VOKASI NEWS – Risiko mekanis, kimia, dan ergonomi dalam proses akrilik ortodonti serta strategi pengendalian berbasis HIRARC untuk meningkatkan keselamatan dan produktivitas di laboratorium gigi.
Laboratorium gigi merupakan ruang kerja teknis dengan tingkat risiko tinggi, terutama pada proses pembuatan peranti ortodonti lepasan. Aktivitas seperti pengolahan resin akrilik, pembentukan kawat logam, penggunaan spiritus, serta pengoperasian mesin berkecepatan tinggi dapat menimbulkan potensi cedera maupun gangguan kesehatan kerja. Oleh karena itu, identifikasi bahaya dan langkah pengendalian perlu dilakukan sejak tahap awal agar risiko dapat diminimalkan dan mutu hasil kerja tetap terjaga. Pendekatan berbasis klasifikasi hazard membantu menentukan prioritas intervensi pada titik-titik proses yang paling kritis.
Klasifikasi bahaya keselamatan kerja meliputi bahaya mekanis, listrik, kebakaran, dan ledakan. Sumber bahaya mekanis antara lain mesin trimmer, pemotong kawat, dan mikromotor yang dapat menyebabkan luka sayat, terjepit, hingga amputasi bila tanpa pelindung. Bahaya listrik berasal dari peralatan seperti trimmer dan polyclave yang berisiko menimbulkan sengatan atau kebakaran apabila pemeliharaan tidak rutin. Selain itu, lantai licin, suhu tinggi pada alat pemanas, serta pengelolaan bahan mudah terbakar meningkatkan peluang terjadinya kecelakaan kerja.
Bahaya Kesehatan dan Tantangan Ergonomi
Selain risiko keselamatan, teknisi gigi juga terpapar berbagai faktor bahaya kesehatan seperti fisik, kimia, biologis, ergonomi, dan psikososial. Uap monomer akrilik, debu akrilik, serta bahan pelarut berpotensi mengiritasi kulit, mata, dan saluran pernapasan apabila ventilasi tidak memadai. Kontaminasi biologis bisa terjadi dari model atau bahan cetak yang membawa mikroorganisme patogen, sehingga prosedur disinfeksi ulang wajib dilakukan.
Faktor ergonomi dan psikososial juga tidak kalah penting. Postur kerja statis, gerakan berulang, dan beban visual dapat menyebabkan gangguan muskuloskeletal. Tekanan pekerjaan dan tenggat waktu yang ketat pun dapat memicu stres dan menurunkan konsentrasi. Tahapan kerja dengan risiko tinggi meliputi penerimaan dan persiapan model, pembentukan kawat, pembuatan dasar akrilik, serta finishing dan polishing. Pada tahap penghalusan, misalnya, debu dan percikan partikel menuntut penggunaan masker, kacamata pelindung, serta posisi kerja yang ergonomis agar aman dan nyaman.
Strategi Pengendalian dan Pencegahan Risiko
Upaya pengendalian risiko dilakukan mengikuti kerangka HIRARC (Hazard Identification, Risk Assessment, and Risk Control) dengan urutan hierarki. Eliminasi dan substitusi diterapkan bila tersedia bahan atau proses alternatif yang lebih aman. Rekayasa teknik dilakukan melalui pemasangan pelindung mesin, local exhaust ventilation di area penggilingan, serta pemisahan area kerja bersih dan kotor. Pengendalian administratif mencakup penyusunan SOP disinfeksi, pelatihan keselamatan, daftar periksa pra-operasi, penjadwalan kerja, serta tanda peringatan bahaya yang konsisten.
Alat pelindung diri (APD) menjadi lapisan terakhir dari sistem pengamanan. Jas laboratorium melindungi tubuh dari debu dan percikan, masker respirator menahan partikel halus, sarung tangan disesuaikan dengan bahan kerja, dan kacamata pelindung mencegah iritasi mata. Face shield digunakan untuk melindungi dari percikan, sedangkan earplug atau earmuff diperlukan di area bising. Kepatuhan penggunaan APD diperkuat melalui pengawasan, edukasi, serta pencatatan kepatuhan berkala.
Implementasi pengendalian berlapis tersebut diharapkan mampu menurunkan paparan uap monomer, debu akrilik, serta insiden luka kerja dan slip. Pemantauan dilakukan melalui audit SOP, pengukuran kebisingan dan partikulat, serta laporan keluhan iritasi atau nyeri otot. Dengan penerapan sistem keselamatan yang konsisten, kualitas kerja dan produktivitas laboratorium dapat meningkat tanpa mengorbankan keselamatan teknisi.
[BACA JUGA: Rehabilitasi Estetika Gigi Anterior dengan Maryland PFM]
***
Penulis: Sinkka Adekia Wulandandari



