VOKASI NEWS – Kasus pengalihan aset di KEK menunjukkan ketelitian pelaporan pajak untuk menghindari sanksi meskipun mendapat insentif perpajakan.
Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) memberikan insentif pajak untuk mendorong pertumbuhan investasi. Kebijakan ini berlaku di berbagai daerah Indonesia dan ditujukan untuk meningkatkan daya saing ekonomi. Namun, pemanfaatan insentif tersebut perlu dibarengi dengan pemahaman yang tepat terhadap aturan perpajakan yang berlaku.
Pengalihan aset seperti tanah dan bangunan di KEK kerap menimbulkan masalah apabila tidak diadministrasikan dengan benar. Dalam kasus yang terjadi pada Oktober 2023, PT ABC menjual empat bidang tanah kepada PT Z. Transaksi dilakukan di wilayah KEK dan disertai penerbitan faktur pajak kode 070, sesuai ketentuan bahwa transaksi tersebut tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Faktur tersebut telah dilaporkan dalam SPT Masa PPN pada waktu yang sesuai.
Risiko Administratif Akibat Kesalahan Pelaporan
Masalah muncul ketika PT ABC baru menyetor Pajak Penghasilan (PPh) final Pasal 4 ayat (2) pada Juni 2024 dan melaporkannya untuk Masa Desember 2023. Padahal transaksi sebenarnya berlangsung pada Oktober 2023. Ketidaksesuaian waktu pelaporan dan penyetoran ini memicu perhatian otoritas pajak. Kantor Pelayanan Pajak (KPP) kemudian menerbitkan Surat Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan (SP2DK).
Sebagai bentuk respons, PT ABC segera melakukan evaluasi dokumen dan mengajukan pemindahbukuan serta pembetulan laporan melalui SPT Unifikasi yang sesuai masa pajaknya. Meski perbaikan telah dilakukan, sanksi administratif tetap dikenakan berupa bunga sebesar Rp219 juta dan denda keterlambatan sebesar Rp100 ribu. Hal ini menunjukkan bahwa keterlambatan dalam pelaporan tetap menimbulkan konsekuensi hukum.
Pentingnya Ketelitian dan Kepatuhan Pajak
Kasus tersebut memperlihatkan pentingnya ketelitian dalam pelaporan pajak, khususnya di wilayah yang memiliki ketentuan khusus seperti KEK. Setiap perbedaan antara waktu transaksi, pelaporan, dan penyetoran dapat berujung pada pengawasan lebih lanjut dari fiskus. Oleh karena itu, pelaku usaha wajib memahami dengan benar siapa yang terlibat dalam transaksi, apa kewajiban yang muncul, kapan batas waktu pelaporan berlaku, dan bagaimana mekanisme pelaporan yang benar.
Setiap badan usaha perlu menerapkan prinsip kehati-hatian dan memastikan seluruh transaksi tercatat serta dilaporkan secara tepat waktu. Konsultasi dengan pihak yang kompeten serta pemahaman terhadap ketentuan pajak menjadi bagian penting dalam menghindari risiko sanksi yang merugikan.
[BACA JUGA: Strategi Pengajuan PSA atas STP PPh Badan]
***
Penulis: Ariszal Gausman
Editor: Habibah Khaliyah