SEJARAH MUSEUM KANKER INDONESIA

Surabaya dikenal sebagai Kota Pahlawan karena memiliki peran penting dalam perjuangan merebut kemerdekaan Indonesia. Pada masa Hindia Belanda, Surabaya berstatus sebagai ibu kota Keresidenan Surabaya yang meliputi wilayah yang kini menjadi Kabupaten Jombang, Sidoarjo, Gresik, dan Mojokerto. Setelah tahun 1905, Surabaya resmi menjadi kota madya atau Gemeente. Dua dekade kemudian, pada tahun 1926, Surabaya ditetapkan sebagai ibu kota Provinsi Jawa Timur.

Pada awal abad ke-20, wilayah Surabaya masih berpusat di sekitar Jembatan Merah. Namun, memasuki tahun 1920-an, pembangunan kota berkembang pesat dengan munculnya kawasan pemukiman baru seperti Gubeng, Sawahan, Darmo, dan Ketabang. Seiring waktu, kota ini terus bertransformasi menjadi kota metropolitan terbesar kedua di Indonesia setelah Jakarta.

Selain pertumbuhan ekonomi dan infrastruktur, Surabaya juga dikenal sebagai kota yang menjaga nilai sejarahnya. Sejumlah bangunan bersejarah kini ditetapkan sebagai cagar budaya dan dialihfungsikan menjadi wisata edukasi, seperti Museum Pendidikan Surabaya, Museum Surabaya, dan De Javasche Bank. Keberadaan tempat-tempat ini menunjukkan upaya Surabaya dalam melestarikan warisan sejarah sekaligus memperkaya destinasi wisata edukatif di kota tersebut.

Museum Kanker Indonesia, Edukasi dan Kepedulian

Salah satu museum unik di Surabaya adalah Museum Kanker Indonesia (MKI) atau Museum Kanker Indonesia Yayasan Kanker Wisnuwardhana (MKI-YKW). Museum ini berdiri pada 2 November 2013 di Jalan Kayoon 16–18, Surabaya, Jawa Timur. Tujuan utama pendiriannya adalah mengedukasi masyarakat tentang kanker melalui pendekatan sejarah, sains, dan sosial.

Museum ini mengoleksi berbagai alat bantu pengenalan kanker, metode pencegahan, diagnosis awal, hingga proses penyembuhan dan rehabilitasi. Selain itu, pengunjung juga dapat mempelajari aspek budaya dan sejarah penanganan kanker di Indonesia. Museum Kanker Indonesia menjadi salah satu yang pertama di dunia dalam menggabungkan unsur pendidikan, penelitian, dan pelayanan masyarakat terkait kanker.

Selain fungsi edukatif, museum ini juga dirancang untuk melibatkan berbagai indera manusia, seperti penglihatan, pendengaran, perabaan, penciuman, dan pengecapan, guna menciptakan pengalaman belajar yang lebih interaktif. Museum ini berada di bawah pengelolaan Yayasan Kanker Wisnuwardhana, yang berkomitmen meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya deteksi dini dan pencegahan kanker.