Sistem Pendukung Keputusan untuk BPR

Sistem Pendukung Keputusan untuk BPR

Solusi Digital Kurangi Risiko Kredit Macet

Tantangan Pembiayaan UMKM di Tengah Ketidakpastian

Ketidakpastian ekonomi global dan nasional dalam beberapa tahun terakhir memengaruhi berbagai sektor usaha, termasuk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Krisis akibat pandemi, tekanan inflasi, hingga ketegangan geopolitik membuat banyak individu beralih ke sektor wirausaha sebagai alternatif mata pencaharian. Situasi ini meningkatkan permintaan terhadap modal usaha, terutama dari kalangan pengusaha kecil yang kesulitan mendapatkan pembiayaan dari bank konvensional.

Bank Perkreditan Rakyat (BPR) menjadi salah satu lembaga keuangan yang kerap diandalkan oleh pelaku UMKM karena menawarkan pinjaman yang relatif mudah, cepat, dan bersyarat ringan. Meski demikian, kemudahan tersebut menyimpan risiko. Laporan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan bahwa total nilai kredit bermasalah (Non-Performing Loan/NPL) di BPR mencapai Rp10,202 triliun pada akhir Desember 2022 dari total kredit yang disalurkan sebesar Rp129,295 triliun (OJK, 2023).

Salah satu faktor yang berkontribusi terhadap tingginya angka kredit macet adalah proses evaluasi nasabah yang belum optimal. PT BPR Mojosari Pahalapakto, sebagai studi kasus, masih menggunakan pendekatan manual dalam proses screening calon peminjam. Proses ini rawan kesalahan perhitungan, bias penilaian, dan ketidakteraturan pencatatan data nasabah.

Digitalisasi Evaluasi Nasabah Melalui SPK

Sebagai solusi, dikembangkan Sistem Pendukung Keputusan (SPK) berbasis metode Analytical Hierarchy Process (AHP) dan Simple Additive Weighting (SAW). Sistem ini dirancang untuk meningkatkan efisiensi dan akurasi dalam mengevaluasi kelayakan nasabah. Metode AHP digunakan untuk menentukan bobot setiap kriteria penilaian, sedangkan SAW digunakan untuk menghitung skor akhir berdasarkan data yang diinput.

Kriteria yang digunakan mencakup usia, jenis usaha, lama usaha, penghasilan bulanan, riwayat kredit, dan jaminan. Data nasabah yang telah dimasukkan akan diproses secara otomatis, menghasilkan peringkat kelayakan secara objektif dan terdokumentasi. Sistem ini tidak hanya mempercepat proses pengambilan keputusan, tetapi juga meminimalkan kesalahan penilaian yang bersifat subjektif (Lestari et al., 2022a).

Penggunaan SPK ini mendukung penguatan sistem manajemen risiko internal BPR sekaligus meningkatkan transparansi kepada nasabah. Selain meningkatkan akurasi penilaian, integrasi teknologi juga sejalan dengan kebijakan digitalisasi keuangan nasional dan dapat membantu mencegah potensi penyalahgunaan data atau kejahatan finansial (Qurbani, 2024).

Secara keseluruhan, integrasi metode AHP dan SAW dalam SPK menjadi langkah strategis dalam membangun sistem pembiayaan yang sehat dan berkelanjutan. Evaluasi berbasis sistem memungkinkan BPR untuk lebih fokus pada nasabah yang benar-benar layak, meningkatkan kualitas portofolio kredit, dan menjaga stabilitas finansial dalam jangka panjang.

Penulis : Muhammad Fawaz Nabil Ridwan Putra