Telusur Tren PayLater: Antara Kebutuhan dan Gaya Hidup Konsumtif

Telusur Tren PayLater: Antara Kebutuhan dan Gaya Hidup Konsumtif_Google

VOKASI NEWS – Tren PayLater mempermudah belanja instan namun perlu pengelolaan bijak agar tidak memicu konsumtif.

Dalam beberapa tahun terakhir, tren penggunaan layanan PayLater di Indonesia mengalami lonjakan signifikan. Fenomena ini sejalan dengan berkembangnya teknologi finansial dan budaya belanja online yang semakin mengakar di masyarakat. Konsep “beli sekarang, bayar nanti” menawarkan fleksibilitas yang dianggap mampu menjawab kebutuhan di era serba cepat. Namun, di balik kemudahannya, PayLater menimbulkan pertanyaan penting: apakah layanan ini benar-benar solusi kebutuhan finansial, atau justru memicu perilaku konsumtif berlebihan? Memahami batas antara kebutuhan dan gaya hidup menjadi tantangan tersendiri bagi pengguna di tengah arus ekonomi moder

Perkembangan teknologi finansial menjadi salah satu motor penggerak perubahan perilaku konsumsi. Sistem ekonomi yang kompetitif mendorong inovasi produk, termasuk layanan pembayaran digital seperti PayLater. Platform e-commerce, aplikasi transportasi, layanan tiket, hingga wisata kini berlomba-lomba menawarkan fasilitas bayar tunda yang mudah diakses hanya dengan beberapa klik. Mekanisme ini membuat proses transaksi cepat, praktis, dan konsumen dapat menikmati barang atau layanan secara instan, tanpa harus menunggu dana tersedia.

Kemudahan dan Daya Tarik PayLater

Kemudahan inilah yang membuat PayLater begitu menarik bagi masyarakat. Pendaftaran mudah, persetujuan cepat, dan limit belanja yang tersedia membuatnya terasa sebagai solusi keuangan instan. Banyak konsumen memandang PayLater sebagai jalan pintas saat dana belum cukup, sementara kebutuhan barang dianggap mendesak.

Faktor psikologis juga memperkuat daya tarik layanan ini. Rasa aman karena tidak membawa uang tunai, serta persepsi bahwa cicilan kecil terasa ringan, membuat pengguna semakin nyaman menggunakan PayLater. Tren gaya hidup serba cepat pun semakin mendorong masyarakat memanfaatkan layanan ini secara impulsif.

Risiko Konsumtif dan Data Terkini

Budaya konsumsi impulsif dan kebutuhan fleksibilitas ini memicu risiko keuangan. Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per Maret 2025, utang masyarakat Indonesia di BNPL (Beli Sekarang Bayar Nanti) mencapai Rp 22,78 triliun, naik 32,18% dibanding tahun sebelumnya. Jumlah rekening PayLater juga meningkat menjadi 24,56 juta pengguna, dari bulan sebelumnya 23,66 juta.

Angka tersebut menunjukkan bahwa PayLater kini bukan sekadar alat pembayaran alternatif, tetapi bagian dari gaya hidup konsumtif modern yang melekat di masyarakat. Jika tidak diatur dengan bijak, layanan ini dapat menggeser prioritas pengeluaran dari kebutuhan pokok ke keinginan sekunder, sehingga memicu utang menumpuk.

Strategi Mengelola Penggunaan PayLater

Untuk menjaga keseimbangan keuangan, masyarakat perlu membangun kesadaran finansial yang kuat. Prinsip utama adalah menggunakan PayLater hanya untuk kebutuhan penting dan mendesak, bukan untuk memuaskan keinginan sesaat.

Perencanaan anggaran, disiplin membayar cicilan tepat waktu, dan memahami bunga serta biaya tambahan menjadi kunci agar layanan ini tetap menjadi alat bantu keuangan yang sehat. Edukasi literasi keuangan dari penyedia layanan, lembaga pendidikan, dan pemerintah perlu diperkuat agar PayLater tidak menjadi pemicu konsumtif berlebihan.

[BACA JUGA: The Comparison Trap: Bagaimana Gen Z Terjebak dalam Budaya Membandingkan Diri]

***

Penulis: Nabila Lutfi Mufidah