Profitabilitas sebagai Kunci Menghindari Financial Distress di Sektor Tambang, Retail, dan Transportasi

Profitabilitas sebagai Kunci Menghindari Financial Distress di Sektor Tambang, Retail, dan Transportasi

VOKASI NEWS – Soroti pentingnya profitabilitas dalam mencegah financial distress, khususnya di sektor tambang, retail, dan transportasi.

Perkembangan ekonomi global maupun domestik mendorong perusahaan untuk terus meningkatkan daya saing agar tetap bertahan. Namun, dibalik dinamika bisnis yang semakin kompetitif, banyak perusahaan yang menghadapi tekanan keuangan yang berujung pada financial distress. Financial distress merupakan kondisi penurunan kesehatan keuangan perusahaan sebelum memasuki tahap kebangkrutan. Kondisi ini seringkali ditandai dengan penurunan profitabilitas, beban utang membesar hingga ketidakmampuan memenuhi kewajiban keuangan jangka pendek maupun jangka panjang. 

Berdasarkan data dari Indonesia A&M Distress Alert (2024), sektor pertambangan logam dan batu bara, retail, dan transportasi menjadi tiga sektor yang paling rentan mengalami financial distress di Indonesia. Tingkat financial distress pada sektor ini masing-masing mencapai 25% untuk pertambangan logam dan batu bara, 20,8% untuk retail, dan 20% untuk transportasi. Hal ini mengindikasikan bahwa perusahaan-perusahaan dalam sektor tersebut menghadapi risiko keuangan yang cukup signifikan. 

Peran Profitabilitas dan Faktor Ekonomi Makro

Beberapa faktor yang mempengaruhi kondisi financial distress antara lain adalah profitabilitas, suku bunga, nilai tukar. Profitabilitas mengacu pada kemampuan perusahaan menghasilkan laba dari kegiatan operasionalnya. Perusahaan dengan profitabilitas rendah cenderung sulit memenuhi kewajiban keuangannya sehingga berisiko mengalami distress. Sementara itu, tingginya suku bunga dapat meningkatkan beban bunga perusahaan, terutama bagi perusahaan yang banyak menggunakan pembiayaan berbasis hutang. 

Fluktuasi nilai tukar juga menjadi faktor krusial, terutama bagi perusahaan yang berorientasi ekspor impor atau memiliki pinjaman dalam mata uang asing. Depresiasi nilai tukar akan meningkatkan beban biaya, sehingga memperbesar kemungkinan terjadinya krisis keuangan di perusahaan. Ketiga faktor ini menjadi penting untuk dianalisis agar perusahaan dapat meminimalisir risiko yang ada. 

Profitabilitas Jadi Penentu Stabilitas Keuangan

Pengaruh profitabilitas, suku bunga, dan nilai tukar terhadap risiko keuangan perusahaan kini menjadi sorotan, khususnya di sektor pertambangan logam dan batu bara, retail, serta transportasi. Data yang diolah dari 32 perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2021–2024 menunjukkan bahwa kemampuan menghasilkan laba yang diukur melalui Return On Assets (ROA), memegang peranan krusial dalam menjaga kesehatan keuangan perusahaan.

Semakin tinggi tingkat profitabilitas, semakin kecil kemungkinan perusahaan mengalami tekanan finansial. Sementara itu, fluktuasi suku bunga acuan Bank Indonesia dan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS tidak menunjukkan pengaruh berarti terhadap kondisi keuangan perusahaan dalam sektor tersebut.

[BACA JUGA: Kenali Pentingnya CSR dan GCG, Bisa Meningkatkan Harga Saham?]

Implikasi Bagi Dunia Bisnis

Temuan ini sejalan dengan kondisi nyata di lapangan. Misalnya, PT Garuda Indonesia Tbk sempat mencatat utang yang mencapai Rp 140 Triliun akibat tekanan selama pandemi. Kenaikan suku bunga dan depresiasi rupiah memperburuk beban utang karena sebagian besar kewajiban berbentuk valuta asing. Di sisi lain, sektor pertambangan seperti PT Delta Dunia Makmur Tbk juga mengalami kerugian bersih akibat fluktuasi kurs dan kenaikan biaya produksi yang tidak sebanding dengan pendapatan. 

Sektor retail pun menghadapi penurunan daya beli masyarakat dan peningkatan persaingan dari e-commerce yang memperparah tekanan terhadap arus kas. Kondisi ini memperjelas bahwa menjaga tingkat profitabilitas perusahaan menjadi prioritas utama agar perusahaan dapat terus berdiri dan berjalan. Jika tidak mampu untuk bertahan maka perusahaan dapat berujung gulung tikar. Maka dari itu, perusahaan harus bisa bertahan ditengah dinamika ekonomi ini. 

Strategi Menghadapi Financial Distress

Dalam menghadapi gejolak ekonomi global dan domestik, perusahaan dituntut untuk lebih efisien dalam menjalankan operasional agar mampu menjaga arus kas dan laba tetap stabil. Stabilitas profitabilitas menjadi indikator utama yang harus dipantau secara berkala.

Dari sisi investor, pendekatan analisis keuangan yang lebih cermat juga dibutuhkan sebelum menanamkan modal, terutama pada sektor-sektor yang sensitif terhadap perubahan kondisi makroekonomi. Ketahanan finansial tidak lagi cukup jika hanya bergantung pada faktor eksternal. Kekuatan internal perusahaan, seperti efisiensi dan laba operasional, justru menjadi penentu utama kelangsungan bisnis di tengah ketidakpastian.

***

Penulis: Anindia Taista Alfi 

Editor: Habibah Khaliyah