VOKASI NEWS – Kasus SP2DK PT ABC menyoroti pentingnya klarifikasi PPh Final dan strategi penyelesaian pajak untuk menjaga kepatuhan fiskal.
Dalam kerangka sistem perpajakan Indonesia yang berbasis self-assessment, setiap wajib pajak memiliki tanggung jawab penuh untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan kewajiban perpajakannya secara mandiri dan akurat. Namun demikian, dalam praktiknya, ketidaksesuaian antara pelaporan dengan realisasi transaksi kerap menimbulkan persoalan administratif.
Salah satu bentuk pengawasan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) terhadap potensi ketidakpatuhan tersebut adalah melalui penerbitan Surat Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan (SP2DK). Mekanisme ini merupakan tindakan administratif awal yang diberikan kepada wajib pajak untuk mengklarifikasi potensi indikasi ketidaksesuaian.
SP2DK atas PPh Final Sewa Gedung dan Klarifikasinya
PT ABC, perusahaan pupuk di Jawa Timur, menerima Surat Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan (SP2DK) dari KPP pada 2024. SP2DK ini diterbitkan karena perusahaan belum menyetor PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas transaksi sewa gedung Tahun Pajak 2022. Dalam SPT Tahunan, PT ABC melaporkan beban sewa gedung Rp1.166.328.559, namun belum melakukan penyetoran PPh Final sesuai tarif 10%.
Dalam dokumen SP2DK, KPP mencatat Dasar Pengenaan Pajak (DPP) sebesar Rp1.287.550.324. Selisih ini muncul karena fiskus menambahkan biaya sewa kendaraan Rp116.350.000 dan sewa mesin fotokopi Rp4.871.760 sebagai objek PPh Final, padahal keduanya seharusnya termasuk objek PPh Pasal 23 sesuai ketentuan yang berlaku.
Masalah ini terjadi akibat ketidaksesuaian antara pelaporan pajak dan kondisi sebenarnya. Selain kelalaian internal perusahaan, kesalahan juga muncul dari pihak KPP yang mengklasifikasikan biaya secara keliru. Setelah klarifikasi, nilai DPP yang benar ditetapkan sebesar Rp1.166.328.559.
Strategi Penyelesaian dan Peran Konsultan Pajak
PT ABC merespons SP2DK dengan menghadiri dua sesi pembahasan resmi yang difasilitasi oleh KPP. Klarifikasi dilakukan secara administratif dan didukung dokumen keuangan yang valid. Setelah mengadiri undangan pembahasan kedua, perusahaan melakukan pembayaran PPh Final sebesar Rp116.632.855, dan juga menyelesaikan kewajiban PPh Pasal 23 atas sewa kendaraan dan mesin fotokopi dengan total pajak sebesar Rp2.424.435.
Proses ini ditutup dengan diterbitkannya berita acara oleh KPP pada sebagai bukti bahwa kewajiban perpajakan telah diselesaikan sesuai peraturan. Dalam penyelesaian SP2DK ini, PT ABC bekerja sama dengan konsultan pajak terbukti krusial dalam proses klasifikasi transaksi, penyusunan bukti potong, hingga interpretasi regulasi yang kompleks. Konsultan membantu perusahaan tidak hanya menanggapi SP2DK, tetapi juga dalam menghindari kesalahan serupa di masa mendatang melalui edukasi internal dan peninjauan sistem pencatatan pajak.
[BACA JUGA: Bukti Komitmen Pajak: Pengajuan Penghapusan Sanksi Administrasi]
Kasus ini menegaskan bahwa ketidaktepatan pelaporan pajak, sekecil apa pun, dapat menimbulkan konsekuensi administratif. SP2DK menjadi instrumen penting dalam menjaga integritas sistem perpajakan. Oleh karena itu, perusahaan perlu menerapkan sistem pencatatan dan pelaporan yang akurat serta menjalin komunikasi aktif dengan konsultan pajak sebagai bentuk kepatuhan fiskal yang berkelanjutan.
***
Penulis: Zahrotul Hamira
Editor: Habibah Khaliyah