism/direct action), dan
- Koping yang berpusat pada emosi (emotion focused of coping/palliatif form) (Maryam, 2017).
Dampak positif dari stres adalah peningkatan kreativitas dan sebagai pemicu pengembangan diri. Sedangkan dampak negatif tingginya tingkat stres pada mahasiswa adalah menurunnya penurunan konsentrasi dan dapat menimbulkan perilaku yang kurang baik (Wahyudi et al., 2015). Stres pada mahasiswa tingkat akhir mengakibatkan turunnya optimis dalam pengerjaan skripsi yang dikarenakan adanya hambatan (Yuda et al., 2023).
Solusi dan Kebiasaan yang Dapat Mengatasi Stres
Perilaku yang dapat dilakukan untuk mengatasi stres adalah dengan berolahraga. Olahraga adalah proses sistematis dan terprogram yang dilakukan untuk mendapatkan kesehatan jasmani dan rohani yang dilakukan dalam berbagai bentuk aktivitas seperti permainan dan perlombaan (Rubiyatno, 2014). Pekerjaan yang dilakukan sehari hari tidak termasuk dalam aktivitas olahraga. Melainkan dengan meluangkan waktu khusus untuk berolahraga dan tetap melakukan aktivitas pekerjaan seperti biasa. Aktivitas olahraga yang baik dilakukan yaitu 35 sampai 45 menit dengan frekuensi 3-4 per minggu.
Seseorang dikatakan memiliki kebiasaan berolahraga ketika melakukan minimal dua kali seminggu dengan durasi minimal 20 menit (Dany & Kusuma, 2022). Olahraga berguna dalam mencegah stres karena dapat mengurangi produksi hormon penyebab stres. Olahraga rutin dapat menurunkan kadar epinefrin dan kortisol dalam tubuh. Sedangkan olahraga teratur dapat mempengaruhi tingkat stres karena adanya perubahan kimia dalam otak perubahan tersebut mencakup transportasi dan metabolisme neurotransmitter yang mengubah aktivitas neurotransmitter (Putri, 2022).
***
Penulis: Achmad Ilyas Nur Zam Zami
Editor: Puspa Anggun Pertiwi