Strategi Menangani SP2DK pada Perusahaan Freight Forwarder

Strategi Menangani SP2DK pada Perusahaan Freight Forwarder_Dokumen Istimewa

VOKASI NEWS – Strategi efektif dalam menangani SP2DK atas PPh di perusahaan freight forwarder. Studi kasus PT SM menunjukkan pentingnya ekualisasi pajak dan pemahaman klasifikasi objek pajak untuk menghindari sengketa perpajakan.

Pentingnya Pemahaman Pajak dalam Perdagangan Internasional

Indonesia merupakan negara dengan posisi strategis dalam sistem perdagangan global, termasuk sektor logistik dan freight forwarder. Sejak zaman kerajaan hingga era modern, wilayah ini menjadi jalur penting distribusi barang dan investasi industri. Letak geografis yang dekat dengan sumber daya alam dan negara tetangga seperti Malaysia, Singapura, dan Tiongkok turut menarik investor, termasuk dalam sektor perdagangan lintas negara.

Dalam sistem perpajakan internasional, Indonesia menganut asas lex superior derogat legi inferiori, di mana aturan internasional memiliki prioritas dibandingkan aturan domestik. Oleh karena itu, kerja sama melalui Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) menjadi dasar penting dalam pengelolaan pajak untuk mendukung kelancaran perdagangan internasional.

Perusahaan freight forwarder di Indonesia menghadapi tantangan kompleks dalam memenuhi kewajiban perpajakan, karena harus berhadapan dengan berbagai jenis pajak seperti PPN impor, PPh Pasal 22, tarif bea masuk, hingga PPh Pasal 23. Hal ini berpotensi menimbulkan pertanyaan dari otoritas pajak, termasuk melalui penerbitan Surat Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan (SP2DK).

Studi Kasus dan Strategi Tanggapan atas SP2DK

PT SM, sebuah perusahaan logistik, menerima SP2DK dari Kantor Pelayanan Pajak (KPP) berdasarkan SE-05/PJ/2022. SP2DK tersebut mencatat selisih sebesar Rp5,78 miliar antara laporan biaya jasa dalam SPT Tahunan dan SPT PPh Pasal 23. Perusahaan dituntut memberikan klarifikasi apakah selisih tersebut merupakan objek PPh 23 yang belum dipotong.

Beberapa strategi yang dapat diterapkan perusahaan dalam menghadapi SP2DK antara lain:

  1. Menganalisis Isi SP2DK
    Perusahaan perlu memeriksa tahun pajak dan poin yang diminta klarifikasi. Ketelitian dalam membaca surat ini penting untuk menghindari kesalahan dalam penyusunan tanggapan.
  2. Mengumpulkan Bukti Pendukung
    Rekapitulasi bukti potong PPh Pasal 21, 23, dan 15 perlu dilakukan. Dokumen ini menunjukkan kepatuhan perusahaan terhadap kewajiban perpajakan dan menjadi dasar dalam proses klarifikasi.
  3. Melakukan Ekualisasi Transaksi
    Proses ini membandingkan data biaya jasa di laporan keuangan dengan data pemotongan pajak. Ekualisasi per transaksi menjadi metode paling akurat untuk memastikan tidak terjadi salah tafsir terhadap objek pajak.
  4. Memberikan Tanggapan Tertulis
    Sesuai ketentuan, perusahaan wajib memberikan tanggapan maksimal 14 hari setelah SP2DK diterbitkan. Respons yang tepat waktu dapat mencegah proses pemeriksaan pajak lanjutan.
  5. Menunggu Hasil Klarifikasi dari KPP
    Setelah tanggapan dikirimkan, perusahaan akan menerima berita acara hasil klarifikasi sebagai bentuk resmi penyelesaian.

Berdasarkan hasil ekualisasi, PT SM menyampaikan bahwa dari total selisih, hanya Rp2,27 miliar yang merupakan objek PPh Pasal 23. Sisanya merupakan biaya pembelian suku cadang kapal dan biaya sewa kapal (PPh Pasal 15), yang telah dipotong dan dilaporkan sesuai ketentuan.

[BACA JUGA: Klarifikasi SP2DK atas Penghasilan Luar Negeri, Cerminan Kepatuhan Pajak Global]

Kesimpulan

Kasus PT SM menunjukkan bahwa tidak semua selisih dalam SP2DK mengindikasikan kekurangan pembayaran pajak. Perusahaan memiliki hak untuk memberikan penjelasan dan menyandingkan data lintas jenis pajak seperti PPh 15 dan PPh 23. Pemahaman yang baik tentang klasifikasi objek pajak dan dokumen pendukung sangat penting agar SP2DK dapat diselesaikan tanpa menimbulkan sengketa lebih lanjut.

***

Penulis: Stefani Maula Kusumaningtyas

Editor: Fatikah Rachmadianty